SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Masyarakat saat ini tidak bisa lepas dari permasalahan limbah. Limbah dari rumah tangga umumnya masih bercampur antara limbah domestik dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Sosialisasi tetang cara memilah limbah belum seluruhnya dapat dipahami masyarakat.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Jika hal tersebut tidak segera diatasi dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Salah satu jenis limbah B3 adalah limbah baterai. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penghasil baterai terbesar di Indonesia, diketahui bahwa perusahaan tersebut memiliki kapasitas produksi sebanyak 1,8 miliar butir per tahun.

Masyarakat umumnya menggunakan baterai untuk beragam alat elektronik seperti remote TV, jam dinding, lampu senter, mainan anak-anak, dan lain-lain.

Baterai tersebut mempunyai harga yang murah dan tersedia di toko terdekat. Baterai alkaline termasuk baterai primer yang mempunyai umur pakai pendek.

Baterai alkaline bekas yang sudah tidak terpakai umumnya hanya dibuang begitu saja tanpa ada pengelolaan yang jelas.

Kebanyakan masyarakat menganggap limbah baterai bisa dicampur dengan sampah rumah tangga lainnya. Padahal limbah baterai membutuhkan pengelolaan dan pengolahan khusus agar tidak berdampak terhadap lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, limbah baterai termasuk B3 karena di dalamnya mengandung logam berat, sehingga memerlukan pengelolaan khusus agar tidak mencemari lingkungan.

Pada baterai primer terkandung unsur Zinc-carbon, campuran MnO2 (Mangan Dioksida), serbuk karbon, NH4Cl (Ammonium Klorida), nikel, mercury, kadmium, dan silver.

Bahan-bahan tersebut yang membuat baterai bekas termasuk dalam kategori limbah B3. Semua jenis logam tersebut jika masuk ke lingkungan akan menjadi micropolutan.

Micropolutan adalah zat yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang menyebabkan daya urai rendah.

Menurut ahli kesehatan keracunan logam dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kehilangan sel darah merah, gangguan lambung, hingga kerapuhan tulang.

Kadmium juga dianggap berbahaya karena elemen kadmium merupakan senyawa karsinogenik. Sedangkan merkuri dapat berefek pada kesehatan manusia, terutama berkaitan dengan sistem syaraf yang sangat sensitif.

Penanganan dan pengelolaan limbah baterai dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Diagram alir pengelolaan dan pemanfaatan baterai bekas.

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses pengelolaan dapat dimulai dari masyarakat/rumah tangga sebagai penghasil limbah.

Selanjutnya pengelolaan meliputi tiga tahap, antara lain tahap pertama dengan memisahkan baterai bekas dengan sampah lainnya pada wadah yang bersifat nonkonduktif.

Tahap kedua, pengumpulan baterai pada posko yang strategis dan aman. Tahap ketiga, pengangkutan oleh tim yang ditunjuk oleh pemerintah setempat menuju tempat pengolahan limbah B3.

Hasil dari proses daur ulang logam yang terkandung dalam baterai diharapkan dapat diperoleh kembali logam yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Dikutip dari Republika.co.id, Pemerintah saat ini tengah mengkaji peran serta industri dalam melakukan proses daur ulang baterai bekas dan mengolah kembali menjadi baterai electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik.

Proses tersebut dilakukan sebagai solusi dari kebutuhan bahan baku baterai EV yang cukup besar. Hasil dari daur ulang diharapkan dapat menghemat penggunaan sumber daya alam dan mengurangi ketergantungan pada penambangan.

Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rifky Setiawan, mengatakan saat ini sudah terdapat teknologi yang bisa mendaur ulang baterai bekas menjadi baterai baru dan dipastikan aman untuk kendaraan.

Selanjutnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, di Morowali sudah disiapkan proses daur ulang baterai/recycle dari baterai bekas untuk diurai per komponen lagi.

Di sisi lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya mendorong pengelolaan dan pemanfaatan baterai bekas. Salah satunya melalui penerapan ekonomi sirkular.



Direktur Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Non Bahan Berbahaya dan Beracun KLHK, Achmad Gunawan Widjaksono, mengatakan saat ini KLHK tengah fokus untuk mengembangkan rantai pasokan yang berkelanjutan.

Oleh sebab itu, pemerintah saat ini mengajak para investor untuk terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan baterai.

Founder PT. Lectro Energi Semesta, Kiwi Aliwarga, menaruh perhatian besar di bidang riset dan komersialisasi baterai. Menurutnya Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan teknologi baterai yang berkelanjutan.

Ia pun menyadari sistem pengelolaan dan pemanfaatan limbah baterai saat ini masih cukup terbatas. Akan tetapi ia optimistis di masa mendatang banyak fasilitas untuk mengolah dan memanfaatkan limbah baterai sehingga dapat digunakan kembali.

Tim Peneliti PUI Baterai UNS telah melakukan penelitian untuk pengolahan limbah baterai sejak tahun 2019.

Penelitian tersebut telah menghasilkan paten dan beberapa luaran publikasi.

Berdasarkan hasil riset tersebut proses daur ulang baterai sangat berpotensi untuk menurunkan harga baterai dan tentunya berdampak mengurangi timbunan limbah baterai.

Dukungan pemerintah untuk lebih kooperatif dalam memfasilitasi para peneliti baik dalam bentuk sarana dan prasarana penelitian menuju zero waste sangatlah penting demi kemajuan Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh Windhu Griyasti Suci, S.T., M.T., Plt. Kaprodi D3 Teknik Kimia Sekolah Vokasi UNS, sekaligus anggota Grup Riset PUI Baterai Lithium, UNS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya