SOLOPOS.COM - Abu Nadzib (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Satu bulan yang lalu saya membuat tulisan di Sub Rubrik Sudut Pandang ini dengan judul Antara Kaesang, Jokowi dan Megawati.

Inti dari tulisan saya itu adalah bergabungnya Kaesang Pangarep ke Partai Solidaritas Indonesia (tak lama setelah itu langsung menjabat ketua umum) menjadi penegasan perpisahan antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Jokowi dan Megawati berbeda jalan menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Saya mendapat beberapa kritikan yang menyebut kesimpulan saya itu terlalu dini. Tapi akhirnya analisis subjektif saya terbukti.

Presiden Jokowi merestui sang anak yang juga kader PDIP, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto, bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju yang notabene kompetitor bakal capres PDIP Ganjar Pranowo.

Restu Jokowi membuat berang PDIP.

Tak kurang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyindir Gibran tidak punya dedikasi.

Hingga hari ini status Jokowi dan putra sulungnya, Gibran, masih kader PDIP.

Meskipun beberapa waktu lalu politikus PDIP Deddy Sitorus tegas menyatakan jika Gibran menerima pinangan sebagai cawapres Prabowo otomatis dipecat dari partai, hingga tulisan ini dibuat belum ada pernyataan resmi dari petinggi partai banteng untuk memecat Jokowi dan Gibran.

Yang ada keriuhan di media sosial. Jokowi dan Gibran dituding pengkhianat, tidak tahu balas budi, pecundang dan lain sebagainya. Tudingan dinasti politik juga menggema. Ya wajar saja, dalam lima tahun terakhir media sosial memang begitu. Selalu riuh.

Yang pasti, restu Jokowi untuk anak sulungnya mengakhiri teka-teki tentang berbagai kode darinya sejak setahun terakhir. Saya ajak pembaca untuk mengingat kembali beberapa kode dari Jokowi tentang siapa bakal capres yang didukungnya setelah dirinya menegaskan akan cawe-cawe dalam Pilpres 2024.

Dimulai pada 21 Mei 2022, Jokowi melempar sinyal saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V Pro Jokowi (Projo) di Magelang.

Mantan Wali Kota Solo itu mengatakan sosok yang patut didukung Projo sebagai capres “mungkin ada di sini”. Ketika itu sejumlah tokoh yang hadir adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, dan sejumlah anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Tidak ada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto atau Anies Baswedan yang kala itu menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Publik seolah diarahkan ke sosok Ganjar Pranowo yang sesama kader PDIP. Menariknya, kode Jokowi kala itu direaksi negatif oleh struktural PDIP lantaran Ganjar Pranowo memang belum ditunjuk sebagai bakal capres.

Berselang bulan, Jokowi memberi kode lain yang bertolak belakang. Saat menghadiri hari ulang tahun (HUT) Partai Perindo pada 7 November 2022.

Awalnya Jokowi berbicara soal rekam jejaknya yang berkali-kali memenangi pemilu, dari tingkat kota hingga nasional.

Ia meminta maaf karena dua kali mengalahkan Prabowo di Pilpres 2014 dan 2019. Tapi setelah itu ia mengatakan “Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo.”

Berselang 19 hari setelah itu, Jokowi kembali memberi kode untuk Ganjar. Di hadapan relawannya dalam acara Gerakan Nusantara Bersatu pada 26 November 2022, Jokowi berbicara tentang sosok yang layak didukung sebagai calon presiden.

Ciri-ciri pemimpin yang memikirkan rakyat adalah orang yang memiliki kerutan di wajah dan rambutnya putih. Di antara tiga nama kandidat capres yang sudah muncul, baru Ganjar Pranowo yang berambut putih.

Kode-kode Jokowi terus bergulir hingga berganti tahun ke 2023. Pada Senin, 24 Juli 2023, Presiden Jokowi mengajak Prabowo dan juga Menteri BUMN Erick Thohir dalam kunjungan kerjanya ke PT Pindad, Kabupaten Malang.

Prabowo menyopiri Jokowi, Ibu Negara Iriana dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Prabowo sebagai sopir, Erick Thohir duduk di sebelahnya. Jokowi dan Iriana ada di kursi belakang. Ketika itu Jokowi berkata kepada istrinya, bahwa dirinya nyaman disopiri Prabowo.

Setelah momentum itu, kebersamaan Jokowi dan Prabowo kian sering dalam sejumlah acara kenegaraan. Momentum Jokowi bersama Prabowo lebih sering dibandingkan momentum Jokowi bersama Ganjar Pranowo yang ketika itu menjabat Gubernur Jawa Tengah.

Namun ada saat ketika Prabowo dan Ganjar disatukan Jokowi, yakni saat panen raya di Kebumen, Jawa Tengah pada 9 Maret 2023. Prabowo mengakui ketika itu dirinya diberi kesempatan Jokowi untuk berbicara dengan Ganjar tentang peluang berduet.

Namun pembicaraan itu buntu. Prabowo ngotot sebagai bakal capres sedangkan Ganjar tak mendapat izin dari PDIP untuk menjadi cawapres.

Kini kode-kode Jokowi sudah menemukan jawabannya. Suami Iriana itu hampir pasti berpisah jalan dengan mentor politiknya, Megawati Soekarnoputri. Jika benar Jokowi dan Gibran keluar atau dipecat dari PDIP, ini bukan sesuatu yang aneh.

Tidak ada lawan dan kawan abadi dalam politik. Yang abadi hanyalah kepentingan. Meski terlihat tidak etis, lompat pagar dalam politik hal yang biasa, khususnya di perpolitikan Tanah Air.

Sebelum ini, Sandiaga Uno keluar dari Partai Gerindra dan bergabung ke PPP demi memperbesar peluangnya menjadi cawapres Ganjar Pranowo kendati akhirnya tak terpilih.

Syahrul Yasin Limpo pada 2018 lompat pagar dari Partai Golkar ke Partai Nasdem setelah dirinya kalah dalam pertarungan sebagai orang nomor satu di partai beringin.

Nasibnya justru lebih tragis lantaran kini dipenjara atas kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Dan masih banyak lagi kisah politikus berpisah dari induk partainya demi memperjuangkan kepentingan lain yang dirasanya lebih besar.

Kini sudah ada tiga pasangan yang akan berlaga di Pilpres 2024. Ada pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Partai Nasdem, PKB, PKS, Partai Ummat), pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md (PDIP, PPP, Partai Hanura, Perindo), dan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Gerindra, Partai Golkar, PAN, PBB, Partai Gelora, Partai Garuda).

Tiga pasangan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang pasti, mereka yang berlaga adalah putra-putra terbaik bangsa.



Kita berharap suasana politik menuju Pilpres 2024 tetap kondusif. Menghangat dan memanas lumrah asalkan masih dalam koridor kewajaran. Kita sudah berpengalaman melewati empat kali pemilihan presiden secara langsung dengan lancar dan damai.

Ada riak-riak sedikit seperti yang terjadi pada Pilpres 2019 silam tapi masih dalam kendali. Empat kali Pilpres seharusnya sudah mendewasakan kita. Beda pilihan hal yang biasa dalam politik. Tak perlu saling mencela apalagi berlanjut ke pertarungan fisik.

Masyarakat harus cerdas menentukan pilihan berdasarkan nurani masing-masing. Tentukan pilihanmu tanpa harus mencela pilihan orang lain. Pilpres 2019 harus menjadi pelajaran besar bagi kita semua.

Polarisasi yang terjadi kala itu, yang membuat keluarga pecah, suami istri berantem, anak dan bapak tak akur, dengan sanak saudara tak lagi saling sapa hanya karena berbeda pilihan politik, jangan pernah terjadi lagi.

Pemilu akan berulang lima tahun sekali. Ini proses demokrasi yang akan selalu berulang sesuai periodenya. Jangan hilang nalar hanya karena berbeda pandangan politik. Siapapun nanti yang terpilih secara demokratis, dia harus didukung karena semua demi Indonesia.

Mari bijak bermedia sosial. Sudahi menyulut kebencian, akhiri menebar hoaks. Jadikan media sosial sebagai tempat bertukar pendapat, menyampaikan ide, sembari tetap menaruh hormat pada pendapat dan ide yang berbeda. Riuh boleh tapi tak perlu ricuh apalagi rusuh.

Masyarakat yang cerdas bisa mengambil hikmah dari setiap keriuhan dan perbedaan pandangan tentang suatu hal.

Saya setuju dengan pendapat anak muda bernama Kaesang, mari berpolitik dengan riang gembira.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 26 Oktober 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya