SOLOPOS.COM - Nurul Huda S.A. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Peraturan  Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 12 Tahun 2024 yang menempatkan Gerakan Pramuka sebagai jenis ekstrakurikuler yang setara dengan ekstrakulikuler lain di sekolah seperti Palang Merah Remaja, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Karya Ilmiah Remaja (KIR), olahraga,  seni, dan budaya menuai kontroversi.

Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka meminta Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim meninjau kembali ketentuan yang memosisikan ekstrakurikuler Gerakan Pramuka tak lagi wajib di sekolah dasar hingga sekolah menengah.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyebut penghapusan ekstrakurikuler wajib Gerakan Pramuka di sekolah bersifat kebablasan. Hal ini mengingatkan saya pada mula kecelakaan sejarah Kurikulum  2013  yang memasukkan Gerakan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib.

Ini bertentangan dengan roh Gerakan Pramuka yang digagas oleh sang pendiri, Lord Robert Baden Powel, maupun roh Gerakan Pramuka yang dikembangkan di Indonesia. Menempatkan Gerakan Pramuka sebagai kewajiban untuk siswa di sekolah adalah pelanggaran atas hakikat Pramuka.

Sifatnya malah merendahkan martabat Pramuka, melanggar Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka serta Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Paugeran Gerakan Pramuka sejak Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961  tentang Gerakan Pramuka dan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang ditandatangani  Pejabat Presiden Republik Indonesia Djuanda menjelaskan dengan gamblang sekali posisi Pramuka.

Pada Pasal 7 Anggaran Dasar menjelaskan perkumpulan Pramuka adalah warga negara Indonesia yang dengan sukarela. Ketentuan memasukkan Gerakan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah  menyalahi banyak pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

Pasal 11 undang-undang tersebut menyatakan pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal. Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama Pasal 1 ayat (12), menjelaskan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Menempatkan pendidikan nonformal sebagai kewajiban siswa dalam pendidikan formal adalah anomali. Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 menjelaskan setiap warga negara Indonesia yang berusia  tujuh tahun sampai 25 tahun berhak ikut serta sebagai peserta didik dalam pendidikan kepramukaan.

Pasal 20 ayat (1) undang-undang yang sama menyatakan Gerakan Pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka menegaskan tentang sifat penyelenggaraan Pramuka yang mandiri, sukarela, dan nonpolitis di penjelasan umum paragraf keenam.

Penjelasan Pasal 20 ayat (1) adalah yang dimaksud dengan sukarela adalah organisasi yang keanggotaannya atas kemauan sendiri, tidak karena diwajibkan. Pasal 11 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka dan penjelasan atas undang-undang ini semuanya bertentangan dengan ketentuan tentang Pramuka sebagai  ekstrakurikuler wajib.

Amanat undang-undang tentang Gerakan Pramuka dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jelas. Pertama, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal.

Jika pendidikan nonformal menjadi kewajiban dalam pendidikan formal, tentu menjadi kekacauan konsepsi, sesat dalam berpikir dan bertindak. Kedua, Pramuka adalah hak setiap warga negara (bukan kewajiban), boleh memilih mengikuti atau tidak. Ketiga, Pramuka bersifat sukarela bermakna jelas, keanggotaan atas kemauan sendiri, tidak karena diwajibkan.

Menempatkan Pramuka sebagai kewajiban bagi siswa sekolah menyalahi nalar akademik sekaligus pelanggaran atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, dan melanggar hak asasi manusia.

Kebijakan Tepat

Kebijakan pengembangan ekstrakurikuler dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 12 Tahun 2024 merupakan kebijakan tepat yang memenuhi rasa keadilan dan memfasilitasi keragaman minat siswa secara tepat.

Secara konseptual mudah sekali dipahami sebagaimana tertuang dalam salinan lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 12 Tahun 2024 ini. Ekstrakurikuler menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik.

Ekstrakurikuler di sekolah menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri secara optimal melalui kegiatan mandiri dan/atau berkelompok.

Ada beberapa jenis ekstrakurikuler yang disediakan sekolah. Pertama krida, seperti kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan  Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra).

Kedua, karya ilmiah, misalnya Karya Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, dan penelitian. Ketiga, latihan olah bakat atau latihan olah minat, misalnya pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pencinta alam, jurnalistik, teater, teknologi informasi dan komunikasi.

Keempat, keagamaan, misalnya pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis Al-Qur’an, dan retret. Prinsip pengembangan ekstrakurikuler di sekolah bersifat individual, sesuai potensi, bakat, dan minat peserta didik.

Ekstrakurikuler  bersifat pilihan, yakni sesuai dengan minat dan diikuti oleh peserta didik secara sukarela. Keterlibatan aktif peserta didik secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing.

Ekstrakurikuler bersifat menyenangkan, yakni dilaksanakan dalam suasana yang menggembirakan bagi peserta didik. Ekstrakurikuler bersifat membangun etos kerja, yakni membangun semangat peserta didik untuk berusaha dan bekerja dengan baik dan giat.

Ekstrakurikuler dikembangkan dan dilaksanakan dengan memperhatikan dampak positif bagi masyarakat. Kebijakan tentang ektrakurikuler ini bukan hanya selaras  dengan asas pedagogi, tetapi sekaligus senapas dengan tantangan revolusi industri 4.0.



Saat ini secara global pendidikan dalam krisis dan ancaman, sebagaimana kajian UNESCO yang menyimpulkan pendidikan belum memenuhi janji untuk membantu kita membentuk masa depan yang damai, adil, dan berkelanjutan.

Penjelasan tentang itu ada dalam buku berjudul Reimagining Our Future Together: A New Social Contract for Education (2021).  Memberi ruang pilihan-pilihan dan alternatif-alternatif yang lebih luas dan terbimbing kepada peserta didik, seperti dalam kebijakan ekstrakurikuler, adalah kebijakan yang tepat.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 19 April 2024. Penulis adalah pendidik dan anggota Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia atau HEPI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya