SOLOPOS.COM - Dimas Rahadian Aji Muhammad (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Istilah greenflation menjadi populer dalam beberapa waktu terakhir ini, terutama setelah acara debat calon wakil presiden pada 21 Januari 2024. Sebelum calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka menanyakan hal tersebut kepada calon wakil presiden Moh. Mahfud Md mungkin sangat sedikit masyarakat Indonesia yang mengenal kata ini.

Hal ini sangat wajar sebab di dunia akademis pun istilah greenflation baru didiskusikan mulai tahun 2021. Menurut data dari GoogleScholar, kata kunci greenflation disebut secara berturut-turut pada 2021, 2022, dan 2023 dalam tujuh, 94, dan 159 artikel.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Laman Scopus, sebuah database artikel ilmiah yang bereputasi pada tingkat internasional, menginformasikan hanya terdapat satu artikel pada tahun 2022 dan satu artikel pada tahun 2023 yang membahas greenflation.

Konradt and di Mauro (2023) dalam artikel yang dimuat di Journal of the European Economic Association mendefiniskan greenflation dengan mengacu pada presentasi seorang ekonom Jerman bernama Schnabel Isabel.

Ia mempresentasukan makna greenflation dalam pertemuan tahunan the American Finance Association pada tahun 2022. Secara sederhana, istilah greenflation merupakan penggabungan kata green dan inflation.

Gabungan kata ini dapat diartikan sebagai tekanan inflasi yang timbul dari kebijakan yang terkait dengan iklim yang kemudian perlu diperhitungkan dalam operasi kebijakan moneter.

Diskursus mengenai greenflation ini diawali oleh kenyataan bahwa kegiatan produksi dan distribusi barang dan jasa dalam sistem perekonomian selama ini menggunakan sumber energi fosil yang berdampak pada kerusakan lingkungan.

Untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang lebih jauh, diperlukan sumber energi yang lebih green (ramah lingkungan). Masalah yang terjadi adalah sumber energi yang ramah lingkungan ini masih lebih mahal.

Transisi energi dari energi fosil menuju energi yang ramah lingkungan dapat berdampak signifikan terhadap kenaikan harga produk dan jasa secara luas yang berdampak pada inflasi.

Perbedaan harga ini dapat dipahami dengan cara yang sederhana. Misalnya dalam lingkup yang lebih kecil, saat ini produk yang ramah lingkungan lazimnya memang mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan produk konvensional.

Pada bidang pertanian, misalnya, produk organik lebih mahal dibandingkan dengan produk nonorganik. Seiring perkembangan waktu dan pengembangan metode, bisa jadi suatu saat nanti produk ramah lingkungan akan mempunyai harga dan biaya operasional yang sama dengan produk konvensional.

Crawford and Gordon (2022) mengaitkan greenflation ini dengan situasi geopolitik dan geo-ekonomi yang mungkin terjadi pada masa depan. Transisi energi menuju pengurangan bahan bakar fosil dapat berdampak positif dalam  mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor dan memungkinkan suatu negara menjadi lebih mandiri dalam energi.

Situasi ini dapat memperburuk hubungan antara negara importir dan eksportir bahan-bahan penting dan antara negara-negara yang paling cepat mengadopsi energi ramah lingkungan dan negara-negara yang bergerak lebih lambat.

Guncangan ekonomi akibat greenflation akan merangsang tiga tantangan geopolitik utama. Pertama, muncul politikus dan politik populis yang skeptis terhadap transisi dan mengganggu. Kedua, muncul perpecahan baru antara negara maju dan negara berkembang.

Ketiga, meningkatnya ketegangan pada hubungan antara negara-negara yang kaya sumber daya yang diperlukan untuk transisi energi dan negara-negara lain di dunia. Uraian di atas menjelaskan bahwa greenflation sebenarnya merupakan suatu akibat dari sebuah kebijakan.

Kebijakan negara yang diambil terkait greenflation dapat mempunyai efek besar hingga permasalahan geo-ekonomi dan geopolitik.  Kebijakan negara terkait greenflation ini memerlukan alasan-alasan kuat dan ilmiah yang mempertimbangkan banyak faktor sebelum suatu negara menerapkannya karena berdampak sangat besar.

Itulah mengapa setiap kebijakan yang diambil diperlukan sebuah naskah akademik yang dirumuskan oleh orang-orang yang berkompeten dari berbagai disiplin ilmu yang relevan. Besarnya dampak greenflation memang mengindikasikan bahwa topik ini sama sekali tidak receh.

Topik ini sebenarnya layak untuk menjadi salah satu topik yang dibahas dalam sebuah diskusi tingkat tinggi sekelas debat calon presiden atau calon wakil presiden.

Kemampuan calon pemimpin memandang dan merumuskan kebijakan terkait greenflation ini merepresentasikan keluasan wawasan dan kemampuan calon pemimpin tersebut dalam mengelola permasalahan yang multidisiplin ini.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 29 Januari 2024. Penulis adalah dosen di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya