SOLOPOS.COM - Petugas menunjukan vaksin polio saat Sub-Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di Nusukan, Solo, Senin (15/1/2024). (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Sebagian kecil warga masih menolak memasukkan anak mereka dalam cakupan subpekan imunisasi nasional polio. Sebagian kecil warga yang menolak itu terdapat di Kabupaten Karanganyar.

Di wilayah kabupaten lain di Jawa Tengah dipastikan ada pula sebagian kecil warga yang menolak memasukkan anak mereka dalam cakupan imunisasi massal polio yang dimilai Senin (15/1/2024) lalu.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Subpekan imunisasi nasional polio diselenggarakan di Provinsi Jawa Tengah setelah penemuan satu kasus polio di Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten. Imunisasi massal juga dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur setelah penemuan kasus polio di Pulau Madura.

Sebagian wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berbatasan dengan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah juga masuk dalam cakupan subpekan imunisasi nasional polio pada Januari 2024 ini.

Walau hanya ditemukan seorang anak di Kabupaten Klaten yang positif terinfeksi virus penyebab penyalit polio, kabupaten ini kemudian ditetapkan berstatus kejadian luar biasa polio. Ini menunjukkan polio yang berjangkit harus segera diatasi agar tak menular.

Begitu berstatus kejadian luar biasa polio diikuti penyelenggaraan imunisasi massal polio dengan target cakupan minimal 95% anak berusia nol tahun hingga tujuh tahun 11 bulan 29 hari atau tujuh tahun.

Di tengah penyelenggaraan imunisasi massal itu ada warga yang enggan memasukkan anak dalam cakupan program itu. Alasan mereka aneka macam. Ada yang beranggapan imunisasi bisa diganti konsumsi herbal, ada yang beranggapan tentang konspirasi global di balik imunisasi, ada yang menolak imunisasi berbasis keyakinan agama, ada pula yang ketakutan mengikuti imuniasi karena hanya terpapar informasi tentang kejadian ikutan pascaimunisasi.

Masih ada aneka aneka anggapan dan keyakinan lainnya yang berujung pada sikap menolak imunisasi, menolak memasukkan anak-anak mereka ke dalam cakupan program imunisasi massal.

Memahamkan orang-orang yang berangapan demikian penting. Memahamkan mereka ihwal urgensi imunisasi bagi bayi dan anak-anak. Tentu memahamkan mereka tak bisa menggunakan pola searah.

Di antara mereka bisa jadi sebenarnya paham, tapi menutup diri karena keyakinan tertentu. Seluruh pemangku kepentingan urusan kesehatan masyarakat harus bersinergi memahamkan mereka.

Kasus polio menunjukkan satu anak saja yang terinfeksi berarti membangkitkan potensi bahaya yang bisa mengenai banyak anak lainnya. Memahamkan warga yang menolak dengan berbagai alasan itu menjadi penting demi melindungi anak-anak dari potensi bahaya karena terinfeksi virus polio.

Virus polio menyebabkan anak mengalami lumpuh layuh. Organ gerak tubuh, terutama kaki, mengalami kelumpuhan. Apabila terlambah ditangai, organ gerak tubuh anak tersebut bisa mengalami kelumpuhan permanen.

Memahamkan orang-orang yang menolak imunisasi polio itu bisa dengan meminta mereka membayangkan apabila anak-anak mereka terinfeksi virus polio dan kemudian mengalami kelumpuhan.

Sejauh ini hanya imunisasi yang bisa membentengi anak-anak dari potensi terinfeksi virus polio. Masa depan anak-anak yang lumpuh layuh karena virus polio tak akan secerah anak-anak yang terbebas dari serangan virus polio karena mendapatkan imunisasi lengkap

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya