SOLOPOS.COM - Ginda Ferachtriawan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pertengahan  Desember 2022 lalu Pemerintah Kota Solo merilis logo resmi peringatan hari jadi ke-278 Kota Solo. Logo tersebut simpel. Angka 278 didesain sedemikian rupa hingga menyerupai bentuk kupu-kupu.

Serangga tersebut diberi warna merah menyala. Meski sederhana, desain karya Achyal, warga Tanah Bambu, Kalimantan Selatan, ini menyimpan makna mendalam. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, kupu-kupu adalah pembawa kabar baik.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Kupu-kupu juga menjadi simbol paripurna dari proses metamorfosis. Warna merah  menyiratkan optimisme dan kerja keras. Logo peringatan hari jadi itu seperti cermin untuk menyimak pembangunan Kota Solo belakangan ini.

Kota Solo adalah kota kecil dengan luas wilayah tak lebih dari 44,04 kilometer persegi. Kota ini perlahan-lahan bertransformasi. Penetapan 16 program prioritas pembangunan sejak tahun lalu menjadi monumen penanda kota ini sedang serius berbenah diri.

Pembangunan rel layang Joglo yang diwacanakan sejak era Wali Kota Slamet Suryanto akhirnya berjalan. Revitalisasi Ngarsapura dan Jl. Jenderal Gatot Subroto menjadikan kawasan tersebut hidup sebagai ruang publik. Ekspresi-ekspresi kesenian silih berganti muncul di kawasan ini.

Demikian halnya revitalisasi Pura Mangkunegaran yang menjadikan istana itu menjadi ruang inklusif bagi warga. Beragam acara lintas kalangan mengisi Pamedan Pura Mangkunegaran. Mutiara tersembunyi bernama Taman Pracima tersibak dan menjadi ikon baru Kota Solo.

Program prioritas itu tak hanya mempercantik kota. Program prioritas turut menyasar kebutuhan mendasar warga, yakni perumahan. Penataan kawasan kumuh di Semanggi dan Mojo menjadi program konkret untuk menyediakan papan yang layak bagi warga marginal.

Deretan perkembangan ini tentu menjadi kabar baik bagi Kota Solo yang berusia 278 tahun pada 17 Februari 2023. Jika ditarik benang merah, seluruh program prioritas kota bermuara pada kebutuhan warga. Kota yang baik adalah kota yang mampu menyediakan pelayanan adil dan merata untuk penghuninya.

Hal itu tidak mudah. Mengelola kota memerlukan seni tersendiri. Dengan jam terbang yang belum banyak di dunia pemerintahan, kepemimpinan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka patut mendapat pujian, meskipun juga masih ada sejumlah kekurangan.

Kota yang Dialogis

Baru-baru ini Wali Kota Solo diuji dengan kebijakan peningkatan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) berlipat kemudian berujung protes warga. Harus diakui, kebijakan tersebut rawan resistensi karena tidak populis dan minim sosialisasi.

Wali Kota Gibran akhirnya mendengar keluhan warga dan menunda kenaikan PBB sesuai masukan sejumlah pihak. Pola-pola dialogis seperti ini tentu perlu dijaga demi mewujudkan kota untuk semua. Tentu tak hanya dalam masalah pajak.

Partisipasi warga secara bottom up  dalam program-program pembangunan perlu terus diupayakan. Pelibatan warga hendaknya dilakukan secara riil dan meliputi semua pemangku kepentingan, tak hanya dalam kelompok terbatas.

Jadi tidak boleh ada istilah warga tidak tahu atau tidak dilibatkan dalam program yang menyangkut kepentingan atau hajat hidup mereka. Pola komunikasi Wali Kota Gibran yang cair dalam menampung aspirasi warga bisa menjadi modal untuk membangun kota bersama-sama.

Lewat kepemimpinan ala milenial, Wali Kota Gibran kerap memanfaatkan media sosial untuk menghapus sekat antara pemimpin kota dan warganya. Ruang-ruang diskusi kini berkembang lebih daripada sekadar pertemuan di balai kota, tapi juga lewat dunia maya.

Hal ini bakal menjadi sesuatu yang produktif apabila interaksi yang dibangun bermuara untuk kemajuan kota. Selain warga, pihak swasta, pengusaha, hingga akademisi perlu dilibatkan dalam pembangunan. Tentu tak hanya pelibatan yang bersifat seremonial.

Pelibatan yang benar-benar menjadi kolaborasi yang mendorong Kota Solo menjadi kota yang lebih mapan. Model-model kolaborasi dalam pembangunan sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat.

Kolaborasi juga akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Kota Solo yang telah mencapai 5,8% hingga 6,2% pada 2022. Hingga kini Kota Solo masih mengandalkan dana transfer pusat dalam membangun kota. Pada 2022, dana transfer pusat mencapai Rp1 triliun atau 50% lebih daripada total pendapatan daerah yang sekitar Rp1,79 triliun.

Kemampuan kota mengoptimalkan potensi pemasukan juga perlu digarisbawahi. Pendapatan asli daerah Kota Solo pada periode yang sama masih sekitar Rp574 miliar atau separuh dari dana transfer pusat.

Nilai pendapatan asli daerah tersebut sebenarnya telah meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saya melihat pendapatan asli daerah masih bisa dioptimalkan, apalagi Kota Solo telah menjadi kota yang lebih hidup dengan banyak kegiatan berskala nasional hingga internasional.

Tetap Mengakar

Pembangunan kota tentu tak melulu bicara soal fisik atau infrastruktur. Pembangunan sumber daya manusia perlu dikedepankan dalam konsep kota yang berkelanjutan. Kearifan Kota Solo sebagai kota budaya dapat menjadi pijakan untuk tetap membumi di tengah laju perkembangan kota.

Pemahaman sejarah tak boleh dinafikan dalam membentuk karakter warga yang mencintai kotanya. Apabila warga dengan fasih memaknai 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan Indonesia, saya melihat belum semua warga Kota Solo paham dengan makna 17 Februari meski setiap tahun diperingati dengan prosesi kirab.

Pengetahuan tentang sejarah kota adalah fondasi bagi pembangunan Kota  Solo hingga masa mendatang. Upaya Paku Buwono II memindahkan istana dari Keraton Kartasura ke desa kecil bernama Desa Sala setelah munculnya pemberontakan di Kesultanan Mataram bisa menjadi inspirasi warga untuk tetap memperjuangkan hajat hidup mereka.

Momentum perpindahana Paku Buwono II ke istana baru yang kemudian dinamai Keraton Surakarta Hadiningrat pada 17 Februari 1945 itu kemudian ditetapkan menjadi hari jadi Kota Solo. Penamaan Surakarta Hadiningrat mengandung harapan terciptanya negara yang tata tentrem karta raharja (teratur, tertib, aman, dan damai).

Hal itu disertai tekad dan keberanian menghadapi segala hambatan yang mengadang (sura) demi mewujudkan kehidupan dunia yang indah (hadiningrat). Adapun kata ”karta” dipilih sebagai wujud permohonan berkah dari para leluhur pendiri Kerajaan Mataram.



Pemahaman sejarah, dalam pandangan saya, bakal meningkatkan rasa memiliki warga atas kota mereka. Perayaan hari jadi kota setiap tahun sudah saatnya tidak hanya dimonopoli pemerintah. Warga hingga tataran rukun tetangga dapat memeringati hari jadi Kota Solo dengan kreasi sendiri.

Begitu halnya dengan institusi pendidikan maupun swasta yang ada di Kota Solo. Inisiatif kecil warga dengan kesadaran sendiri sangat berarti untuk menjaga dinamika kota. Akhir kata, selamat hari jadi ke-278 bagi Kota Solo. Semoga kota ini semakin dicintai warganya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 16 Februari 2023. Penulis adalah Ketua Panitia Pelaksana Persis Solo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya