SOLOPOS.COM - Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mengenakan topeng Firli Bahuri (kanan) dan Syahrul Yasin Limpo (kiri) saat aksi bersama di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Aksi tersebut sebagai dukungan kepada kepolisian untuk terus mengungkap kasus dugaan pemerasan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (Antara/Asprilla Dwi Adha)

Polda Metro Jaya menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjadi tersangka tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi.

Firli ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu pada Rabu (22/11/2023) malam. Penyidik Polda Metro Jaya menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Firli sebagai tersangka.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan hingga penerimaan gratifikasi dengan tersangka Firli itu berkaitan dengan penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian sejak 2020.

Dalam sejarah KPK, kasus menjadikan komisioner atau pimpinan institusi tersebut sebagai tersangka bukan terjadi kali ini saja. Empat pimpinan KPK pernah bersatus tersangka, yaitu Bibit Samad Riyanto, Chandra Hamzah, Bambang Widjojanto, dan Abraham Samad.

Posisi dan konteks mereka berempat menjadi tersangka dan Firli yang menjadi tersangka jelas sangat berbeda. Empat orang pimpinan KPK itu menyandang status tersangka yang oleh publik justru dianggap sebagai pahlawan.

Saat itu  muncul dugaan ada rekayasa kasus yang berujung empat orang pimpinan KPK itu menjadi tersangka dalam penyidikan yang dilakukan kepolisian. Saat itu posisi KPK masih menjadi lembaga antikorupsi yang mendapat kepercayaan tinggi dari publik.

Konteks sekarang adalah KPK boleh dikatakan telah kehilangan kepercayaan dari sebagian besar publik di negeri ini. Kasus Firli jelas berbeda dengan empat pimpinan KPK sebelumnya itu.

Kasus Firli adalah murni pidana korupsi berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi. Ini adalah tindak kejahatan yang sama sekali tidak ada muatan ”kepahlawanan” sebagaimana kasus yang menjadikan Bibit Samad Riyanto, Chandra Hamzah, Bambang Widjojanto, dan Abraham Samad mendapat status tersangka.

Penetapan Firli sebagai tersangka berdampak pada kehancuran KPK. Ini adalah titik kulminasi atau puncak tertinggi dari proses seleksi calon pimpinan KPK yang buruk sebagai bagian nyata dari rangkaian pelemahan KPK secara sistematis.

Penetapan Firli sebagai tersangka harus dimaknai sebagai momentum membersihkan KPK sekaligus menguatkan lagi KPK. Tidak ada tindak korupsi yang dilakukan sendirian. Ketika Firli menjadi tersangka kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi, patut diduga dia tidak sendirian.

Patut diduga  ada orang lain yang terlibat, khususnya orang dalam KPK. Ini harus dibongkar oleh penyidik Polda Metro Jaya. Jadikan ini sebagai memomentum membersihkan KPK dari anasir-anasir yang menyalahgunakan wewenang dan menggunakan kesempatan dalam kesempitan untuk meraih keuntungan material bagi pribadi dan kelompoknya.

Realitas terburuk KPK ini hendaknya membangkitkan lagi tuntutan publik untuk menguatkan lagi KPK dengan merevisi lagi UU KPK yang telah terbukti secara meyakinkan melemahkan KPK dan memperburuk kinerja KPK.

Di internal KPK harus segera dilakukan evaluasi dan perbaikan sistem kerja, pedoman kerja, dan lain sebagainya. Masak lembaga antikorupsi malah jadi sarang koruptor kelas kakap…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya