SOLOPOS.COM - Tri Wiharto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kasus penjualan anjing untuk dikonsumsi mengemuka lagi. Sebanyak 226 ekor anjing diangkut dengan truk dari Subang, Jawa Barat, menuju Sragen, Jawa Tengah. Anjing-anjing itu akan dijagal, dipotong-potong, dan diedarkan untuk dikonsumsi di wilayah Soloraya.

Truk tersebut dihentikan polisi di gerbang tol Kalikangkung, Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/1/2024) malam. Polisi menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Para tersangka mengaku mereka bisa menjual 300 ekor hingga 400 ekor anjing per bulan untuk dijadikan bahan makanan. Pada 2019, Dog Meat Free Indonesia (DMFI) pernah menyajikan data rata-rata 13.700 ekor anjing dibunuh setiap bulan untuk dikonsumsi.

Data tersebut meningkat banyak dibandingkan yang terjadi pada tahun 2017 yang sebanyak 10.000 ekor per bulan. Jumlah yang tidak main-main dan ternyata sampai saat ini jual beli dan pembantaian anjing untuk dikonsumsi masih terjadi di wilayah Soloraya.

Saya teringat ketika masih kecil di lingkungan saya tinggal terdapat beberapa orang yang memang penggemar makanan olahan daging anjing. Makanan tersebut dulu disebut “rica-rica jamu”.

Hampir setiap hari si penjual melintas dengan sepeda onthel dilengkapi kotak kayu mirip yang dipakai para penjual makanan kecil keliling saat ini. Kotak itu berisi daging anjing yang sudah dibumbui dan siap diolah.

Si penjual pasti menyediakan bubuk merica sebagai penambah rasa karena itu menjadi ciri khas olahannya. Pelanggan hanya memanggil dengan kata “guk” (menirukan suara anjing) beberapa kali maka si penjual yang melintas tersebut otomatis menepi untuk melayani.

Suatu ketika saya mengetahui seekor anjing dibunuh dengan cara dimasukkan ke dalam karung kemudian dibanting ke pohon kelapa yang berdiri kukuh. Saya tidak tahu apakah itu akan dikonsumsi atau sekadar dibunuh.

Seiring berjalannya waktu, dengan peran sosial lingkungan memberikan arahan (terutama dikaitkan dengan aturan agama), para pelanggan tersebut tidak lagi mengonsumsi makanan olahan daging anjing.

Si penjual akhirnya beralih pekerjaan karena pembeli tidak ada lagi. Kala itu belum ada yang Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 yang mengatur daging anjing bukan bagian produk pangan karena bukan termasuk peternakan dan kehutanan.

Saya hanya ingin memberi gambaran bahwa peluang menghentikan aktivitas perdagangan daging anjing terbuka lebar. Kini berbagai aturan telah dibuat untuk menghentikan perdagangan daging anjing, tetapi memang butuh ketegasan dari sisi aturan maupun penegakannya.

Bupati Karanganyar Juliyatmono pernah mengeluarkan larangan penjualan daging anjing untuk dikonsumsi dalam Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 74 tahun 2019 tentang Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner di Rumah Potong Hewan dan Penjualan Produk Daging Hewan.

Pemerintah Kabupaten Karanganyar tidak serta-merta menutup pintu nafkah para pedagang daging anjing. Mereka diberi solusi. Pemerintah Kabupaten Karanganyar memberikan bantuan modal Rp5 juta kepada pedagang daging anjing untuk memulai usaha lain.

Beberapa Langkah

Pendampingan diberikan selama enam bulan pertama bagi pedagang daging anjing yang kesulitan merintis usaha baru. Pemerintah Kabupaten Karanganyar juga bersedia memberikan bantuan perlengkapan untuk pembukaan usaha baru para pedagang tersebut.

Pro dan kontra pasti ada ketika larangan itu diterapkan. Pada sosialisasi tanggal 25 Juni 2019, sebanyak 52 penjual daging anjing hadir dan dari jumlah itu 33 orang menerima uang kompensasi, sisanya atau 19 orang menolak.

Mereka yang menolak diperbolehkan berjualan makanan berbahan daging anjing, tetapi tidak boleh di wilayah Kabupaten Karanganyar. Setelah pemberlakuan peraturan itu disertai dengan sosialisasi kini tak ditemukan pedagang makanan olahan daging anjing di wilayah Kabupaten Karanganyar.

Setidaknya itu yang saya lihat dalam beberapa waktu terakhir. Meski demikian, bisa saja aktivitas beberapa pedagang tersebut masih berjalan, tapi di luar pantauan otoritas terkait.

Pemerintah Kabupaten Sukoharjo  melarang penjualan daging anjing untuk konsumsi melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

Peraturan daerah tersebut berisi larangan pedagang kaki lima menjual daging hewan nonpangan yang meliputi anjing, ular, biawak, dan lain-lain. Pemerintah Kabupaten Sragen menerbitkan aturan dalam bentuk surat edaran.

Pada 28 Desember 2023, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati mengeluarkan Surat Edaran Bupati Sragen tentang Imbauan untuk Tidak Menganiaya, Memotong, dan Mengonsumsi Daging Anjing di Wilayah Kabupaten Sragen.

Larangan penjualan daging anjing sebenarnya bisa berjalan dengan baik dengan bebarapa langkah. Pertama, komitmen pemimpin daerah untuk menerbitkan aturan yang punya daya ikat kuat atas larangan perdagangan daging anjing.

Kedua, harus ada solusi atas dampak dari pemberlakuan larangan tersebut terhadap para pedagang. Ketiga, sosialisasi secara berkesinambungan dari sisi aturan maupun kesehatan terkait jual beli dan konsumsi daging anjing. Keempat, penegakan regulasi tanpa kompromi.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 13 Januari 2024. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya