SOLOPOS.COM - Pengamen yang membawakan musik instrumental canon rock. (Instagram/ @fakta.indo)

Institut Musik Jalanan dengan dukungan Ditektorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menjalankan program kurasi musik jalanan.

Program ini berhasil dijalankan di Kota Surabaya, menghasilkan 138 musikus jalanan (pengamen) yang lolos kurasi. Pendaftar sebanyak 140 orang. Kurasi itu untuk mengangkat harkat dan martabat musikus jalanan atau pengamen.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kurasi adalah kegiatan mengelola benda-benda dalam ekshibisi di museum atau galeri. Definisi lainnya adalah kegiatan menyeleksi dan mengatur karya, program, dan sebagainya secara cermat dan profesional untuk pertunjukan, pameran, publikasi, dan sebagainya.

Program kurasi musik jalanan menyasar para pengamen. Ketika mereka mendaftar dalam program ini mereka akan dinilai dari berbagai aspek seperti sikap, penampilan (gaya berpakaian), sopan santun, dan kualitas bermusik yang mencakup suara, karya, dan lain sebagainya.

Program ini menarik sebagai wahana ”meningkatkan kualitas” para pengamen jalanan, bahkan mengangkat harkat dan martabat para pengamen. Program ini juga mendorong peningkatan derajat pengamen jalanan.

Belakangan citra pengamen jalanan di banyak daerah memburuk karena sebagian di antara mereka menjalankan praktik waton main musik. Banyak juga yang berlagak memaksa orang membayar mereka dengan sikap mengancam dan sejenisnya.

Para musikus jalanan, para pengamen, harus diposisikan sebagai bagian dari kebebasan berekspresi lewat kesenian. Artinya sudah seharusnya mereka mendapatkan ruang untuk berekspresi secara bebas lewat bermusik dan segala macam pendukungnya di ruang publik.

Tentu saja publik punya kebebasan pula mengapresiasi para pengamen atau musikus jalanan, termasuk bebas pula untuk mengabaikan mereka. Di sinilah peran kurasi musik dan musikus jalanan menjadi penting.

Kurasi ini akan menciptakan relasi yang lebih sehat antara para musikus jalanan, para pengamen, dengan publik sebagai pasar. Salah satu syarat penting yang harus dipenuhi musikus jalanan adalah mereka memahami bahwa mereka menjual jasa.

Artinya terserah orang-orang yang mendengar mau membeli/membayar atau tidak. Dalam konteks demikian inilah kurasi musik jalanan layak diberdayakan menjadi sistem peningkatan keterampilan musikus jalanan.

Peningkatan keterampilan, peningkatan kemampuan bermusik, akan mendorong para musikus jalanan layak menjadi bagian dari kebebasan berkesenian di ruang publik dan menjalankan kebebasan berekspresi lewat musik.

Kota Surabaya adalah kota kelima lokasi kurasi musikus jalanan setelah Jakarta, Makassar, Jogja, dan Semarang. Kendala para musikus jalanan adalah kesulitan mengakses ruang publik sehingga mereka  mengamen di dekat lampu merah.

Salah satu hasil kurasi adalah musikus jalanan mendapatkan lisensi bekerja berkesenian di fasilitas ruang publik seperti taman, area wisata, area kuliner, dan area publik lainnya. Kurasi musik jalanan jangan sampai berubah format menjadi pemberangusan musikus jalanan atau pengamen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya