SOLOPOS.COM - Agung Vendi Setyawan (solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Theatre and a Culture of Peace. Teater dan Budaya Perdamaian. Itulah tema peringatan Hari Teater Sedunia ke-61 atau World Theatre Day pada 27 Maret 2023. Tema yang ditetapkan oleh International Theatre Institute (ITI) itu bertujuan agar masyarakat sadar akan pentingnya seni teater sebagai penggambaran budaya dan tradisi di daerah masing-masing.

Teater adalah salah satu seni pertunjukan tertua, sejak abad ke-5 M. Dipertunjukkan kali pertama di Teater Dionisos, Athena, Yunani, sebagai sarana hiburan sekaligus edukatif bagi pemirsa. Setiap anak diciptakan oleh Tuhan dengan potensi berpikir, emosi, dan fisik yang berbeda-beda. Potensi tersebut menjadikan setiap anak mempunyai keunikan.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Hal ini perlu dipahami dan dikembangkan oleh guru atau pendidik, terlebih dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 dan era society 5.0. Kecakapan creativity, critical thingking, communication, dan collaboration atau 4C menjadi modal seseorang menghadapi tantangan tersebut.

Setiap anak harus memiliki bekal kemampuan enam literasi dasar, meliputi literasi baca tulis, numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan. Kecakapan 4C dan literasi dasar belum cukup jika tidak dibarengi karakter unggul yang mencerminkan profil pelajar Pancasila.

Potensi, kompetensi, dan kemampuan literasi dasar anak dapat dikembangkan sejak dini, salah satunya dengan seni teater, termasuk sandiwara. Ki Hadjar Dewantara (Wasita, Tahun II No. 6, Juni 1936) menjelaskan sandiwara sebagai alat pengajaran mengandung dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian (aesthetis) dan kebajikan (ethis).

Teater dapat dijadikan media olah suara, olah tubuh, dan olah rasa. Kemampuan penguasaan memahami dan mengucapkan diksi dalam bahasa daerah, nasional, maupun bahasa asing dapat dipelajari di seni teater. Artikulasi dan intonasi saat berdialog melatih anak berbahasa pada aspek berbicara.

Stamina dan gestur tubuh dalam memerankan tokoh mengajarkan anak berlatih kelenturan fisik yang berdampak menjaga kesehatan. Manajemen emosi atau perasaan termanifestasikan dalam keluwesan berekspresi dan menjiwai saat memerankan tokoh.  Seni teater menjadi bagian mata pelajaran Seni dan Budaya dalam Kurikulum Merdeka.

Mata pelajaran Seni dan Budaya dalam Kurikulum Merdeka terbagi menjadi empat, namun setiap satuan pendidikan diberi fleksibilitas memilih. Satuan pendidikan, khususnya jenjang sekolah dasar (SD), dapat memilih cabang mata pelajaran Seni dan Budaya, yaitu seni musik, seni rupa, seni teater, atau seni tari. Pemilihan berdasarkan kebutuhan belajar murid dan pembelajaran dilakukan secara kontekstual.

Fleksibilitas dalam pemilihan cabang mata pelajaran Seni dan Budaya sesuai kebutuhan belajar murid tidak menutup kemungkinan sekolah berinovasi dengan menggabungkan seni musik, seni rupa, seni teater, dan seni tari dalam satu frame dengan model pembelajaran berbasis proyek seni dan budaya.

Guru atau pendidik tetap melakukan pembelajaran berdiferensiasi. Guru harus berupaya mengakomodasi kemampuan dan potensi anak sesuai bakat seni yang dimiliki. Contoh pembelajaran proyek berbasis seni dan budaya adalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk membuat sebuah operet.

Para guru di Darwin Middle School, Australia Utara, berdasarkan wawancara saya dengan dewan guru saat melakukan studi tiru di sekolah tersebut, memberikan ruang ekspresi kepada para siswa untuk berkolaborasi menghasilkan operet yang orisinal hasil karya mereka.

Siswa diberi tantangan merancang, membuat properti pementasan secara mandiri, hingga tercipta operet yang dipentaskan di panggung aula sekolah. Anak yang bakat di bidang seni rupa memegang peran sebagai tim perancang properti pementasan, meliputi kebutuhan wardrobe hingga tata panggung.

Kemampuan literasi finansial siswa terlatih dan berkembang saat siswa menyiapkan kebutuhan properti pentas. Mereka berkoordinasi dengan siswa lain yang memiliki bakat seni tari, teater, dan musik. Tujuannya agar tercipta pementasan yang mengakumulasikan berbagai bakat mereka yang berbeda-beda.

Keterbukaan dalam menerima kritik pada diri siswa sangat ditekankan dan menjadi prioritas para guru di Darwin Middle School agar mereka memiliki rasa toleransi menerima keberagaman.

Sariswara Tamansiswa

Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia mewariskan metode pembelajaran yang mengajarkan berbagai karakter dengan sentuhan seni yang dikenal dengan metode Sariswara. Hal ini tertuang dalam buku Ki Hadjar Dewantara I tentang pendidikan (1977: 310) yang diterbitkan kembali oleh Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.

Metode Sariswara menggabungkan pelajaran bahasa, cerita, dan lagu. Asosiasi ketiga pelajaran tersebut memudahkan penerimaan secara logis dan mekanis mengenai segala hal yang diajarkan. Tamansiswa menjadikan kesenian sebagai pepucuk pendidikan (ambuka raras angesti wiji).

Karakter positif dapat dibentuk melalui berkesenian. Kesenian sebagai hal terdekat dengan kebudayaan mengolah unsur cipta, rasa, dan karsa secara lengkap. Berkesenian bukan menjadikan siswa sebagai seniman, namun mengantarkan siswa menjadi bibit manusia (wiji) yang beradab, berbudaya, dan memiliki keluhuran budi. Kesenian berpengaruh pada perkembangan jiwa anak ke arah keindahan (raras).

Sariswara menjadi pengajaran kesenian khas Tamansiswa. Produk karya Sariswara diwujudkan dalam drama operet yang mengangkat cerita rakyat lokal dengan memadukan unsur sastra/bahasa, gerak tari, tembang, dan iringan. Karya metode Sariswara dapat diwujudkan dalam bentuk langen carita (SD), langen sekar (SMP), dan langen asmara (SMA).

Langen carita adalah produk Sariswara di taman muda (SD). Pertunjukan sendratari ini menampilkan opera atau sandiwara berbahasa Jawa oleh anak-anak usia 10 tahun hingga 14 tahun. Cerita yang dibawakan berupa cerita rakyat Jawa yang dikemas dengan menggabungkan unsur sastra, musik/tembang/karawitan, dan solah bawa.

Lakon dalam langen carita dapat diambil dari cerita sejarah, babad, dan kehidupan sehari-hari yang sarat pesan moral. Contoh lakon yang dibawakan adalah Jaka Tingkir, Arya Penangsang, Perjuangan Kertaita, dan lain-lain. Langen sekar adalah produk Sariswara di taman dewasa (SMP). Sendratari ini dibawakan oleh anak-anak usia SMP.

Lakon dan kemasan sendratari ini sama seperti langen carita, namun difokuskan pada penyajian tembang macapat. Langen sekar sebagai sarana mengolah dan mengembangkan empat kemampuan dasar nembang macapat. Keempat kemampuan tersebut, adalah kepekaan laras, membaca titilaras, kepekaan irama dan ritme, dan teknik vokal.

Langen asmara adalah produk Sariswara di taman madya (SMA). Sendratari dibawakan oleh anak-anak usia 16 tahun hingga 18 tahun atau usia SMA. Cerita yang dibawakan terdapat unsur percintaan atau asmara. Tembang macapat yang disajikan dalam pementasan langen asmara juga bernuansa cinta, romansa, dan kasmaran, seperti asmaradana.

Tiga produk Sariswara tersebut bertujuan mendidik anak tentang pentingnya keindahan yang menjadikan bahagia. Pertunjukan teater khas Tamansiswa tersebut memberikan kontribusi kognitif, audio, visual, dan pengembangan karakter untuk menjadi manusia yang memiliki keluhuran budi, dimulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa.

Langen carita, langen sekar, dan langen asmara membentuk karakter positif anak, seperti disiplin, percaya diri, pantang menyerah, kerja sama, komunikatif, tanggung jawab, peduli lingkungan, mandiri, kreatif, toleransi, dan bersemangat kebangsaan (nasionalisme).



Olah fisik (wiraga) dan olah rasa (wirasa) yang sesuai ritme (wirama) dalam proses latihan dan pementasan mendidik anak memiliki rasa keindahan untuk memberikan rasa senang atau bahagia. Keindahan berpikir, bertutur, dan bersikap menjadikan kehidupan manusia damai. Inilah manifestasi tema Teater dan Budaya Perdamaian pada Hari Teater Sedunia pada Maret 2023.

Alangkah indah dan kuat pendidikan Indonesia jika pembelajaran di sekolah mengimplementasikan langen carita, langen sekar, dan langen asmara sesuai jenjang pendidikan. Pendidikan melalui berkesenian pasti akan menjadikan generasi bangsa selanjutnya berbudi luhur, kreatif, dan berkebinekaan global.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 April 2023. Penulis adalah guru SDN 3 Punduhsari, Manyaran, Wonogiri, Jawa Tengah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya