SOLOPOS.COM - Achmad Syukri Prihanto (FOTO/Dok)

Achmad Syukri Prihanto (FOTO/Dok)

Aktivis sosial
Warga Kampung Reksoniten
Solo

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Pemberitaan tentang Irshad Manji, Lady Gaga dan kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 mengalihkan perhatian publik dari tema korupsi, aksi geng motor, koboi jalanan serta wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).  Perhatian publik kepada masalah yang sebenarnya bersentuhan langsung dengan masyarakat menjadi kendur karena media massa ”kompak” memberitakan Irshad Manji, Lady Gaga dan Sukhoi.
Kalau kita mau jujur, perhatian pada pemberantasan korupsi dan kelanjutan perdebatan mengenai pencabutan subsidi BBM jelas lebih berarti ketimbang ngurusi Manji atau Gaga. Apakah ini menjadi bukti bahwa kita benar–benar dijajah kapitalisme global yang membuat kita tak berdaya ?
Terkait Hari Kebangkitan Nasional, Minggu (20/5), benarkah bangsa ini benar–benar bangkit? Sosiolog Mubyarto dalam bukunya Ekonomi Terjajah menjelaskan bahwa setelah merdeka kondisi perekonomian rakyat Indonesia tidak banyak berubah. Keterjajahan kembali ekonomi Indonesia mewujud dalam bentuk ”penghisapan ekonomi” dan penciptaan ketidakadilan sosial.Indonesia tidak mungkin menciptakan keadilan sosial melalui strategi pembangunan.
Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekadar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Hayek (1978) memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi. Dalam situasi kekinian, kapitalisme global tidak beserta penguasaan secara langsung,  namun hadir dalam berbagai wujud dan penyamaran. Misalnya gaya hidup modern, kesenangan dan euforia terhadap produk teknologi dan tayangan media yang tanpa disadari menjadi ”musuh dalam selimut”.
Apa hubungannya dengan kehadiran Irshad Manji, Lady Gaga dan Sukhoi? Irshad Manji, penulis asal Kanada, membuat repot negeri ini. Tidak banyak yang tahu siapa Manji sebenarnya  sampai akhirnya terjadi pembubaran sejumlah acaranya. Manji menyatakan kedatangannya di Indonesia untuk mempromosikan buku barunya Allah, Liberty and Love yang telah dipublikasikan ke bahasa Indonesia. Setelah berbagai insiden, buku yang belum tentu laku di pasaran kini diburu. Yang sebelumnya tidak kepikiran membeli pun ikut-ikutan mencari.
Manji semakin ngetop dan pemikirannya semakin diketahui banyak orang. Di sisi lain, dagangan bukunya jadi laris manis. Manji berhasil. Serupa tapi tak sama adalah pemberitaan penolakan Lady Gaga yang sangat menyita perhatian publik Indonesia. Mengapa banyak yang mengidolakan Gaga dan ada pula yang menolaknya? Seperti halnya artis dunia lainnya, Gaga menjadi tersohor melalui  Music Televison (MTV) yang berbasis di Amerika Serikat. Video klip dan penampilan panggung Lady Gaga kerap disajikan MTV.
Dadang Rusbiantoro (2008) dalam bukunya Generasi MTV mengatakan dalam tingkatan tertentu MTV berhasil membujuk remaja agar meniru pakaian dan gaya hidup para ikon budaya pop. Pembentukan remaja generasi MTV dilakukan secara efektif dan efisien. MTV bisa menentukan ikon apa yang harus dikultuskan remaja, pakaian dan gaya rambut apa yang harus ditiru, dan gaya hidup macam apa yang harus direproduksi remaja sehari-hari agar mereka selalu mengikuti tren dan tidak ketinggalan zaman.
Lady Gaga adalah salah satu artis dunia yang mengorbit bersama MTV, sukses menyihir seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tiket pertunjukannya yang dibanderol ratusan ribu hingga jutaan rupiah tetap diantre.  Gara–gara ditolak di Indonesia, sosok Lady Gaga semakin terkenal. Lagu–lagunya mulai banyak diunduh di internet, termasuk CD albumnya dan profilnya dibaca banyak orang.  Jadi walaupun tidak jadi tampil di Indonesia,  dolar tetap mengalir ke Gaga.
Tragedi Sukhoi juga meninggalkan kontroversi. Sukhoi Superjet 100 adalah pesawat komersial yang direncanakan sebagai andalan kebangkitan industri pesawat komersial Rusia setelah gagal bersaing dengan Airbus dan Boeing. SSJ 100 baru mengawali penerbangan komersial pertamanya tahun lalu dan baru dua maskapai yang menggunakan Superjet 100, yakni Aeroflot (Rusia) dan Armavia (Armenia). Mereka datang ke Indonesia dalam rangka mempromosikan pesawat. Setelah kecelakaan di Gunung Salak, banyak pihak menyayangkan kenapa Indonesia harus membeli Sukhoi. Padahal industri dirgantara Indonesia juga butuh dukungan dari pemerintah dan masyarakat.

Pasar
Kalau mau melihat dari kaca mata lain, ternyata Indonesia adalah pasar potensial bagi dunia. Sebagai ladang subur kapitalisme global, masyarakat Indonesia seolah tidak menyadari apa yang terjadi di balik ini semua. Lihat apa tujuan mereka ke Indonesia? Promosi buku, promosi album dan promosi pesawat! Lantas apakah kita hanya cukup diam menjadi penonton? Irshad Manji, Lady Gaga dan Sukhoi mau tidak mau harus kita akui sebagai produk luar negeri yang membawa beragam dampak.  Jika dampak negatif yang lebih banyak kita rasakan, apakah kemudian kita menyalahkan dan mengkambinghitamkan mereka yang mengacam masa depan negeri kita?
Amerika Serikat yang mewakili dunia Barat dan kapitalisme dunia kerap disebut sebagai biang keroknya. Paling tidak melalui industri hiburan, film, fast food  atau melalui hal–hal yang tidak disadari telah berhasil menanamkan budaya Amerika. Apakah memang benar Barat, luar negeri atau Amerika Serikat dengan sengaja membawa budaya negatif untuk Indonesia?
Nana Podungge (2010) menceritakan bagaimana Matthew, seorang  warga AS, menjawab pertanyaannya mengenai fenomena itu dengan kalimat: We American don’t mean to colonize other countries ideology or way of living, etc via music, movies, or our fast food restaurants. I think this is related to your confidence with your own way of living. You Indonesians have great music, why don’t you just listen to your own music and just ignore those MTV products?
Kata Matthew lebih lanjut: Don’t watch American movies if you think those movies even make you forget or ignore your own way of living. Don’t come to eat at those fast food restaurants when you know that they just offer junk food. You have your own fast food restaurants, such as Padang food stall, or even warteg. I often wonder why Indonesian people even feel more prestigious when they are seen eating in American fast food restaurant, such as McDonald’s.
Dan, akhir penjelasannya: I recommend that Indonesian people build their own confidence and trust to their own products, music, movies, food. If you stop listening to American music, or watching American movies, or consuming American junk food, MTV, Hollywood, or American fast food restaurants will stop importing their products to Indonesia too. And perhaps it will make you stop feeling colonized ideologically?
Jadi, ayo bangkitkan musik Indonesia, lahirkan cendekiawan asli Indonesia yang menulis banyak buku dan segera bangkitkan industri dirgantara Republik Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya