SOLOPOS.COM - Pengguna jalan berhenti di sisi selatan simpang Joglo, Banjarsari, Selasa (27/2/2024). (Solopos.com/Bony Eko Wicaksono)

Masa tiga tahun kepemimpinan Wali Kota Solo dan Wakil Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa mengemukakan realitas tentang kebijakan daerah yang tidak mengakar. Ini setidaknya terlihat pada sektor pembangunan kota, pendapatan asli daerah (PAD), dan layanan publik.

Kritik ini perlu, bahkan harus, dikemukakan di tengah citra baik pembangunan Kota Solo selama beberapa tahun belakangan. Citra baik yang seharusnya makin meningkatkan kualitas pembangunan kota yang berbasis pada kebutuhan riil warga kota.

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Pembangunan kota yang berbasis kebutuhan riil warga kota itu harus dijalankan dengan pola partisipasi bermakna yang mendudukkan warga kota sebagai subjek pembangunan kota, bukan sekadar objek yang harus manut dan manthuk-manthuk pada semua kebijakan pembangunan kota yang bersifat top down.

Kritik ini juga perlu dikemukakan agar pengelolaan dan pembangunan Kota Solo tak terjebak pada pola hanya mementingkan pembangunan citra yang berorientasi menjual kota kepada para investor. Pola pengelolaan dan pembangunan kota yang demikian ini akan berujung pada peminggiran warga kota.

Sektor pembangunan Kota Solo, terutama pembangunan fisik dan infrastruktur, selama tiga tahun belakangan ini mayoritas adalah pembangunan yang tidak berbasis kemampuan pendanaan sendiri dan juga layak disebut tidak berbasis kebutuhan riil masyarakat Kota Solo yang aktual dan faktual.

Aneka pembangunan yang dilaksanakan mayoritas adalah proyek pemerintah pusat atau didanai tanggung jawab sosial badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan swasta. Objek pembangunan boleh dikatakan tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan riil masyarakat Kota Solo, lebih menitikberatkan pada pembangunan citra kota lewat penataan wajah kota.

Di sektor pendapatan asli daerah (PAD) tidak ada inovasi yang mendapat dukungan publik sehingga meningkatkan potensi biaya pembangunan daerah berbasis kemampuan sendiri. Ini berakibat upaya memberdayakan kemandirian daerah dalam pembiayaan pembangunan tidak menunjukkan kemajuan.

Pembangunan di Kota Solo masih sangat tergantung pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan dana tanggung jawab sosial perusahaan. Di sektor layanan publik butuh perbaikan data terus-menerus.

Data tentang anak yang putus sekolah atau data tentang warga miskin yang berhak mendapatkan bantuan sosial harus terus dimutakhirkan agar aktual dan faktual. Perlu inovasi di sektor pelayanan publik sehingga upaya pemenuhan hak-hak dasar warga Kota Solo dan warga yang beraktivitas di Kota Solo terpenuhi secara lebih baik.

Aneka inovasi pelayanan publik di Kota Solo yang telah berjalan memang masih berjalan, namun tidak ada inovasi baru. Kota Solo sejak lama dikenal sebagai bagian penting dari kepeloporan dalam urusan pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan.

Sejarah ini mestinya selalu memicu otoritas di semua lini pemerintahan di Kota Solo untuk selalu berbenah, berinovasi, melalui kebijakan-kebijakan yang partisipatif. Kebijakan yang melibatkan warga Kota Solo sebagai subjek, bukan hanya memosisikan mereka sebagai objek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya