SOLOPOS.COM - Rohmah Ermawati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kontroversi soal kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) menghiasi pemberitaan media beberapa waktu terakhir. Protes bermunculan dari kalangan mahasiswa sejumlah perguruan tinggi yang merasa keberatan dengan UKT yang semakin tak terjangkau kemampuan ekonomi keluarga mereka.

Sedangkan pengelola kampus berdalih kenaikan UKT merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas layanan pembelajaran. Sebagai bentuk kontribusi biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh mahasiswa setiap semester, UKT memiliki peran krusial dalam mendukung operasional perguruan tinggi.

Promosi Meniti Jalan Terakhir menuju Paris

Kenaikan UKT yang signifikan membebani mahasiswa dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan jumlah mahasiswa—terutama dari keluarga berekonomi menengah ke bawah.

Riuh protes tentang UKT kian ramai dengan munculnya pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Tjitjik Sri Tjahjandarie bahwa perguruan tinggi masuk klasifikasi sebagai pendidikan tersier atau tertiary education.

Dia menyebut perguruan tinggi adalah pilihan, tidak seperti program wajib belajar 12 tahun yang mencakup SD, SMP, dan SMA serta yang sederajat. Pendanaan pemerintah tidak difokuskan pada pendidikan tinggi, tapi untuk program wajib belajar.

Pernyataan itu langsung menuai kritik dari berbagai pihak. Koordinator Nasional Jaringan Pemerhati Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai pernyataan Tjitjik salah besar dan melukai perasaan masyarakat serta menciutkan mimpi anak bangsa untuk bisa duduk di bangku kuliah.

Apabila pendidikan tinggi itu tersier, negara dengan mudah lepas tangan soal pembiayaan pendidikan tinggi. Ini tidak boleh terjadi. Terlepas dari kontroversi seputar UKT hingga kontroversi tentang pernyataan pejabat tersebut, pendidikan tinggi mempunyai peran penting dalam pembangunan individu dan masyarakat.

Perguruan tinggi adalah tempat mahasiswa memperoleh pengetahuan lanjutan, keterampilan khusus, dan pengembangan pribadi yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Ketika biaya pendidikan menjadi terlalu tinggi, akses terhadap pendidikan ini menjadi terbatas, dan tujuan mulia dari pendidikan tinggi sulit dicapai. Dengan biaya kuliah yang kian tinggi, pendidikan tinggi barangkali benar menjadi pilihan bagi lulusan SMA dan yang sederajat yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas.

Sedangkan bagi kalangan ekonomi lemah, pendidikan tinggi harus diperjuangkan dengan lebih keras. Kesempatan mendapatkan beasiswa memang ada, namun persaingannya pasti sangat ketat. Ingat, banyak beasiswa yang salah sasaran. Bukan untuk mahasiswa dari keluarga miskin, tetapi malah diterima mahasiswa dari kalangan ekonomi cukup.

Menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan akses pendidikan yang luas dan merata kepada semua lapisan masyarakat, bahkan hingga perguruan tinggi. Kenaikan UKT dapat menghambat tercapainya tujuan ini.

Mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah mungkin memilih tidak melanjutkan pendidikan mereka karena tidak mampu menanggung beban biaya. Di sisi lain, ada mahasiswa yang memilih bekerja sambil kuliah agar dapat tetap meneruskan pendidikan.

Meski demikian, tekanan finansial yang dihadapi mahasiswa dapat berdampak pada kesehatan mental mereka. Stres akibat kesulitan keuangan dapat mengganggu proses belajar dan menurunkan kualitas hasil belajar.

Seiring dengan mencuatnya keluhan tentang kenaikan UKT yang memberatkan mahasiswa, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) menjamin mahasiswa dengan kemampuan akademik yang baik akan memiliki kesempatan menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia tanpa terkendala besaran UKT.

Adapun upaya yang dilakukan PTN agar pembiayaan UKT lebih berkeadilan dan terjangkau oleh semua pihak adalah dengan memperluas rentang kategori pembiayaan melalui penambahan beberapa kategori yang disesuaikan dengan kemampuan berbagai lapisan masyarakat.

MRPTNI menyatakan penyesuaian kategori UKT tersebut bukan berarti terjadi kenaikan UKT di PTN, namun merupakan upaya menyeimbangkan antara besaran biaya kuliah tunggal (BKT) dengan UKT di PTN guna memperluas partisipasi masyarakat sesuai kemampuan masing-masing.

Belakangan, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim dalam rapat kerja bersama DPR menyatakan kenaikan UKT sebagai imbas dari Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 hanya berlaku bagi mahasiswa baru dan bukan untuk mahasiswa yang sudah berkuliah di perguruan tinggi.

Nadiem memastikan akan mengevaluasi, mengecek, hingga melakukan asesmen terhadap kenaikan UKT yang tidak wajar di PTN sehingga kenaikannya akan diberhentikan. Kenaikan UKT merupakan isu yang kompleks dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, termasuk pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Tanpa solusi yang tepat, kenaikan UKT dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan kesejahteraan mahasiswa. Diperlukan upaya kolaboratif untuk memastikan pendidikan tinggi tetap terjangkau dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah dapat mempertimbangkan memberikan subsidi yang lebih besar kepada perguruan tinggi untuk menekan biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Dengan subsidi yang memadai, perguruan tinggi dapat mengurangi UKT tanpa mengorbankan kualitas pendidikan yang diberikan.

Membiayai pendidikan warga negara—termasuk sampai perguruan tinggi—harus dimaknai sebagai kewajiban negara. Perguruan tinggi juga dapat menjalin kerja sama dengan perusahaan atau industri dan mengembangkan inovasi untuk mendapatkan sumber pendanaan tambahan.

Kemitraan dengan industri tidak hanya membantu dalam pembiayaan, tetapi juga dapat membuka peluang magang dan pekerjaan bagi mahasiswa. Membuka akses seluasnya ke perguruan tinggi adalah jalan terbaik meningkatkan kualitas generasi bangsa, mengatasi kemiskinan, dan mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045. Kenaikan UKT jelas menghambat jalan menuju ke sana.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Mei 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya