SOLOPOS.COM - Moh. Khodiq Duhri (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Dalam  beberapa waktu terakhir bisnis teh dan es teh jumbo dengan harga Rp3.000 per gelas makin menjamur di tepi jalanan di Soloraya. Saya tidak tahu siapa yang mengawali model bisnis yang belakangan makin banyak ini.

Di tepi jalan tak jauh dari rumah saya di Kabupaten Sragen, saya menemukan lebih dari 10 gerai es teh atau teh jumbo. Mereka menjadikan pinggir jalan sebagai lokasi membuka lapak karena pembeli tak perlu memarkir kendaraan dan langsung bisa memesan es teh jumbo.

Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh

Teh dan es teh jumbo itu biasa dijual seharga Rp3.000. Apabila tidak ada antrean panjang, satu gelas teh atau es teh jumbo bisa tersaji dalam waktu singkat. Walau dikenal sebagai warung teh, kedai itu tak hanya menjual teh.

Aneka minuman kekinian juga disajikan. Tentu dengan harga yang lebih mahal daripada  teh atau es teh jumbo. Banyak minuman es yang disajikan. Es teh orisinal, es teh lemon, es teh leci, es cokelat susu, es teh susu boba, es cokelat oreo cheese, es taro cheese, es avocado cheese, dan lain-lain.

Minuman es lain dijual mulai Rp4.000 hingga belasan ribu rupiah. Umumnya pedagang menggunakan stan untuk berjualan teh atau es teh jumbo. Belakangan lapak tempat jualan mereka dikemas lebih modern dengan menggunakan kontainer mini.

Mereka menggunakan brand sendiri. Banyak di antara mereka yang membuka waralaba atau franchise kepada siapa pun yang berminat. Seorang teman saya di Kabupaten Sragen bercerita dari satu gerai minuman teh jumbo miliknya rata-rata ia bisa menjual lebih dari 200 gelas per hari.

Ia meraup untung bersih sekitar Rp4 juta per bulan. Angka itu terbilang cukup besar mengingat upah minimum Kabupaten Sragen saat ini hanya Rp1.969.569 per bulan. Saya membayangkan apabila teman saya menambah gerai hingga lima lokasi dalam hitungan kasar ia bisa meraup untung bersih hingga Rp20 juta per bulan.

Konsep berjualan teh atau es teh jumbo berbeda dengan yang ditawarkan warung hik atau angkringan yang menggunakan gelas kaca atau plastik bening untuk mengemas minuman teh hangat maupun es teh.

Walau memiliki cita rasa yang relatif sama karena menggunakan oplosan beberapa merek teh, bisnis teh atau es teh jumbo dikemas lebih modern. Cukup dengan mengandalkan mesin cup sealer, mereka bisa menyajikan teh atau es teh jumbo dengan kemasan praktis dan menarik.

Untuk memudahkan pelayanan, mereka tidak menggunakan es balok, melainkan es kristal yang dalam ukuran lebih kecil daripada dari pabriknya. Teh atau es teh jumbo menjadi solusi instan saat rasa haus plus gerah melanda.

Saking banyaknya peminat, es kristal sempat langka. Teman saya beberapa kali harus membeli es kristal dari Kota Solo saat stok di wilayah Kabupaten Sragen menipis. Gerai teh atau es teh jumbo menjadi model bisnis yang ngetren saat ini.

Setidaknya itu tercermin dari lokasi berjualan yang mudah ditemukan di sepanjang jalan. Dalam dunia bisnis ada mitos bisnis makanan atau minuman yang viral tidak akan bertahan lama. Banyak menu makanan atau minuman baru yang menjadi viral di media sosial.

Konektivitas dengan media sosial menjadi kekuatan bisnis bila ingin viral. Keviralan bisnis tidak menjamin bisnis bisa langgeng. Masyarakat cenderung mencoba makanan atau minuman yang sedang hangat diperbincangkan.

Masyarakat bisa dengan mudah beralih ke makanan atai minuman lain saat muncul usaha dengan inovasi baru. Es kepal milo beberapa tahun lalu viral. Banyak yang berlomba-lomba mendirikan lapak untuk menjual es kepal milo.

Dalam waktu yang singkat, lapak es kepal milo mudah ditemui di tepi jalan. Sekarang pamor bisnis ini nyaris hilang ditelan waktu. Akankah bisnis teh atau es teh jumbo mengalami nasib serupa?

Menurut hemat saya itu bisa terjadi, tetapi juga bisa tidak. Bisnis teh atau es teh jumbo akan tamat manakala makin banyak orang yang membuka usaha ini tanpa memedulikan inovasi.

Bisnis teh atau es teh jumbo akan tetap bertahan ketika pemiliknya berinovasi dengan memperhatikan selera pelanggan. Teh dan es teh adalah minuman favorit setelah air putih. National Geographic dalam artikel The Worlds Top Drink menempatkan teh sebagai minuman paling populer di dunia.

Teh mengalahkan kopi dalam banyak hal. Teh jauh lebih dulu dirasakan lidah manusia daripada kopi. Kepopuleran teh sebagai minuman favorit dunia sudah teruji oleh waktu. Teh kali pertama dipanen pada pada 2700 SM oleh Kaisar Shen Nung yang juga dikenal sebagai seorang tabib andal pada masanya.

Kopi kali pertama ditemukan di Ethiopia, Afrika Timur, pada abad ke-9. Oleh sebab itu, sampai kapan pun, teh sepertinya akan tetap menjadi ladang bisnis yang menguntungkan.

Di warung makan hampir pasti menyediakan minuman teh. Itu membuktikan minuman teh mengakar kuat sebagai salah satu minuman favorit di Indonesia. Coffee shop boleh menjamur di sudut kota, bahkan kini masuk ke banyak desa.

Budaya minum teh, khususnya di Soloraya, lebih dominan daripada budaya minum kopi. Dalam pesta hajatan pengantin para tamu biasa menerima hidangan segelas teh, bukan kopi. Umumnya kopi hanya disajikan untuk kaum muda yang biasa melek semalaman sebagai teman bermain kartu setelah selesai hajatan.

Selama budaya minum teh masih mengakar kuat di masyarakat, selama itu pula bisnis teh akan terus tumbuh dan menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Hanya inovasi yang akan menyelamatkan dari potensi gulung tikar.

Inovasi sangat diperlukan karena jumlah kompetitor dalam bisnis teh atau es teh jumbo makin marak dijumpaii. Inovasi menjadi tantangan yang harus dilakukan bila ingin bisnis teh atau es teh jumbo bisa bertahan lama.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 9 November 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya