SOLOPOS.COM - Agus Warsito (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pada suatu kesempatan, istri saya tiba-tiba bertanya tentang pilihan calon presiden untuk pemilihan umum (pemilu) tahun ini. Ia juga menanyakan ada atau tidak arahan untuk memilih salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden.

Dua pertanyaan yang tidak susah dijawab sebenarnya mengingat hanya ada tiga pasang calon presiden-calon wakil presiden untuk Pemilu 2024. Status saya adalah aparatur sipil negara (ASN). Ini membuat saya teringat kewajiban ASN netral pada setiap tahapan pemilu.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Seiring perkembangan teknologi, informasi menyebar dengan sangat cepat melalui media massa maupun media sosial. Kecepatan penyebaran informasi ini meningkatkan risiko misinformasi dan disinformasi, yaitu terjadi perubahan makna dari suatu informasi.

Hal tersebut dapat terjadi secara tidak sengaja maupun memang disengaja. Dalam waktu kurang dari sebulan mendatang, hal-hal seperti ini akan sering kita jumpai. Ada pihak-pihak tertentu yang akan memanfaatkan misinformasi dan disinformasi untuk kepentingan tertentu pula.

Di kalangan ASN, isu netralitas selalu menjadi topik hangat pada setiap pemilu. Di beberapa instansi pemerintah diterbitkan peraturan khusus yang mengatur hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan (do and don’t) oleh ASN untuk menjaga asas netralitas tersebut.

Netralitas ASN menjadi hal yang sensitif dan menjadi salah satu pelanggaran pemilu yang paling sering dilaporkan. Sering pelanggaran tersebut terkait dengan hal-hal sepele, seperti gestur atau gaya ASN pada momen-momen foto bersama.

Berfoto dengan mengacungkan jempol dapat diartikan mendukung calon presiden-calon wakil presiden nomor satu. Berfoto dengan dua jari yang merupakan gaya paling standar bagi sejuta umat dikatakan dukungan khusus kepada calon presiden-calon wakil presiden nomor dua.

Berfoto dengan gaya tiga jari, yang biasanya diartikan ”salam metal”, dapat dikonotasikan menjadi ASN tidak netral karena mendukung calon presiden-calon wakil presiden nomor tiga.

Seperti apa sebenarnya aturan netralitas untuk para ASN? Apakah sedemikian rigid sampai-sampai untuk menjawab pertanyaan istri saja jadi terpikir asas netralitas ASN dalam pemilu?

ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 yang mencabut peraturan sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam aturan tersebut ada ketentuan ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN diamanatkan tidak berpihak pada segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyatakan bahwa PNS dilarang memberi dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi pemilihan kepala daerah/pemilihan umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS mengatur PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan kepada salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.

Selain karena alasan integritas dan profesionalisme, netralitas ASN penting untuk mewujudkan pemilu yang demokratis dan adil. Berdasarkan data Badan Kepegawaian negara (BKN) per September 2022, jumlah ASN sebanyak 4.315.181 orang (PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK).

Sedangkan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 204.807.222 orang. Jika ASN tidak netral dan kemudian menggunakan sumber daya yang dimiliki dan dikuasai untuk memengaruhi orang-orang di sekitarnya, dapat dibayangkan besarnya pengaruh tersebut terhadap perolehan suara dalam pemilu.

Sebagai perumpamaan, misalkan satu orang ASN dapat memengaruhi enam orang di sekitarnya, seperti istri, satu anak, dua orang tua, dua orang mertua, maka akan meraup total lebih dari 30 juta suara (4.315.181 x tujuh orang) atau mencapai 15% dari total DPT.

Jumlah yang sangat besar tentu dan mungkin saja akan sangat menentukan hasil pemilu jika jumlah tersebut terafiliasi kepada salah satu kandidat saja. Walakin, jangan sampai asas netralitas ini menjadi penghalang bagi para ASN untuk ikut menyemarakkan pesta demokrasi Pemilu 2024.

Jangan sampai asas netralitas ASN ini dimaknai dalam arti yang sempit, seperti dengan memilih semua calon dalam kertas suara yang justru membuat suara tidak sah atau dengan memutuskan untuk menjadi golongan putih atau golput supaya adil bagi semua calon.

Netralitas juga jangan dimaknai mengharamkan ASN untuk berdiskusi atau sekadar membicarakan hal-hal terkait pemilu. Bukan hal yang salah tentu bagi para ASN tetap mengikuti pesta demokrasi.

Misalnya dengan mempelajari visi dan misi para calon, menyimak dan mendebat hasil debat calon presiden-calon wakil presiden, atau mengikuti berita-berita terbaru yang terkait dengan kontestasi Pemilu 2024.

Pada dasarnya ASN adalah warga negara biasa yang memiliki hak suara dalam pemilu. ASN juga perlu memperoleh informasi sebanyak-banyaknya untuk memantapkan pilihan kepada calon presiden-calon wakil presiden dan calon wakil rakyat yang dinilai mampu membawa kemajuan bangsa, setidaknya untuk lima tahun ke depan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 26 Januari 2024. Penulis adalah pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan dan mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Gadjah Mada)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya