SOLOPOS.COM - Ketua Umum Erick Thohir (tengah) menyampaikan pernyataan saat acara simposium Presidium Nasional Suporter Sepak Bola Indonesia (PNSSI) di Jakarta, Minggu (1/10/2023). (Istimewa/pssi.org).

Tragedi Stadion Kanjuruhan pada  1 Oktober 2022 telah berlalu setahun. Perisiwa memilukan itu menjadi momentum merombak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau PSSI.

Setelah perombakan PSSI kemudian diluncurkan program transformasi sepak bola nasional. Pada 1 Oktober 2023 Presidium Nasional Suporter Sepak Bola Indonesia (PNSSI) merumuskan tujuh rekomendasi yang disampaikan kepada Ketua Umum PSSI Erick Thohir.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Pertama, tentang keamanan dan kenyamanan di stadion saat menyaksikan pertandingan dan setelah pertandingan. Kedua, potongan harga atau perbedaan harga tiket antara penonton umum dan suporter.

Ketiga, distribusi tiket harus mengutamakan dan memudahkan komunitas suporter yang telah berbadan hukum. Keempat, klub harus membantu menyiapkan ruangan untuk komunitas suporter menyimpan alat-alat atau perlengkapan kreativitas di area stadion yang menjadi homebase klub.

Kelima, setiap pembelian tiket untuk menonton pertandingan sudah termasuk premi asuransi. Keenam, klub harus membantu pemberdayaan ekonomi dan kreativitas suporter. Ketujuh, suporter harus memiliki hak bicara di forum kongres PSSI.

Tujuh rekomendasi PNSSI itu menunjukkan komitmen kuat pembenahan internal suporter Indonesia. Tentu saja pembenahan itu butuh sinergi dengan klub yang didukung dan dengan PSSI sebagai pemegang otoritas pengelolaan sepak bola Indonesia.

Komitmen transformasi suporter—yang dirumuskan PNSSI—tentu saja tidak cukup. Sektor lain juga harus dibenahi: klub dan manajemen klub, PSSI dari pusat hingga daerah, penyelenggaraan keamanan stadion oleh otoritas keamanan, pembenahan korps wasit, dan berbagai sektor terkait lainnya.

Aneka masalah terkait pertandingan sepak bola—jamak berupa kerusuhan dan keributan—yang biasanya menjadikan suporter sebagai subjek sekaligus tertuduh harus dimaknai sebagai simpul dari kebobrokan di semua lini pengelolaan sepak bola Indonesia.

Penetapan sejumlah tersangka yang terlibat dalam kasus pengaturan skor pertandingan sepak bola di Liga Indonesia pada pekan lalu oleh Polri menunjukkan borok-borok sepak bola Indonesia memang terlalu banyak.

Borok-borok telah merusak sendi-sendi dasar kerangka penyelenggaraan sepak bola sebagai pertandingan yang seharusnya menggembirakan dan berasas fair play. Politisasi sepak bola yang menggejala selama berdekade-dekade juga bagian penting dalam transformasi sepak bola nasional.

Mensterilkan sepak bola nasional dari politik tentu mustahil karena pengembangan dan transformasi sepak bola Indonesia malah membutuhkan dukungan politik.

Transformasi harus menjauhkan sepak bola nasional dari politisasi yang maknanya tak lain menggunakan sepak bola untuk kepentingan politik praktis sesaat, untuk kepentingan personal politikus, untuk kepentingan meraih kekuasaan di semua tingkatan.

Janji transformasi sepak bola Indonesia memang belum menunjukkan hasil signifikan. Hingga hari ini pertandingan Liga 1 dan Liga 2 masih melarang kedatangan suporter tim tamu. Yang paling mendasar, penyelesaian kasus tragedi Stadion Kanjuruhan juga belum menunjukkan penegakan hukum dan keadilan yang tanpa kompromi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya