SOLOPOS.COM - R. Bambang Aris Sasangka (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Bukan orang Indonesia kalau tidak suka ribut soal sesuatu, heboh, sampai melupakan esensi. Misalnya soal makan siang gratis, program pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Naga-naganya pasangan ini yang bakal memenangi pemilihan presiden 2024. Program itu sudah mulai dibicarakan, bahkan sudah ada yang mencoba di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, dengan program makan siang gratis bagi siswa SD dan SMP.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Alasan program makan siang gratis di Kabupaten Tangerang, menurut Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, seperti diberitakan Antara, Kamis (29/2/2024), karena tipologi sekolah berbeda-beda seperti di perkotaan, perdesaan, dan pesisir sehingga tepat jadi lokasi percontohan program makan siang gratis dan nanti bisa diterapkan di daerah lainnya.

Orang sekarang biasanya ribut soal makan siang gratis itu karena bertanya “duitnya dari mana,” dan aneka pertanyaan bernada pesimistis lainnya. Belum lagi ada kekhawatiran proyek ini bakal jadi lahan korupsi.

Sesungguhnya program makan siang gratis ini bukan hal baru. Program sejenis ini pernah digelar dengan istilah program makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS). Dalam laporan yang diterbitkan Program Kemitraan untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan (ACDP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2013 yang berjudul Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS), dijelaskan program ini diluncurkan untuk pengentasan gizi buruk, mewujudkan pendidikan untuk semua, dan pengentasan kemiskinan.

Tujuan PMT-AS adalah memperbaiki asupan gizi, memperbaiki ketahanan fisik, meningkatkan kehadiran dan minat belajar, meningkatkan kesukaan akan makanan daerah yang bergizi, memperbaiki perilaku bersih dan sehat, termasuk kebiasaan makan yang sehat, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan menambah pendapatan masyarakat melalui peningkatan penggunaan produksi setempat.

Program ini berjalan pada 2010 dan 2011 dan dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Pada 2010 sasaran penerima dibatasi pada murid sekolah dasar umum/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) kelas I-VI. Pada 2011 anak prasekolah (TK/RA) ditambahkan ke dalam program tersebut.

Evaluasi program ini menunjukkan sejumlah masalah. Terjadi keterlambatan sekolah dalam menerima dana untuk membiayai program ini dan tidak satu pun sekolah yang menjadi sampel penelitian mampu mengikuti pedoman program yang mensyaratkan setiap anak menerima makanan tambahan tiga kali per pekan selama 108 hari dalam kurun waktu dua semester.

Dalam banyak kasus dana yang diterima sekolah tidak mencukupi untuk penyediaan makanan tambahan sesuai jadwal pemberian makanan dan dalam jumlah yang diharapkan karena sasaran ditetapkan sebelum tahun ajaran dimulai dan jumlah tepat murid yang mendaftar sekolah belum diketahui.

Program tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan sehingga berdampak negatif terhadap peningkatan kesehatan dan gizi anak sebagaimana diinginkan. Masalah klasik yang juga ditemukan adalah terkait petunjuk teknis.

Pada 2011, program ini menerbitkan lima petunjuk teknis. Ada temuan petunjuk teknis tersebut digunakan atau dibagikan ke seluruh jenjang mulai dari pelaksana tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, hingga sekolah.

Pengelola dan pelaksana program di desa/sekolah melaporkan program pelatihan untuk pelaksanaan tidak tertata dengan baik dan materi tidak disampaikan dengan jelas dan lengkap. Mereka tidak dapat sepenuhnya memahami petunjuk teknis serta peran dan tanggung jawab masing-masing dalam program tersebut.

Tentu kita berharap ketika program makan siang gratis itu kemudian jadi diwujudkan, pelajaran-pelajaran yang didapat dari program sebelumnya dipahami dan diantisipasi agar tidak terulang. Siapa pun yang pada akhirnya memerintah memang perlu mengadopsi program ini demi memastikan anak-anak yang menjadi generasi penerus bangsa adalah anak-anak dengan dukungan asupan gizi yang baik.

Daripada sekarang kita ribut soal istilah makan siang gratis itu, lebih baik energi diarahkan untuk membahas lebih detail tentang bagaimana hal ini akan dilaksanakan. Siapa leading sector-nya karena program ini akan melibatkan banyak unsur seperti kementerian yang memiliki jaringan sekolah, Kementerian Keuangan selaku pemegang anggaran utama, Kementerian Kesehatan selaku pemantau urusan kesehatan dan gizi, dan berbagai institusi lain.

Skema pembiayaan dan penetapan sasaran harus diperjelas. Tentu tidak semua anak akan mendapatkan makan siang gratis karena prioritas semestinya adalah anak-anak dari keluarga yang tidak atau kurang mampu, anak-anak di daerah terpencil, dan yang membutuhkan bantuan lainnya.

Bank Dunia sudah memperingatkan agar jangan sampai penganggaran baru untuk program—yang jika terlaksana memang bakal masif—ini mengganggu kinerja anggaran secara umum. Manajemen anggaran harus cermat. Jangan lantas terkesan sekadar “bakar duit” demi menunjukkan program ini berjalan sesuai yang dijanjikan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 2 Maret 2024. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya