SOLOPOS.COM - Mulyanto Utomo, Wartawan SOLOPOS

Mulyanto Utomo, Wartawan SOLOPOS

Ketika meresmikan Rumah Bersalin Gratis (RBG) Yayasan Solo Peduli Umat, di kawasan Jebres, Solo akhir pekan lalu Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al-Jufri menyatakan membangun kepercayaan masyarakat itu tidak mudah.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

”Jika Solopeduli saat ini telah mampu menghimpun donatur hingga 36.000 orang, itu sungguh luar biasa. Itu artinya masyarakat telah memiliki kepercayaan yang tinggi kepada lembaga ini,” begitu kira-kira yang disampaikan Mensos Salim Segaf saat memberi kata sambutan menjelang peresmian.

Kepercayaan berasal dari kata ”percaya”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, percaya bermakna mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata. ”Kepercayaan” bisa diartikan sebagai sesuatu yang dipercayai atau keyakinan (akan kejujuran, kebaikan, dan sebagainya) dan bisa pula menyangkut orang yang dipercaya (diserahi sesuatu dan sebagainya).

Memang benar apa yang dikatakan Mensos bahwa membangun kepercayaan itu bukan perkara mudah. Kepercayaan tidak cukup dibangun dengan publikasi, promosi atau pencitraan. Apalagi sekadar dilandasi janji. Kepercayaan itu menyangkut dalil kebenaran, tindakan nyata, kejujuran, moralitas dan di dalamnya ada amanah yang harus dijalankan secara konsisten serta bertanggung jawab.

Sepanjang dalil-dalil yang saya sebut di atas terpenuhi maka kepercayaan yang dibangun akan berdiri dengan kokoh di tengah-tengah masyarakat. Namun, jika sebuah kepercayaan diselewengkan, dikhianati, dalam hitungan detik kepercayaan itu bisa runtuh.

Sebagai pemrakarsa terbentuknya Yayasan Solo Peduli Umat, Pak Danie H Soe’oed (Pemred SOLOPOS kala itu), Pak Eri Sudewo (Saat itu Direktur Dompet Dhuafa) dan saya tidak pernah menyangka jika setelah berjalan selama 13 tahun Solopeduli bisa ngrembaka seperti sekarang ini. Mampu menghimpun dana miliaran rupiah setiap tahun atau sekitar Rp500 juta per bulan adalah sebuah bentuk kepercayaan dari masyarakat yang tidak main-main.

Awalnya, Solopeduli digagas ketika masyarakat Indonesia dilanda krisis moneter pada 1998. Krisis moneter saat itu menyebabkan perekonomian terpuruk, terjadi banyak PHK, pengangguran di mana-mana sehingga angka kemiskinan semakin meningkat. Melihat kondisi memprihatinkan seperti itulah, Solopeduli dihadirkan untuk menumbuhkan kepedulian kepada sesama, terutama kepedulian kepada masyarakat duafa yang paling menderita akibat krisis.

Sesuai dengan namanya, Solopeduli memang digagas untuk berkhidmat mengangkat nilai-nilai kepedulian masyarakat kepada kaum duafa (miskin). Kepedulian tersebut digalang melalui dana zakat, infak, sedekah, wakaf (ziswaf) serta dana sosial lainnya yang halal dan legal dari perseorangan, perusahaan atau lembaga. Dengan demikian, Solopeduli sejatinya adalah lembaga sosial milik masyarakat Solo dan sekitarnya.

Pada awalnya, Solopeduli berjalan dengan modal Rp25 juta dari Dompet Dhuafa (Republika), dengan hanya dua orang personel petugas pelaksana. Namun, dengan ketekunan, kesungguhan para pelaksana mengemban amanat umat, jika pada 1997 hanya mampu menghimpun dana Rp7,1 juta, pada 2011 telah mencapai Rp5,7miliar dengan jumlah karyawan 136 orang.

Kepercayaan tidak sekadar tumbuh dari kemampuan menghimpun dana. Sejatinya, tindak lanjut atas dana yang berhasil dihimpun itulah yang kian memperkokoh nilai kepercayaan atas amanah yang diberikan masyarakat. Bagi saya, peran kawan-kawan di lapangan atas komando Supomo selaku Direktur Solopeduli dengan inovasi beragam program itulah yang membuat Solopeduli semakin dipercaya masyarakat.

“Kami memang terus berupaya mewujudkan program-program inovatif dan solutif untuk masyarat duafa. Filosofinya kami ingin menghadirkan layanan gratis dan paripurna untuk masyarakat duafa, sejak mereka belum lahir hingga mereka meninggal dunia,” kata Supomo saat berbincang dengan saya suatu ketika.

Dengan filosofi seperti itulah secara berturut-turut lahirlah Rumah Bersalin Gratis (2007), Pesantren Gratis untuk anak yatim-duafa (2008), SMK Gratis Smart Informatika (2009), Kursus Stir Mobil Gratis (2010), Layanan Ambulans Gratis untuk orang sakit maupun layanan mengantar jenazah sejak 2006.

Ketika kepercayaan telah diberikan, menjaga kepercayaan serta meningkatkan tingkat kepercayaan itu menjadi tugas yang tidak ringan. Menggalang kepedulian adalah cita-cita mulia. Masih begitu banyak persoalan kaum duafa yang perlu bantuan semua kalangan. Menjadi seorang dermawan tidaklah harus bangsawan kaya raya. Uang Rp10.000 jika dikumpulkan dari banyak orang bukanlah sebuah keniscayaan untuk menjadikan Soloraya ini sebagai kawasan yang peduli.

Berharap kepada pemerintah untuk menyelesaikan semua persoalan kemiskinan saya kira sangatlah mustahil. Negara ini memerlukan pertolongan seluruh komponen bangsa. Siapa lagi yang bisa menolong negeri ini kecuali kita mulai dari diri sendiri. Mengharapkan para pemimpin, para elite politik, para priyagung yang ada di menara kekuasaan sana rasanya sulit.

Kepercayaan rakyat kepada mereka yang memimpin, yang diberi amanah untuk mengelola negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini, dari hari ke hari kian menipis. Mereka yang kita percaya justru berkhianat, mengabaikan dalil kebenaran, lupa bertindak nyata, tidak jujur, tidak konsisten serta tidak bertanggung jawab dalam menjalankan amanah rakyat. Mereka lebih senang mementingkan diri sendiri.

Jika sudah demikian, apa salahnya kita mulai bergerak, sekalipun dalam kapasitas yang kecil dan sedikit. Namun, ketika kecil dan sedikit itu dibalut dalam kebersamaan, kepedulian kepada sesama yang menggelora, bukan mustahil akan menjadi kekuatan yang dahsyat demi kejayaan negara dan bangsa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya