SOLOPOS.COM - Teriesta Nuzul Ardani (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Suatu  hari yang panas saat saya sedang menunggu di depan ruang kuliah dengan teman-teman saya, seorang lelaki ganteng berjalan mendekat dari kejauhan. Itu membuat hati saya yang hampa ini terasa seakan-akan ingin meledak.

Parasnya yang rupawan membuat saya seakan-akan ingin jatuh di pelukannya. Ia menggubah mindset saya, bahwa dia cowok paling keren sedunia. Eks kekasih saya pun tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan cowok ini.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Itu terbukti benar karena tanpa sadar dia membantu saya sejenak lekas move on dari bayang-bayang eks kekasih. Saya sampai tidak bisa berkata-kata dan hanya ingin saya dan dia menjadi kita.

Dari kejauhan dia terlihat sedang kebingungan bersama temannya. Mondar-mandir seakan-akan ragu untuk melakukan sesuatu. Tak lama kemudian dia bertanya kepada teman saya yang dari kejauhan samar-samar terdengar seperti menanyakan ruangan.

Teman saya menujukkan ruangan di sebelah ruang kuliah kami. Lelaki itu lalu berjalan mendekat dan  berdiri di depan pintu, ingin masuk. Temannya masih ragu untuk masuk dan mereka malah beradu mulut.

Dia tampaknya yakin ingin masuk ruangan itu lantas dia mengajak temannya dan berkata ”masuko” dengan nada bicara seperti jamaknya perempuan berbicara. Kemudian semua rasa yang pernah ada itu seketika hilang dalam sekejap, tanpa basa-basi.

Tak terasa kami semakin sering bertemu dan semakin terlihat jelas dirinya yang bergaya seperti perempuan. Cara berjalan, cara berbicara, dan cara dia berinteraksi dengan temannya. Dia terlihat lebih cenderung berkumpul dengan perempuan dibanding lelaki.

Entah karena jodoh atau apa saya hampir setiap hari selalu bertemu dengan lelaki gemulai itu di kampus. Entah berpapasan di kantin, di lobi, maupun saat di dekat ruang kuliah. Mungkin juga karena ruang kuliah kami berdekatan dan program studi kami dalam satu gedung.

Dari pengamatan saya yang berkuliah di jurusan pendidikan, saya banyak bertemu dengan tipe lelaki seperti itu. Mereka dengan gaya berjalan dan gaya bicara mereka yang tak bisa membuat kaum perempuan tersipu, tapi malah membuat kaum perempuan merasa pilu.

Mereka ada yang menggunakan make up yang jamak dipakai perempuan. Masih menjadi misteri mengapa ada mindset bahwa lelaki fakultas teknik itu lebih macho daripada lelaki di fakultas ilmu pendidikan.

Entahlah, itu hukum alam atau mindset buatan manusia itu sendiri. Saya yang notabene jomlo menjadi mengeluh pilu dengan keaadan ini. Saya kadang-kadang menjadi emosional sendiri dengan hal ini, seperti ingin berkata,”Hei, kamu itu ganteng, tapi kenapa lembut seperti perempuan?”

Sekarang juga marak lelaki yang mengubah status gender hanya untuk urusan duniawi. Banyak artis melakukan hal tersebut. Bisa jadi hal ini berdampak sosial ke masyarakat yang kemudian membuatnya menjadi lumrah.

Ini bukan hanya di Indonesia, bahkan negeri China disebut tengah mengalami krisis maskulinitas. Sebagian orang percaya bahwa remaja laki-laki di China kini semakin feminin dan lemah lembut seperti perempuan.

Citra jamak lelaki adalah berwibawa, tegas, dan gagah. Kini, mungkin di tengah arus modernisasi dan perubahan budaya yang melanda era milenial, menyebabkan muncul fenomena sosial ”cowok gemulai”.

Istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada lelaki yang terlalu dramatis, berlebihan dalam tampilan, atau cenderung menunjukkan perilaku seperti perempuan. Sekarang banyak dijumpai lelaki berperilaku menyerupai perempuan, seperti cara duduk, cara mereka berbicara.

Mereka bergaya dengan pakaian menyerupai perempuan dengan baju croptop dan pernik-pernik pendukungnya. Pada era kini tampaknya konsep tentang maskulinitas dan femininitas telah mengalami perubahan yang signifikan.

Salah satu pergeseran yang paling mencolok adalah munculnya “lelaki gemulai” atau lelaki yang menampakkan sisi-sisi feminin dalam diri mereka. Ini merupakan respons terhadap perkembangan sosial dan budaya yang memungkinkan ekspresi diri yang lebih bebas dan mendukung kesetaraan gender.

Standar maskulinitas bergeser dari dulu lelaki dikagumi karena kepribadian yang berotot, berwibawa, tegas, dan berani. Kini seakan-akan berubah menjadi lelaki yang putih bersih. Mungkin itu yang menjadikan lelaki sekarang cenderung meniru gaya lelaki Korea.

Standar lelaki setiap negara mestinya berbeda-beda, norma-norma yang berlaku juga berbeda,  sehingga tidak bisa disamaratakan. Ada beberapa alasan mengapa fenomena ”cowok gemulai” muncul dan kini makin banyak, bahkan menjadi tren.

Salah satunya adalah pengaruh media sosial. Banyak orang sering kali berusaha menampilkan versi terbaik dari diri mereka. Hal ini dapat mendorong beberapa individu berusaha terlalu keras untuk mencapai standar yang mungkin tidak realistis.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Oktober 2023. Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya