SOLOPOS.COM - Ichwan Prasetyo (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO – Pada  era 1980-an hingga 1990-an isu tentang lubang ozon menjadi pembicaraan sehari-hari. Televisi, radio, dan koran masa itu intensif memberitakan hal ihwal kerusakan lapisan ozon.

Intensitas pembicaraan tentang kerusakan ozon yang mengancam kehidupan di Planet Bumi kala itu seintensif pembicaraan tentang global warming atau pemanasan global hari-hari ini.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Wacana kerusakan lapisan ozon menjadi pembicaraan di kelas-kelas sekolah dasar hingga sekolah menengah. Ozon ditemukan—sebagian besar—di stratosfer. Ini lapisan atmosfer yang posisinya 10 kilometer hingga 50 kilometer di atas permukaan bumi.

Lapisan ozon membentuk perisai pelindung Planet Bumi. Perisai yang tak terlihat  itu menyerap radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang sangat merusak. Planet Bumi tanpa lapisan ozon meniscayakan ketiadaan kehidupan.

Penelitian intensif oleh para ilmuwan masa itu menyimpulkan penyebab utama kerusakan lapisan ozon adalah penggunaan senyawa buatan manusia yang disebut chlorofluorocarbons (CFC). Senyawa ini digunakan dalam aerosol dan perangkat pendingin—air conditioner atau AC dan lemari pendingin atau kulkas.

Penemuan kerusakan lapisan ozon dan CFC sebagai penyebab utama memunculkan kesimpulan kerusakan lapisan ozon berdampak buruk pada kesehatan manusia dan ekosistem. Kesimpulan itu memicu ketakutan publik.

Pada saat yang sama memobilisasi penyelidikan ilmiah. Pemerintah negara-negara di dunia berkolaborasi mengatasi dalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada 1987, Protokol Montreal diadopsi negara-negara di dunia untuk melindungi lapisan ozon.

Caranya dengan menghapus secara bertahap bahan kimia yang mengikis ozon. Pada 1990-an dan awal 2000-an, produksi dan konsumsi CFC dihentikan. Pada 2009, sebanyak 98% bahan kimia yang disetujui dalam perjanjian itu telah dihapuskan.

Pada 2010, pengurangan emisi karena Protokol Montreal adalah 9,7 gigaton hingga 12,5 gigaton setara CO2, kira-kira lima hingga enam kali lebih banyak daripada target Protokol Kyoto. Protokol Kyoto adalah perjanjian internasional yang diadopsi pada 1997.

Protokol Kyoto diperbarui dengan Perjanjian Paris yang berlaku pada 2016. Tujuannya mengurangi emisi gas rumah kaca. Protokol Montreal layak disebut kesepakatan perlindungan iklim yang jauh lebih berhasil daripada perjanjian lainnya tentang iklim yang dirumuskan umat manusia hingga saat ini.

Mengapa kerja sama masif dan erat masyarakat internasional mengatasi kerusakan lapisan ozon tak mewujud ketika kini umat manusia menghadapi bahaya pemanasan global?

Diskusi di salah satu sesi Sekolah Basis—diselenggarakan oleh majalah filsafat dan kebudayaan Basis—di Omah Petroek, Dukuh Wonorejo, Kelurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 25-27 Agustus 2023, mencerahkan dan menjawab pertanyaan itu.

Narasumber kelas tentang gerakan hijau itu adalah C. Bayu Risanto. Dia kini postdoctoral research associate di Department of Hydrology and Atmospheric Science University of Arizona. Bayu adalah salah seorang dari sangat sedikit ilmuwan muda di negeri ini yang menekuni kajian tentang iklim.

Kepentingan ekonomi menjadi pembeda sekaligus hal yang sama dalam gerakan internasional mengatasi kerusakan lapisan ozon dan upaya masyarakat dunia mengatasi pemanasan global. Pada urusan lubang ozon, negara-negara di dunia menemukan pengganti CFC.

Pengganti CFC dapat diproduksi dengan cepat dan berbiaya tak terlalu mahal. CFC adalah komponen yang dapat diganti dengan beberapa produk. Kepentingan ekonomi yang bersimpul pada produksi aerosol dan perangkat pendingin tidak terganggu oleh penghapusan CFC.

Ada pengganti CFC yang bisa segera diproduksi dan digunakan. Sedangkan pada ranah pemanasan global, bahan bakar fosil—sebagai simpul utama emisi karbon penyebab pemanasan global—sampai saat ini belum tergantikan.

Sampai hari ini, negara-negara di dunia masih menganggap pencarian dan penggunaan sumber energi baru dan terbarukan terlalu mahal. Energi nuklir ternyata mengandung potensi ancaman sangat mengerikan.

Memanfaatkan tenaga bayu dengan kincir angin butuh biaya mahal. Kincir angin ternyata mengancam populasi burung-burung yang bermigrasi. Baterai untuk menyimpan energi dalam waktu lama belum ditemukan.

Baterai yang tersedia saat ini belum memenuhi harapan. Ada pula ancaman sampah baterai yang merusak lingkungan. Produksi baterai juga serangkai dengan ekspolitasi nikel—yang merusak alam.

Hal-hal seperti itu menyulitkan pindah dari bahan bakar fosil ke sumber energi baru dan terbarukan. Urusan demikian membelah pemahaman dan praksis. Sampai hari ini masyarakat dunia  terbelah dalam dua kutub diametral.

Satu kutub memahami dan meyakini pemanasan global dan perubahan iklim sedang terjadi. Satu kutub lagi menganggap pemanasan global hanyalah hoaks. Kutub pemahaman ini meyakini Planet Bumi selalu bisa ”menyembuhkan diri” secara alamiah.

Dua kutub ini didukung kekuatan ekonomi global. Isu energi hijau, ekonomi hijau, dan sejenisnya didukung praktisi-praktisi ekonomi global dan industrialis yang sadar kenyataan dan ancaman pemanasan global.

Kutub yang menganggap pemanasan global sebagai hoaks juga didukung kekuatan industrialis dan pemodal global. Masing-masing beradu wacana dengan landasan argumentasi. Kutub yang meyakini pemanasan global sebagai hoaks juga didukung kalangan ilmuwan.

Demikian pula yang meyakini pemanasan global sedang mengancam umat manusia. Di tengah realitas ketidakompakan umat manusia—tidak belajar dari kerusakan ozon dan Protokol Montreal, saya memilih berada di barisan yang meyakini pemanasan global sedang terjadi dan mengancam umat manusia.



Langkah-langkah berkelanjutan, walau kecil dan sangat lokal, harus terus dilakukan demi menjaga Planet Bumi. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, menjaga kelestarian alam, mengontrol pemakaian listrik, dan mengendalikan limbah dan sampah adalah contoh langkah-langkah kecil itu.

Menengok dan membaca status Planet Bumi terkini adalah langkah kecil untuk menjaga dan menguatkan kesadaran kita tentang bahaya pemanasan global. Status Planet Bumi terbaru bisa dibaca di https://www.ipcc.ch/assessment-report/ar6/.

Kini kita masih berbicara tentang apa yang mungkin kita lakukan ketika sudah ada contoh yang jelas untuk dipelajari. Anda mau berada di barisan memahami pemanasan global sebagai realitas dan ancaman atau barisan yang menganggap itu sebagai hoaks?

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 September 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya