SOLOPOS.COM - Tundjung W Sutirto, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret

Tundjung W Sutirto, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret

Untuk kesekian kalinya Kota Solo terpilih menjadi tempat perhelatan konferensi tingkat internasional. Hari ini, Senin (2/7) dimulai konferensi International Association of Historians of Asia (IAHA) yang ke-22. Sebuah konferensi internasional para sejarawan tingkat Asia untuk membahas berbagai hal dari perspektif sejarah dan disiplin ilmu lain. IAHA ke-22 di Solo ini akan berlangsung hingga 5 Juli 2012 dengan tema Remembering the Past, Experience the Present, Exploring the Future.

Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak

Direncanakan sekitar 400 orang mengikuti acara ini, mulai dari sejarawan, penulis di bidang sejarah dan budaya, lembaga studi dan peminat sejarah dari dalam dan luar negeri. Konferensi ini mengelompokkan topik bahasan dalam 12 isu utama, mulai dari Sejarah dan Historiografi menyangkut sumber dan teori sampai topik Sejarah Kedokteran dan Kesehatan.

IAHA ini penting bagi Kota Solo karena pelaksanaan konferensi ini sangat kontekstual dengan reputasi Solo sebagai kota pergerakan nasional. Peran Keraton Surakarta yang sangat istimewa dalam konteks sejarah nasional tak dapat dipungkiri. Di antara keraton  dan kasultanan di Indonesia hanya Keraton Surakarta satu-satunya yang sampai saat ini mempunyai dua raja yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Bahkan jumlah pahlawan nasional pun lebih banyak berasal dari Solo dibandingkan kota yang menyandang predikat Kota Pahlawan, yaitu Surabaya. Sehingga, konferensi para sejarawan di kota Solo ini dapat dianggap sebagai kehormatan sekaligus penghargaan bagi reputasi masa lalu Kota Solo.

Barangkali yang lebih penting lagi sesuai dengan  tema besar dari konferensi ini yaitu mengingat masa lalu, pengalaman masa kini, menjelajah masa depan adalah sesuai dengan motto pembangunan Solo yaitu Solo the future is Solo the past. Tentu Solo akan BISA MENGAMBIL manfaat dari konferensi ini karena berbagai tema yang dibahas dapat dijadikan acuan atau setidaknya sebagai kerangka fikir bagi pembangunan kota bersejarah yang berwawasan kesejarahan itu.

Misalnya, topik tentang Culture: Heritage of the Past, Trends in the Present tentu akan banyak membahas persoalan bagaimana historis empiris pusaka saujana di Asia. Termasuk dalam tataran topik heritage ini dapat kiranya dilihat bagaimana tren Solo sebagai kota tua ini berkembang pada saat kontemporer. Polemik tentang Benteng Vastenburg yang berkepanjangan kemudian perobohan bangunan pabrik es Saripetojo di Solo yang masih menyisakan masalah merupakan hal yang menarik untuk didiskusikan.

Artinya, Solo berkembang dengan amat cepat akibat sentuhan modernisasi global lantaran iklim investasi yang masuk ke Solo cukup menggairahkan dari sisi bisnis. Usaha infrastruktur properti modern bak jamur tumbuh di musim hujan. Pada masa lalu orang Solo masih sangat ketat menjaga nilai adat penghormatan terhadap ketinggian bangunan Panggung Songgobuwono maka saat ini nilai penghormatan itu benar-benar sudah sirna. Penetrasi infrastruktur perkotaan berkembang secara cepat dan secara vertikal sampai-sampai ada bangunan yang akan menjadi tertinggi di Jawa Tengah sehingga nilai budaya dari Panggung Songgobuwono di Keraton Surakarta sudah tidak maknawi sekali.

Dari konferensi IAHA ini melalui topik budaya itu mungkin dapat diperoleh kearifan baru dengan melihat tren di negara-negara Asia lainnya seperti bagaimana Solo dapat belajar manajemen pengelolaan kota tua Sukhothai di Thailand yaitu ibukota kerajaan pertama Siam. Sukhothai berkembang pada abad ke-13 dan 14. Dibangun oleh Khmer dan diambil alih orang Thai di tahun 1230. Artinya, para sejarawan dari Thailand yang hadir di IAHA dapat berbagi dengan pemangku kepentingan entitas budaya Jawa di Solo dalam pengelolaan heritage masa kini. Sementara di Solo sendiri saat ini sedang terjadi pertarungan yang semakin nyata antara rezim ekonomi dan rezim budaya dalam konteks heritage itu.

Sehingga terasa aneh jika dalam bulan-bulan terakhir ini orang Solo ramai-ramai mendukung kotanya dalam kontes New 7 Wonders Cities (tujuh kota termasuk dalam keajaiban dunia). Apa yang ajaib dari Solo ketika di depan mata pendukung budayanya sendiri dibuat tak berdaya menghadapi tekanan modernisasi di sana sini. Sebenarnya kalau melihat pola tata ruang kota Solo masa lalu sebenarnya sudah mapan sejak Paku Buwono X bertahta. Tetapi radikalisasi atas tata ruang kota masa lalu tak dapat dilakukan bahkan tata ruang kota bisa dibeli untuk vested interest kaum kapitalis.

Sebenarnya warisan tata ruang kota Solo masa lalu masih bersisa. Misalnya, kalau melihat di mana posisi setiap kantor kelurahan di bawah penguasaan birokrasi bekas Praja Mangkungeran. Pasti sejarah akan menunjukkan posisinya kantor-kantor kelurahan itu selalu ada di sudut setiap perempatan jalan yang menghadapnya pun benar-benar menyudut. Pola tata ruang ini hasil rekayasa Mangkunegara VII dengan pendekatan humanioranya agar setiap pelayanan birokrasi kepada warga kota dapat dengan mudah untuk diakses dari penjuru manapun.

Oleh karena itu, hasil pembahasan topik budaya dalam IAHA kali ini sangatlah penting karena pembahasan sejarah kebudayaan itu adalah satu-satunya pembahasan yang sampai detail karena unsurnya harus unik dan penuh arti (meaningfull). Dengan demikian hasil-hasil pembicaraan dalam IAHA yang dihelat di Solo ini sebaiknya menjadi sumber keyakinan bagi seluruh warga kota dan para elite kota untuk memberikan penguatan sejarah dalam setiap pendekatan pembangunan masyarakat.

Topik lain selain soal heritage yang pas dengan kondisi Solo saat ini adalah tentang Demography, Urbanization, and Transportation. Dalam pandangan kawasan Asia mungkin bisa dipelajari mengenai bagaimana negara-negara Asia di abad ke-20 semakin peduli terhadap isu-isu  demografi yang berkaitan dengan stabilitas sosial-ekonomi dari suatu negara. Tentu dalam kaitan ini para sejarawan akan banyak membahas kasus-kasus di Asia dengan lebih khusus lagi mendiskusikan kasus demografi di China, Jepang dan India.

Dalam konteks ini, Solo dapat belajar dari isu demografi yang dibahas para sejarawan di IAHA tentang konsep atau pengalaman negara seperti China, Jepang dan India. Harapannya,  Solo bisa belajar bagaimana pemerintah lokal dapat memprediksi kepadatan penduduk di masa depan mengingat Solo tercatat sebagai kota terpadat di Jawa Tengah dan apakah pararel dengan sumberdaya yang tersedia untuk mempertahankan populasi yang luas.

Tentu persoalan demografi di Kota Solo akan berkorelasi sangat erat dengan persoalan lingkungan karena tekanan akan transportasi kota berdampak secara signifikan terhadap polusi. Sehingga, pendekatan sejarah perbandingan dalam memahami masalah demografi, urbanisasi dan transportasi bagi penjelajahan masa depan kota Solo sangat berguna jika mau mengikuti apa yang menjadi pembahasan para sejarawan lewat topik ini.

Masih banyak topik yang menarik diikuti oleh para elite dan warga kota Solo dari panel IAHA ke-22 ini. Misalnya, persoalan Medical History and Healthcare yang bagi Solo sendiri mempunyai prestasi masa lalu di bidang ini. Persoalan pariwisata yang dibahas dalam topik Tourism in Asia juga akan penting artinya bagi pengembangan wisata di kota ini. Juga isu keamanan, pertahanan dan kesejahteraan yang pasti tak kalah menarik dalam panel-panel yang akan berlangsung.

Mungkin masih banyak orang yang menganggap bahwa sejarah hanya punya manfaat pragmatis dan tidak punya manfaat praktis. Anggapan seperti itu tentu tidak tepat maka konferensi IAHA ini akan menjadi bukti betapa pembahasan sejarah akan dan bisa memberikan kearifan baru bagi masyarakat kontemporer. Selamat berkonferensi…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya