SOLOPOS.COM - febrianto (Solopos/Istimewa)

Akhir tahun tepatnya Jumat (30/12/2022), Presiden Joko Widodo resmi mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Alasannya, pandemi Covid-19 di Indonesia sudah melandai, berkaca dari kasus harian Covid-19 pada 27 Desember 2022 yang hanya 1,7 kasus per 1 juta penduduk. Positivity rate mingguan juga di angka 3,3 persen, kemudian bed occupancy rate 4,79 persen, serta angka kematian 2,39 persen. Angka tersebut, kata Jokowi, berada di bawah standar Badan Kesehatan Dunia sehingga pemerintah memutuskan untuk menghentikan PPKM. Sebelum PPKM, berlaku pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Keputusan pencabutan aturan PPKM oleh Presiden Jokowi pun tidak serta merta masyarakat mengabaikan protokol kesehatan. Dicabutnya aturan PPKM hanya membebaskan pergerakan masyarakat. Selama tiga tahun dibatasi, masyarakat terbiasa menjalankan protokol kesehatan. Seperti kebiasaan memakai masker di luar dan di dalam ruangan, mencuci tangan menggunakan sabun setiap melakukan sesuatu menjadi kebiasaan. Sebagian pekerja menjalani work from home (WFH). Penggunaan kendaraan bermotor juga menurun. Dampaknya kualitas udara menjadi lebih bersih karena berkurangnya polusi udara. Selama pandemi, bisa dikatakan bumi melakukan recovery atau penyegaran.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Betulkah saat pandemi bumi mengalami recovery secara alami? Untuk mengetahui dan menjelaskan hal itu dapat dilihat ketika penerapan PSBB/PPKM oleh pemerintah 2019-2021. Dampak dari pembatasan itu adlaah polusi udara cenderung menurun. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di beberapa wilayah Indonesia yang menerapkan PSBB/PPKM, wilayah Makassar, DKI Jakarta, Padang, Pekanbaru, dan Banjarmasin terjadi penurunan rata-rata konsentrasi Partikulat (PM2.5) pada 1 Januari-31 Mei 2020 apabila dibandingkan 2019 pada waktu yang sama. Partikulat (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer). Nilai ambang batas (NAB) adalah batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien. PM2.5 ini dapat berbahaya bagi kesehatan manusia karena dapat mengendap di permukaan dan bagian paru-paru dalam, serta dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan daya tahan paru-paru.

Menurunnya tingkat polusi udara ini relatif terjadi di berbagai daerah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 6 Juni 2020 menyebutkan tingkat penurunan polusi dan kualitas udara imbas pelaksanaan PSBB bervariasi antara kota yang satu dengan lainnya. Kota Makassar terjadi penurunan sebesar 8,18%, Jakarta 14,34%, Padang 20,19%, Pekanbaru 22,13%, dan Banjarmasin 29,78%. Dibandingkan dengan kota lainnya, Banjarmasin mengalami penurunan yang paling besar. Berdasarkan indikator kualitas udara, Kota Makassar, Padang, dan Banjarmasin memiliki kategori kualitas udara baik sedangkan Jakarta dan Pekanbaru memiliki kategori kualitas udara sedang.

Dilihat dari data di atas dapat disimpulkan selama pandemi, faktanya alam justru mengalami recovery besar-besaran. Tingkat polusi yang biasanya cenderung tinggi akibat massifnya penggunaan kendaraan bermotor cenderung menurun. Hal ini menjad angin segar mengingat selama ini polusi menjadi masalah besar.

Kemudian kebiasaan mengenakan masker ketika bertemu orang lain atau ketika bepergian di luar ruangan juga diterapkan masyarakat secara ketat. Mengenakan masker sudah menjadi hal wajib.  Kalau tidak mengenakan masker seperti ada yang kurang dalam diri kita. Ada yang kurang pede saat tidak ada yang menutupi hidung dan mulut kita.

Masker yang awalnya sebagai media pencegah penularan virus, sekarang sudah menjadi gaya hidup. Setiap hari, warga mengenakannya. Saat masker medis langka, masyarakat menggunakan kain yang bisa dicuci. Ketika stok masker banyak, orang-orang cenderung mengenakan masker sekali pakai. Harganya juga relatif murah, tak seperti pada saat awal pandemi.

Peningkatan pemakaian masker sekali pakai ini bukan hanya linear atau datar, tetapi eksponensial atau naik tajam.

Melonjaknya penggunaan masker ini berdampak pula pada limbah. The Independent pada Sabtu (12/3/2021) melansir studi terbaru bahwa manusia di seluruh dunia menggunakan 129 miliar masker wajah setiap bulan. Jika satu bulan terdapat 31 hari, penggunaan masker sekali pakai rata-rata 2,8 juta per menit. Studi itu dipublikasikan di jurnal Frontiers of Environmental Science and Engineering. Para peneliti memperingatkan besarnya volume limbah masker mengandung plastik yang mengancam lingkungan. Mereka mendesak tindakan untuk mencegah hal ini agar tidak menjadi masalah lingkungan.

Tidak seperti botol plastic yang sekitar 25 persennya didaur ulang, tidak ada panduan resmi tentang daur ulang masker. Kemungkinan besar limbah itu dibuang dengan cara tidak tepat.

Kita sudah terbiasa melihat masker bekas berceceran. Terkadang beterbangan tersapu angin. Pernah viral di media sosial seekor camar terlilit tali masker. Ada juga seekor penguin yang tersedak masker yang dibuang sembarangan.

Aktivis lingkungan khawatir banjir masker bekas, sarung tangan lateks dan lainnya terbuang dari sungai sampai ke laut. Lebih dari 1,5 miliar masker masuk ke lautan tahun lalu.  Sungai dan lautan yang sudah tercemar, mendapat tambahan 6.200 ton limbah masker bekas yang mengandung plastik.

Sudah ada tanda-tanda bahwa masker semakin menjadi ancaman bagi kehidupan laut. Ahli konservasi di Brasil menemukan selembar masker bekas di dalam perut penguin setelah tubuhnya terdampar di pantai. Sementara ikan buntal yang mati ditemukan terperangkap di dalam masker bekas di lepas pantai Miami. Operation mer Propre yang terdiri atas aktivis yang bergerak membersihkan lautan yang menemukan seekor kepiting mati terperangkap dalam masker di laguna dekat Mediterania pada bulan September 2021. Para pegiat lingkungan mendesak orang-orang untuk membuang limbah masker dengan benar dan memotong talinya untuk mengurangi risiko hewan terjerat.

OceansAsia meminta pemerintah memberlakukan sanksi bagi pembuang sampah sembarangan dan mendorong penggunaan masker yang bisa dicuci.

Dari paparan itu, beragam permasalahan muncul dari limbah masker bekas. Pengaruh perilaku masyarakat membuang limbah masker sembarangan terhadap meningkatnya jumlah medis sebagai bentuk kejahatan lingkungan. Pemahaman masyarakat terkait regulasi pembuangan limbah medis masih kurang. Hal itu bertolak belakang dengan recovery bumi selama pelaksanaan PSBB/PPKM.

Di sisi lain selama PSBB/PPKM, bumi melakukan recovery besar-besaran dengan menurunnya tingkat polusi yang sudah dipaparkan sebelumnya. Seharusnya perlu dibarengi dengan pengelolaan limbah medis khususnya masker bekas sekali pakai yang baik dan tepat guna. Agar permasalahan sampah masker ini tidak berdampak buruk bagi lingkungan dan alam.

Konsekuensi besar ketika bumi recovery dengan menurunnya tingkat polusi, justru mimpi buruk datang dari aspek lainnya, yakni lonjakan limbah masker dan limbah medis yang tinggi. Masyarakat hendaknya menyikapi permasalahan ini dengan serius.

Karena sudah menjalar pada keberlangsungan ekosistem hewan dan alam lainnya.

Belum ada cara pengolahan limbah masker sekali pakai ini. Para ahli dan ilmuwan harus mencari jalan keluar dengan melakukan penemuan yang tepat guna. Setidaknya hal itu dapat menekan lonjakan sampah masker bekas. Seperti halnya limbah botol plastik yang dapat didaur ulang. Sesegera mungkin temuan-temuan kreatif harus segera digenjot berkaitan dengan pengelolaan sampah masker ini.

Misalnya Penanganan sampah masker sekali pakai yang dibuang juga harus diperhatikan. Misalnya, memotong tali masker saat dibuang, dan menyobek atau memotong masker menjadi beberapa bagian. Hal itu dilakukan agar sampah masker tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Ada juga yang mencuci lebih dulu masker bekas sebelum dibuang. Layaknya mencuci pakaian sehari-hari. Seperti yang dilakukan oleh akun Tiktok @sininiadar pada 2 Januari 2023. Awalnya masker dicuci menggunakan sabun dan air mengalir, lalu dikeringkan. Langkah selanjutnya  tali masker dipotong agar tidak mengganggu proses daur ulang. Setelah itu, dikumpulkan  dan dibawa ke tempat penampungan daur ulang. Limbah masker tersebut dikirimkan ke tempat penampungan sampah Bank Sampah Bersinar di Bandung, Jawa Barat untuk diolah agar tak mencemari lingkungan. Cara itu sempat menimbulkan pro dan kontra warganet.

Dari paparan itu, pandemi menimbulkan dilema dan masalah baru. PSBB/PPKM yang berdampak bumi menjadi bersih dari polusi. Di sisi lain permasalahan lingkungan disebabkan oleh lonjakan limbah medis dan masker sekali pakai. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan ahli lingkungan hidup. Bank Sampah Bersinar di Kota Bandung, Jawa Barat, perlu perbanyak di setiap kota. Harapannya, gaya hidup sehat dengan menggunakan masker tak jadi bumerang.
(Artikel Mimbar Mahasiswa ini terbit pada Selasa, 10 Januari 2023. Penulis adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya