SOLOPOS.COM - Satrio Wahono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Komik  adalah salah satu produk industri kreatif yang punya potensi ekonomi dahsyat. Di Amerika Serikat, industri komik—yang didominasi komik superhero—mencatatkan total nilai penjualan US$1,905 miliar untuk edisi cetak dan US$705 juta untuk edisi digital pada 2021.

Artinya, total penjualan komik di Amerika Serikat mencapai US$2,610 miliar atau sekitar Rp39 triliun. Jelas, ini bukan pencapaian remeh. Belum lagi jika kita menghitung produk turunan dari komik, seperti film, novel adaptasi, dan lain sebagainya.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Di Jepang, industri komik yang disebut manga tak kalah berjaya. Komik One Piece karya Eichiro Oda atau Oda-Sensei menjadi komik terlaris sepanjang masa dengan terjual 490 juta eksemplar hingga April 2022.

Industri adaptasi film dari manga yang disebut anime tak kalah bergairah mendatangkan devisa bagi Negeri Sakura tersebut. Indonesia seharusnya mencontoh keberhasilan dua negara adidaya tersebut. Indonesia pernah menorehkan prestasi gemilang di bidang komik.

Marcel Bonneff dalam disertasi tentang komik Indonesia (Komik Indonesia, KPG, 1998, hal. 85) mencatat komik Indonesia pada era 1970-an berjaya. Pada 1971, ada 876 judul diterbitkan dengan total penjualan antara dua juta hinga tiga juta eksemplar.

Pada era itu komik silat mendominasi, 48,75% dari total komik, disusul genre komik roman remaja, sebanyak 36,75%.  Kejayaan komik lokal menurun seiring kedatangan komik-komik terjemahan, seperti komik terjemahan superhero dari Amerika Serikat (terutama oleh penerbit Cypress), komik terjemahan dari Eropa (oleh penerbit Sinar Harapan dengan komik Asterix, Indira yang sukses dengan komik Tintin, dan lain sebagainya), dan komik Jepang (oleh Elex Media).

Format komik berwarna yang ditawarkan Amerika Serikat dan Eropa serta variasi genre yang ditawarkan komik manga Jepang menggerus pamor komik lokal hingga mati suri. Untunglah, beberapa tahun belakangan muncul penerbit Bumi Langit yang merevitalisasi karakter komik-komik lama seperti Godam, Gundala, Si Buta, Sri Asih, dan lain sebagainya. Industri komik lokal tetap belum menyamai popularitas pada era 1970-an.

Kita tidak boleh berpangku tangan. Justru fakta total penjualan komik di Amerika Serikat meningkat secara konsisten dalam satu dasawarsa terakhir, dari US$1,104 miliar pada 2011 ke US$2,610 miliar pada 2021 harus menjadi pemicu Indonesia untuk mengoptimalkan potensi ekonomi dahsyat komik lokal. Ada sejumlah langkah yang bisa kita tempuh.

Sinergi

Pertama, mengikuti rintisan penerbit Bumi Langit. Calon investor dan pebisnis komik bisa mengangkat kembali karakter-karakter yang sempat populer dan melekat di benak pembaca lokal kita. Karakter seperti Jaka Sembung, Jaka Tuak, dan banyak lagi masih terbuka untuk diakuisisi dan dikembangkan.

Industri komik bisa menjalin sinergi dengan industri lain, seperti industri sinema dan merchandise untuk mengangkat popularitas para karakter tersebut. Kedua, pebisnis komik bisa meniru gaya komik luar, tapi dengan menampilkan karakter yang khas budaya Indonesia supaya lebih mengena (relate) dengan konsumen lokal.

Ini sudah dilakukan penerbit Re:On yang mengadaptasi gaya lukis manga dari Jepang, tapi dengan menyuguhkan cerita (storyline) dan karakter yang sangat Indonesia. Penerbit ini bisa bertahan dan menjadi salah satu penerbit komik papan atas di Indonesia.

Ketiga, penerbit komik harus yakin kualitas komikus Indonesia bisa disandingkan dengan komikus luar negeri. Ardian Syaf, Yasmine Putri, dan Sunny Gho, misalnya, terbukti memiliki kualitas gambar yang bagus hingga dipakai oleh penerbit komik Amerika Serikat ternama: Marvel dan DC.

Keempat, membenahi segi kepenulisan komik. Satu edisi komik profesional biasanya disajikan oleh satu tim kreatif yang meliputi penulis (writer), komikus (artist/penciller), peninta (inker), pewarna (colorist), penulis balon kata (letterer), dan editor. Komik lokal biasanya lemah dari segi penulisan.

Sebagai solusi cepat kita sebetulnya bisa mengajak para novelis atau sastrawan lokal ternama menjadi penulis komik. Ini menjadi tren di industri komik Amerika Serikat. Neil Gaiman yang lebih dulu populer sebagai sastarawan di Inggris kini justru lebih terkenal sebagai penulis komik serial Sandman di Vertigo.

Novelis perempuan Jodi Picoult juga sempat menulis komik Wonder Woman untuk DC. Intelektual kulit hitam Ta-Nahisi Coates menulis komik Black Panther untuk Marvel dan menuai sukses dari segi mutu maupun penjualan.

Kelima, pemerintah harus memberikan berbagai insentif pajak, pengembangan infrastruktur digital, atau alokasi dana bagi perkembangan komik lokal. Pengembangan komik lokal sangat sesuai dengan komitmen pemerintah mendorong optimalisasi pertumbuhan industri kreatif Indonesia.

Pemerintah menyebut industri kreatif meliputi usaha kuliner, fashion, kriya, film, animasi, video, seni pertunjukan, dan desain komunikasi visual. Jelas, komik bisa digolongkan bagian dari desain komunikasi visual. Berbekal kelima langkah itu semoga industri komik lokal kita bisa berjaya dan memberikan kontribusi positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 Februari 2023. Penulis adalah penyuka komik dan alumnus Magister Filsafat Universitas Indonesia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya