SOLOPOS.COM - Agus Warsito (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Presiden Joko Widodo telah resmi mengumumkan kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) pada 2024 sebesar 8%. Ia mengumumkan itu pada Rabu 16 Agustus 2023 dalam acara penyampaian Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2024 dan nota keuangan.

Dalam kesempatan yang lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan untuk mengakomodasi kenaikan gaji sebesar 8% tersebut telah disiapkan anggaran sebesar Rp52 trilun dalam APBN 2024.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Itu jumlah yang sangat besar mengingat jumlah ASN yang aktif saja saat ini hampir mencapai empat juta orang. Termutakhir gaji ASN naik adalah pada tahun 2019. Saat itu pemerintahan Presiden Joko Widodo menaikkan gaji ASN sebesar 5%.

Pada tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2022, pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Salah satu ketentuan yang cukup menantang dalam undang-undang tersebut adalah batas maksimal alokasi gaji pegawai dalam APBD (provinsi, kabupaten, kota) paling besar 30%.

Ini ketentuan sangat menantang tentunya karena kondisi saat ini rata-rata belanja pegawai di pemerintah daerah di seluruh Indonesia mencapai 50% dari total anggaran dalam APBD. Pada dasarnya kenaikan gaji ASN bukan sesuatu yang aneh, bukan sesuatu yang haram hukumnya.

Di tengah kondisi perekonomian yang terus bertumbuh maka inflasi dan berbagai harga semua kebutuhan sudah sewajarnya naik dari tahun ke tahun. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kenaikan gaji ASN untuk tahun 2024 ini adalah kali kedua setelah sebelumnya juga menaikkan gaji PNS pada 2019.

Sedangkan rekor kenaikan gaji ASN terbanyak pernah terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sampai sembilan kali menaikkan gaji ASN dalam kurun waktu 10 tahun. Pada tahun 2024, kenaikan gaji ASN menjadi kontradiktif dengan kebijakan pada UU HKPD.

Di satu sisi pemerintah menekan alokasi gaji melalui undang-undang tersebut, namun di sisi lain pemerintah menaikkan gaji ASN yang pasti akan meningkatkan alokasi gaji. Ini suatu anomali yang pasti akan sangat memusingkan para kepala daerah.

Selain itu, kebijakan kenaikan gaji ini juga layak dinilai sebagai salah satu kebijakan populis mengingat pada tahun 2024 akan ada pemilihan umum atau pemilu. Dalam dunia kerja, kenaikan gaji sering kali dihubungkan dengan peningkatan performa (kinerja) seorang pegawai.

Kenaikan gaji adalah reward dari perusahaan terhadap peningkatan performa tersebut. Hal ini dapat juga berlaku sebaliknya. Ketika terjadi penurunan performa, bisa saja perusahaan malah menurunkan gaji pegawai.

Reward tersebut dapat juga diberikan dalam bentuk bonus tahunan, tunjangan-tunjangan, maupun fasilitas-fasilitas tambahan lainnya. Sedangkan untuk para ASN, kenaikan gaji diberikan lebih karena faktor inflasi dan bersifat nasional.

Tidak ada hubungan dengan performa ASN. ASN yang malas, ASN yang jarang ke kantor, dan ASN lainnya yang bermasalah menerima persentase kenaikan gaji yang sama dengan ASN yang rajin dan berprestasi. Wajar muncul stereotipe di kalangan masyarakat dalam melihat kinerja ASN.

Bahwa ASN makan gabut (gaji buta), ASN dibayar untuk absen, ASN tidak bisa dipecat, ASK kerja rajin atau malas menerima gaji yang sama, dan lain sebagainya. Sampai saat ini, masalah pengukuran kinerja ASN masih menjadi topik panas yang harus segera diselesaikan.

Meskipun sudah 78 tahun bangsa ini merdeka, pemerintah belum memiliki formula yang tepat untuk mengukur kinerja para ASN, padahal kinerja ASN adalah kunci utama keberhasilan suatu negara dalam mewujudkan tujuan melalui program dan kegiatan yang disusun dan didanai dengan APBN.

Pemerintah telah mencoba berbagai metode untuk mengukur kinerja ASN. Salah satu yang populer dan banyak digunakan adalah dengan model indikator kinerja utama (IKU). Pada model ini, pemerintah menetapkan indikator-indikator yang bisa dijadikan ukuran untuk mencapai tujuan organisasi dengan target-target yang telah ditetapkan.

Walakin, model ini juga pantas dinilai kurang efektif disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut. Pertama, indikator yang dipilih tidak dapat mengukur apa yang diinginkan. Kedua, indikator masih banyak bersifat kuantitatif, sebatas mengukur upaya-upaya yang dilakukan, bukan hasil atau dampak yang diberikan.

Ketiga, target yang ditetapkan tidak menggambarkan upaya yang maksimal dari pemerintah dalam mencapai tujuan. Keempat, ada kecenderungan pemerintah menetapkan indikator dan target yang seperlunya agar dapat tercapai dengan mudah.

Sementara itu, suatu model pengukuran dapat dikatakan baik jika memenuhi unsur reliabilitas dan validitas. Reliabilitas untuk memastikan bahwa pengukuran andal dan memberikan hasil yang konsisten. Sedangkan validitas untuk memastikan bahwa model dapat mengukur apa yang akan diukur.

Tugas utama bagi pemerintah saat ini untuk membuat formula yang lebih andal dalam mengukur kinerja ASN. Dengan melihat beraneka ragam program dan kegiatan pemerintah, model pengukuran kinerja sudah sewajarnya juga beragam sesuai dengan urusan masing-masing.

Bukan malah dibuat model yang sama dan berlaku nasional. Pemerintah dapat melakukan optimalisasi kinerja ASN dari ukuran-ukuran yang telah dibuat. Mekanisme reward dan bonus juga dapat diberikan sesuai dengan kinerja.

Dengan pengukuran kinerja yang baik, selain memperbaiki manajemen sumber daya manusia, pemerintah juga dapat memperbaiki manajemen belanja pegawai. Hal ini akan sangat berguna dalam memenuhi ketentuan 30% belanja pegawai sesuai UU HKPD yang paling lambat harus dipenuhi pada 2027 atau lima tahun sejak diundangkan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 Desember 2023. Penulis adalah mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Gadjah Mada dan pegawai di Kementerian Keuangan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya