SOLOPOS.COM - Maulinda Nurul Hasanah (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Disrupsi digital adalah istilah yang akrab bagi masyarakat sekarang. Tidak asing lagi di telinga kita. Disrupsi digital adalah suatu keadaan yang mengakibatkan terjadi inovasi dan perubahan secara besar-besaran yang bersifat fundamental akibat teknologi digital yang semakin canggih.

Pada era ini manusia merasa terbantu oleh digitalisasi karena semua hal dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan murah. Hal tersebut juga bisa mengancam kualitas keterampilan manusia yang bisa digeser oleh teknologi yang semakin canggih.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Terkadang saat kita belum bisa mengikuti teknologi baru, muncul lagi teknologi yang lebih  baru yang membuat kita harus siap sedia mengikuti perkembangan. Menurut hasil survei oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),  pengguna Internet di Indonesia pada 2022-2023 mencapai 215,63 juta orang.

Hal tersebut memperlihatkan jumlah pengguna Internet di Indonesia meningkat 2,67% dibandingkan periode sebelumnya yang berjumlah 210,03 juta pengguna. Jumlah pengguna Internet tersebut setara dengan 78,19% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 275,77 juta jiwa.

Itu membuktikan masyarakat Indonesia sudah melek, bahkan justru semua bergantung pada Internet yang mengakibatkan disrupsi digital semakin mengiringi pola kehidupan masyarakat sekarang.

Sekolah bisnis di Australia, SP Jain School of Global Management, menggunakan pendekatan disrupsi dalam menganalisis keterampilan yang harus dimiliki seseorang saat menghadapi perubahan masa depan, yaitu mengenai kepemimpinan, kerja tim, komunikasi, kecerdasan bisnis, berpikir kritis, desain berpikir, inovasi, pembelajaran sepanjang hayat, dan pemahaman terhadap teknologi.

Dampak disrupsi digital berpengaruh pada banyak tatanan dan aspek kehidupan. Fenomena disrupsi ini bukan hanya menyebabkan perubahan kecil, tetapi mendorong perubahan besar yang mengubah tatanan fundamental.

Era disrupsi digital mengubah seluruh pola berkomunikasi, beraktivitas, bekerja, berperilaku, bahkan psikologis manusia. Dulu ketika transaksi jual beli, pembeli harus datang ke tempat penjual, namun sekarang kita bisa memesan barang menggunakan aplikasi agar lebih praktis.

Disrupsi digital juga berpengaruh pada psikologi manusia. Sekarang manusia lebih nyaman menghabiskan waktu dengan handphone daripada berinteraksi dengan sesama manusia. Tentu hal tersebut memengaruhi mental atau psikologi manusia.

Hal tersebut menunjukkan gejolak disrupsi digital mengakibatkan aktivitas manusia bergeser dari dunia nyata ke dunia maya, dari tenaga manusia ke tenaga mekanik atau robot.

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi dalam suatu seminar nasional dengan Tema Transformasi Digital Indonesia 2045 menjelaskan disrupsi teknologi digital mendorong perubahan hampir di semua lini kehidupan, pemerintahan, model bisnis, sumber daya, serta kebutuhan.

Saat masih menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Andi Widjajanto mengumpulkan sejumlah indeks dari 2019 hingga 2022, yaitu indeks kesiapan digital, indeks inovasi, indeks keamanan siber nasional, serta indeks transformasi ekonomi nasional.

Secara umum nilai Indonesia konsisten di angka 2 menuju 3. Menurut Andi Widjajanto, kita harus bergerak ke angka 4 dan pada tahun 2045 kita harus berada di angka 5 tentang kesiapan menggunakan artificial intelligence atau AI.

Era disrupsi digital ini sebenarnya dapat menjadi gerbang menuju kesejahteraan Indonesia lewat inovasi teknologi. Jumlah sumber daya manusia di Indonesia yang  banyak tentu harus diimbangi dengan potensi yang mumpuni dalam bidang teknologi digital.

Realitas itu harus menggugah kita bahwa transformasi digital juga digencarkan oleh setiap negara untuk saling bersaing demi kemajuan bangsanya. Kita bisa memanfaatkan potensi untuk menghasilkan inovasi baru yang akan memberikan dampak positif bagi kita serta bagi kemajuan bangsa.

Pergeseran tatanan kehidupan yang dipengaruhi disrupsi digital juga saya rasakan dalam dunia perkuliahan. Siakui sistem perkuliahan saat ini dapat membantu mahasiswa mengakses segala informasi apa pun dengan mudah, namun ternyata ketergantungan pada teknologi digital dapat mengakibatkan malas dan kurang kreatif dalam berpikir karena lebih berpatokan pada informasi di Internet yang dianggap paling benar.

Ditambah lagi dengan AI yang semakin marak di kalangan mahasiswa. AI dianggap mempermudah penyelesaian tugas-tugas kuluag mereka dengan lebih  praktis. Hal tersebut menurunkan tingkat integritas mahasiswa sehingga perlu kesadaran dan  tanggung jawab akademis.

Perkembangan dan kemajuan teknologi tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan kita karena disrupsi digital juga bagian dari perkembangan zaman. Bagaimanapun ide orisinal, skema pemikiran, kontrol, dan campur tangan emosi serta kompleksitas sesuatu yang berasal dari otak dan kecerdasan manusia sangat berbeda dan tidak bisa disamakan dengan AI.

Perkembangan teknologi serta disrupsi digital ini menjadi bukti konkret bahwa ilmu pengetahuan jauh berkembang sekarang. Semakin cepat teknologi berkembang, semakin mudah juga manusia menciptakan teknologi baru yang lebih canggih tanpa menyebabkan perubahan signifikan.

Maka dari itu, kita hanya perlu menyikapi dengan baik dan bijaksana, meningkatkan kualitas potensi yang kita miliki agar tidak digantikan penuh dengan teknologi. Pada era disrupsi digital saat ini hanya ada pilihan koeksistensi untuk berkembang atau kita terdiam dan dikalahkan oleh teknologi digital yang semakin canggih.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 12 Maret 2024. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Indonesia UIN Raden Mas Said Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya