SOLOPOS.COM - Suharsih (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Alexandra, 25, pergi diam-diam dari rumah yang ia tempati bersama pasangannya, Sean. Saat itu tengah malam. Ia bangun dan menuju kamar anak perempuannya yang berusia dua tahun lalu pergi meninggalkan rumah tersebut bersama anaknya.

Tak banyak yang ia bawa. Hanya pakaian seadanya dan uang tak seberapa. Dengan tekad bulat ia melajukan mobil bersama anaknya menjauh dari rumah dan pasangannya. Ia pergi dengan segala risiko dan tantangan berat yang mengadang di depan mata.

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Ia melakukan itu karena tidak tahan dengan kelakuan Sean yang suka berbuat kasar dan kecanduan minuman keras. Meski belum sampai mengakibatkan luka fisik, perilaku Sean yang kasar ketika marah,  suka berteriak-teriak sambil melempar barang ke arahnya, membuat Alexandra trauma.

Belum lagi dampak psikologis bagi anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun atau balita. Tanpa pekerjaan dan penghasilan untuk menghidupi diri dan anaknya, lepas dari Sean bukan hal yang mudah bagi Alexandra.

Ia tak bisa membuktikan diri sebagai korban kekerasan domestik atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Secara hukum ia tak bisa mendapatkan perlindungan dan jaminan dari negara. Ia tak menyerah. Singkat cerita Alexandra mendapat pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih atau petugas cleaning service panggilan ke rumah-rumah.

Atas rekomendasi seorang petugas lembaga sosial, ia ditampung di selter atau penampungan korban KDRT. Ia tidak malu dan tetap bersemangat menjalani pekerjaan itu. Sedikit demi sedikit ia mengumpulkan uang hingga akhirnya bisa menyewa tempat tinggal untuk dirinya dan anaknya.

Sean berusaha merebut hak asuh sang anak. Situasi sulit memaksa Alexandra kembali ke rumah Sean. Awalnya Sean menunjukkan gelagat baik seolah-olah mau berubah, namun seiring waktu sifat kasarnya muncul lagi, apalagi ketika pengajuan beasiswa Alexandra untuk melanjutkan kuliah di luar kota disetujui dan Alexandra berniat pindah ke kota tersebut dengan membawa anaknya.

Sean mengamuk dan membangkitkan kembali trauma dalam diri Alexandra. Dengan tekad bulat, Alexandra meninggalkan Sean lagi. Ia bertekad membangun hidupnya sendiri, bebas dari pasangan yang punya kecenderungan berbuat kekerasan. Alexandra pindah ke kota dan meneruskan kuliah sambil bekerja dan mengasuh sang anak.

Cerita itu memang bukan kisah nyata. Itu cerita fiktif serial drama di layanan streaming Netflix berjudul Maid.  Kisah itu mengandung banyak pesan yang relevan dan inspiratif bagi mereka yang saat ini masih hidup di lingkaran toxic KDRT.

Seorang guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK) di Kabupaten Wonogiri berinisial AF baru-baru ini menjadi korban KDRT. Disekap selama belasan hari oleh suaminya yang berinisial FAN. Pengalaman AF itu lebih buruk daripada Alexandra drama berseri Maid itu.

KDRT yang dialami AF tidak hanya menimbulkan luka fisik dan trauma psikologis. AF juga terancam dipecat dari status  guru PPPK. AF dalam posisi dilematis, melaporkan suaminya ke polisi atas kasus KDRT atau kehilangan pekerjaannya.

Memang tidak mudah keluar dari lingkaran toxic KDRT. Banyak faktor yang membuat korban KDRT memilih bertahan di lingkaran tersebut. Faktor anak, pandangan orang sekitar, takut hidup sendiri karena tak punya sumber penghasilan selain mengandalkan suami, tak ada support system yang menguatkan, dan faktor lainnya.

Keberanian

Tak banyak korban KDRT yang berani speak up dengan alasan tak mau membuka aib keluarga. Mereka memilih diam meski fisik dan psikis babak belur. Tak mengherankan kasus KDRT masih saja terjadi.

Berdasarkan data real time di website Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sejak Januari hingga 11 April 2023 pukul 13.30 WIB, terjadi  6.861 kasus kekerasan dengan jumlah korban perempuan 6.209 orang.

Data sepanjang 2022 menunjukkan 27.593 kasus kekerasan dengan jumlah korban perempuan 25.052 orang. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan lembaga terkait guna menangani dan mencegah kasus KDRT.

Layanan pengaduan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, hingga pemulangan korban ke lingkungan masyarakat telah dilakukan. Tiap ada laporan kasus, instansi terkait langsung bergerak memberikan pendampingan berupa penanganan fisik, pendampingan psikologis, hingga pendampingan hukum.

Pencegahan juga dilakukan dengan kampanye anti-KDRT, sosialisasi, dan lain sebagainya. Dalam penanganan kasus KDRT yang paling utama adalah keberanian dan kemauan korban untuk keluar dari lingkaran kekerasan itu dan mencari pertolongan.

Hanya tekad kuat dan keberanian yang mendorong Alexandra memutus lingkaran kekerasan dalam hidupny, meski risiko dan tantangan yang dihadapi setelah itu sangat. Keberanian dan tekad kuat seperti itu pula yang mestinya dimiliki para korban KDRT.

Keberanian keluar dan memutus lingkaran kekerasan dan  memberikan efek jera bagi pelaku KDRT sehingga tak berani lagi melakukan kekerasan yang sama. Salah satunya dengan membawa kasus itu ke ranah hukum.

Di Indonesia penanganan kasus KDRT diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Pasal 44 undang-undang tersebut bisa menjerat pelaku KDRT dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Ada empat tindakan KDRT yang dicakup undang-undang itu, yakni kekerasan fisik, seksual, psikis, dan penelantaran rumah tangga. Ancaman hukuman pada tindak KDRT adalah sanksi lima tahun penjara dan denda Rp15 juta jika mengakibatkan luka sakit

Kemudian penjara 10 tahun jika mengkibatkan luka berat penjara 15 tahun jika mengakibatkan kematian. UU PKDRT adalah upaya negara memberikan jaminan keamanan dan mencegah KDRT, menindak pelaku, melindungi korban, serta memelihara keutuhan rumah tangga.

Penanganan hukum kasus KDRT merupakan delik aduan sehingga dibutuhkan inisiatif, keberanian, dan kerelaan korban untuk membawa kasus tersebut ke ranah hukum.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 12 April 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya