SOLOPOS.COM - Syifaul Arifin (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO–Video ribuan warga antre di GOR Megang, Lubuklinggau, Sumatra Selatan, Kamis (10/3/2022), viral di media sosial. Mereka memburu minyak goreng bersubsidi dalam operasi pasar yang diadakan pemerintah daerah setempat. Mungkin itu antrean paling banyak. Sedangkan dalam skala yang lebih kecil terjadi di mana-mana. Di Jawa dan luar Jawa. Perdesaan maupun perkotaan.

Ada lagi video ngenes dalam pembelian minyak goreng, bukan orang yang berbaris tetapi sandal yang mereka pakai yang antre. Sedangkan yang empunya sandal memilih ngiyup di tempat yang tak terkena sinar matahari. Ada juga aksi saling berebut di toko yang menyediakan minyak goreng bersubsidi. Video itu juga viral.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Terbaru, seorang ibu-ibu berinisial S, 41, meninggal dunia akibat sesak napas saat mengantre minyak goreng di minimarket di Berau, Kalimantan Timur, Sabtu (12/3/2022). Dia memang memiliki riwayat menderita asma.

Ini yang dinamakan krisis minyak goreng. Minyak goreng langka, harga melambung.

Kenapa bisa begitu? Padahal Kementerian Perdagangan menyatakan pasokan minyak goreng cukup memenuhi kebutuhan sampai 1,5 bulan ke depan. Apalagi Kemendag melaporkan minyak goreng murah hasil kebijakan domestic market obligation (DMO) atau kewajiban memasok untuk kebutuhan dalam negeri 30% sudah mencapai 415 juta liter sejak implementasi 14 Februari 2022. Artinya, ketersediaan minyak goreng murah itu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga 1,5 bulan ke depan, yang digelontorkan ke masyarakat sampai 415 juta liter.

Selama ini, minyak sawit mentah dijual ke luar negeri karena harganya menggiurkan. Pemerintah awalnya mewajibkan minyak itu dijual di dalam negeri (DMO) sebesar 20%. Setelah krisis minyak goreng makin parah, DMO ditambah menjadi 30%.

Yang patut diapresiasi adalah gerak cepat menyediakan minyak bersubsidi dengan harga eceran tertinggi (HET) per 1 Februari minyak goreng curah Rp10.500/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500/liter , dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000/liter. Tetapi ternyata minyak bersubsidi itu masih langka. Antrean di mana-mana.

Terbaru, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Selasa (15/3/2022), mengumumkan pemerintah akan menyalurkan subsidi untuk minyak goreng curah sehingga harganya menjadi Rp14.000 liter. Soal kelangkaan ini, Presiden Joko Widodo sampai mengecek pasar dan ritel di Jogja, memang mendapati rak minyak goreng kosong.

Pada Senin (15/3/2022), Mendag kembali menyatakan pasokan minyak goreng di toko modern atau minimarket tersedia. Hal itu berdasarkan sidak Mendag ke sejumlah ritel modern di Jakarta Utara. Dia tidak mendapati antrean. Lha kok bisa, ada perbedaan antara pernyataan pejabat dan kenyataannya? Kita masih melihat rak-rak kosong? Warga hanya bisa menggerutu.

Kalaupun ada pasokan, biasanya saat didatangi Mendag. Seperti yang diungkapkan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), jika Mendag mau datang, pasar tradisional mendapat pasokan minyak goreng murah.

Menyaksikan warga mencari minyak goreng, pikiran kita seakan terlempar ke situasi masa lalu atau di suatu daerah bukan Indonesia. Bukannya Indonesia itu negeri makmur? Gemah ripah lohjinawi, tata tentrem kertaraharja! Bahkan, Indonesia adalah salah satu penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Tak heran jika orang menyebut kita ibarat anak ayam mati di lumbung padi.

Yang menarik, bagaimana cara pejabat berkomunikasi dalam menghadapi krisis ini. Kasus minyak goreng ini adalah sebuah krisis. Ketika barang langka dan harga naik, warga menjerit, itulah krisis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), krisis bisa diartikan keadaan yang berbahaya, parah sekali; keadaan yang genting; kemelut, dan keadaan suram (tentang ekonomi, moral, dan sebagainya). Untuk melihat skala krisis ini, Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyebut kerugian ekonomi akibat naiknya harga minyak goreng diperkirakan mencapai Rp3,38 triliun (Bisnis.com, 15/3/2022).

Dalam krisis yang dialami sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah, langkah yang diambil harus cepat dan tepat. Biasanya saat krisis, terjadi defisit informasi. Ketidakjelasan. Misalnya kenapa sih minyak goreng langka? Muncul spekulasi dan klaim. Karena itu, perlu ada tim yang ditunjuk untuk menangani krisis itu maupun juru bicara untuk menjelaskan kepada publik secara jelas.

Krisis biasanya menyebabkan kerugian publik. Karena itu, sepatutnya ada permohonan maaf sekaligus komitmen untuk menyelesaikan masalah. Kalau bisa, pemerintah harus cerdik memanfaatkan krisis ini untuk menggalang dukungan publik untuk menyelesaikan masalah.

Prosedur seperti itu sepertinya belum terlihat jelas dalam krisis minyak goreng. Pemerintah memang telah bertindak cepat dengan menggelontorkan minyak murah. Itu bentuk tanggung jawab pemerintah. Cuma permohonan maaf pemerintah memang belum terdengar. Bisa jadi ada yang pro dan kontra, perlukah pemerintah meminta maaf atas krisis minyak goreng ini?

Kita bisa menilai kualitas komunikasi pemerintah dengan publik menghadapi krisis minyak goreng ini. Jangan-jangan, gara-gara pejabat tidak tepat dalam berkomunikasi saat krisis, yang muncul kemudian adalah krisis komunikasi.

Ada beberapa pernyataan pejabat yang tidak tepat. Kemendag mengklaim pasokan minyak goreng tersedia, suplai melebihi kebutuhan. Tetapi faktanya, rakyat merasakan kelangkaan dan harga mahal. Ada gap antara klaim pemerintah dan kenyataan.

Mendag M. Lutfi akhirnya mengakui minyak goreng langka di pasaran karena ada yang gangguan. Ada distributor nakal yang tak kunjung menggelontorkan minyak murah ke pasar. Ada pula minyak yang seharusnya untuk dalam negeri malah dijual ke industri dan ke luar negeri.
Sempat Irjen Kemendag Didi Noordiadmoko mengungkap indikasi masyarakat menyetok minyak goreng di rumah gara-gara panic buying (antaranews.com, 5/3/2022). Bagaimana mungkin membeli banyak, lha wong ada pembatasan pembelian minyak goreng. Sikap pejabat yang cenderung menyalahkan masyarakat ini bikin sakit hati emak-emak yang berjuang mendapatkan minyak goreng.

Ada lagi janji Mendag bahwa suplai minyak goreng akan lancar kembali dalam sepekan. Sebagaimana dimuat Bisnis.com, pernyataan itu disampaikan pada Kamis (17/2/2022). Seharusnya, sepekan dari 17 Februari, pasokan minyak goreng aman. Kenyataannya? Tahu sendirilah.

Akhirnya publik menilai pemerintah gagal merealisasikan janjinya. Memang ada berbagai faktor yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng. Seperti yang disampaikan pemerintah, ada permainan distributor dan penimbunan. Kalau demikian, pertanyaan selanjutnya adalah kenapa pemerintah tak bisa menindak mereka yang bermain-main di atas penderitaan rakyat? Sudah jelas siapa produsen dan distributornya. Barangnya juga jelas ada di mana. Karena itu kita tunggu babak selanjutnya dari krisis minyak goreng dan krisis komunikasi ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya