SOLOPOS.COM - Suharsih (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Selama  sembilan tahun terakhir, tepatnya sejak 2015 sampai tahun ini, desa-desa di Kabupaten Wonogiri menikmati kedaulatan dan kemandirian dalam pengelolaan keuangan dengan adanya dana desa dari pemerintah pusat.

Pengguliran dana desa ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tujuan penyaluran dana desa itu, menurut UU Desa, sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Dana desa diharapkan menciptakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa menjadi adil, makmur, dan sejahtera. Mekanisme penyaluran dana desa diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa.

Peraturan pemerintah tersebut menjelaskan dana desa bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan dialokasikan secara berkeadilan berdasarkan alokasi dasar dan alokasi yang dihitung memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota.

Dana desa yang diperoleh setiap desa berbeda-beda antara satu dengan lainnya, maupun dari tahun pertama ke tahun berikutnya. Rata-rata pemerintah desa menerima ratusan juta rupiah hingga ada yang mencapai di atas Rp1 miliar.

Pencairan dana desa dibagi menjadi dua tahap, yakni tahap mekanisme transfer APBN dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD) dan tahap mekanisme transfer anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dari RKUD ke kas desa.

Penggunaan dana desa diprioritaskan untuk membiayai program pembangunan desa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta penanggulangan kemiskinan.

Program pembangunan desa yang dibiayai dana desa ditentukan melalui musyawarah yang melibatkan masyarakat desa dengan memperhatikan potensi desa dan harus sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) serta rencana kerja pemerintah (RKP) desa.

Penggunaan dana desa juga harus dievaluasi secara terbuka yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Mengutip laman menpan.go.id, hingga 2021 total dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat mencapai Rp400,1 triliun.

Perinciannya, pada 2015 senilai Rp20,8 triliun, kemudian pada 2016 senilai Rp46,7 triliun, tahun 2017 senilai Rp59,8 triliun. Selanjutnya tahun 2018 senilai Rp59,8 triliun, tahun 2019 senilai Rp69,8 triliun, tahun 2020 senilai Rp71,1 triliun, dan tahun 2021 senilai Rp72 triliun.

Pada 2022 senilai Rp68 triliun dan pada 2023 senilai Rp70 triliun. Total dana desa yang sudah digelontorkan APBN selama sembilan tahun terakhir mencapai sekitar Rp540 triliun.

Dana itu disalurkan ke 74.961 desa di 434 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Angka itu bukanlah angka yang kecil. Presiden Joko Widodo mewanti-wanti agar pemerintah desa berhati-hati menggunakan dana itu. Jangan sampai salah sasaran dan pengelolaan karena efeknya bakal sangat besar.

Bagi pemerintah dan masyarakat desa, dana desa yang dikelola dengan baik untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sangat besar manfaatnya.

Jalan-jalan desa yang tadinya masih berupa jalan tanah atau makadam kini menjadi jalan beton atau aspal yang lebih halus dan tidak gampang rusak. Pemberdayaan ekonomi berjalan.

Misalnya pengembangan sektor wisata seperti yang dilakukan Pemerintah Desa Wunut, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, yang tiap tahun mengalokasikan sebagian dana desa hingga kini memiliki objek wisata Umbul Pelem yang mampu menyedot ribuan pengunjung dan mendatangkan pemasukan hingga miliaran rupiah per tahun.

Pengentasan kemiskinan juga terlihat dengan kontribusi dana desa untuk bantuan perbaikan rumah tak layak huni (RTLH) maupun bantuan langsung tunai atau pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Ada desa-desa yang sudah tidak ada lagi alias nol rumah warga yang tidak layak huni sejak ada guliran dana desa dari pemerintah pusat. Belum semua desa mencapai 100% target yang diharapkan dari pengguliran dana desa, meski program itu sudah bergulir selama sembilan tahun.

Banyak desa yang masih fokus pada pembenahan infrastruktur fisik dan belum menyentuh pemberdayaan masyarakat maupun pengentasan kemiskinan.

Tentu menjadi harapan semua pihak, terutama pemerintah dan masyarakat desa, agar dana desa yang memberikan kedaulatan dan kemandirian dalam pengelolaan keuangan desa tetap dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang meski ada pergantian kepemimpinan tertinggi di negeri ini pada 2024.

Jangan sampai budaya ganti pemimpin ganti kebijakan terjadi pada dana desa. Diharapkan pula agar pengelolaan dana desa benar-benar menjadi kedaulatan pemerintah dan masyarakat desa, tanpa ditunggangi program dari pemerintah pusat seperti yang terjadi saat masa pandemi Covid-19.

Saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020-2022, pemerintah pusat mewajibkan pemerintah desa mengalokasikan minimal 40% dana desa yang diterima untuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi warga miskin yang belum menerima bantuan dari program penanganan kemiskinan lainnya seperti program keluarga harapan atau bantuan pangan dari pemerintah.

Alokasi BLT dana desa itu di luar perencanaan yang dibuat pemerintah dan masyarakat desa sehingga ada program-program terencana yang terpaksa dikorbankan atau ditunda pelaksanaannya.

Angka 40% untuk BLT dana desa yang disamaratakan untuk semua desa juga menyulitkan pemerintah desa ketika menentukan siapa penerimanya.

Tahun ini alokasi dana desa untuk BLT dikurangi menjadi hanya 10%, namun bagi pemerintah desa adanya “titipan” program pemerintah pusat yang dibebankan ke dana desa itu mengurangi kedaulatan pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan.



Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran bisa saja akan ada lagi program-program “titipan” semacam ini dari pemerintah pusat yang membuat pemerintah desa harus mengorbankan program-program yang sudah direncanakan dan membuat pemanfaatan dana desa menjadi tidak maksimal.

Permasalahan ini harus menjadi perhatian semua pihak, dari tingkat pusat hingga daerah, agar kedaulatan pemerintah dan masyarakat desa dalam mengelola dana desa untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga dan dipertahankan. Dengan begitu, dana desa benar-benar bisa digunakan sesuai kebutuhan dan potensi setiap desa yang berbeda-beda.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Oktober 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya