SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemilihan kepala desa. (Dok Solopos)

DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi undang-undang pada Kamis (28/3/2024).

Setelah pengesahan perubahan kedua Undang-undang Desa itu masa jabatan kepala desa yang semula enam tahun dalam satu periode langsung berlaku menjadi delapan tahun.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Para kepala desa yang saat ini masih menjabat langsung mendapat perpanjangan masa jabatan menjadi delapan tahun. Opini publik terbelah menyikapi perubahan aturan ini.

Ada yang merespons positif, banyak pula yang cenderung kontra karena menilai masa jabatan delapan tahun dalam satu periode terlalu lama. Pro dan kontra dalam menyikapi kebijakan adalah hal lumrah, terlebih dalam negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia.

Sikap kritis tentu saja diperlukan agar aturan yang dibuat memang intensinya memberi maslahat bagi banyak orang, bukan hanya untuk sekelompok orang. Perubahan kedua Undang-undang Desa harus disertai mekanisme pengaman yang kuat demi mencegah masalah baru muncul di pemerintah desa.

Perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi delapan tahun niscaya membuat para kepala desa merasa memiliki kewenangan yang besar, apalagi ketika kontrol dan partisipasi masyarakat desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa minim, bahkan tidak ada.

Kita tidak boleh lupa ungkapan “kekuasaan cenderung korup”, semakin lama dan kuat kekuasaan maka kecenderungan korup juga semakin besar. Para kepala desa meminta perpanjangan masa jabatan agar punya waktu menjalankan program kerja.

Menurut mereka, selama ini masa jabatan mereka habis hanya untuk menyatukan kembali masyarakat yang terbelah setelah pemilihan kepala desa dan persiapan menjelang pemilihan kepala desa berikutnya.

Kajian Komite Pemantatuan Pelaksanaan Otonomi Daerah menyimpulkan masa jabatan kepala desa yang diperpanjang tidak serta-merta mengatasi aneka persoalan di desa.

Kajian itu menunjukkan ada potensi muncul masalah-masalah baru di pemerintah desa yang berpangkal dari penyalahgunaan wewenang kepala desa yang demikian besar.

Indonesia Corruption Watch pernah mengemukakan data kasus-kasus penyelewengan dana desa dan korupsi anggaran pendapatan dan belanja desa jamak melibatkan para kepala desa. Ini memberikan gambaran banyak kepala desa yang tidak berintegritas.

Ini akan memunculkan aneka masalah baru ketika kepala desa merasa kini memiliki wewenang yang lebih besar lagi karena masa jabatan diperpanjang dari enam tahun menjadi delapan tahun.

Kini yang harus dilakukan adalah membuat regulasi dan sistem yang memberikan maslahat bagi seluruh elemen masyarakat desa. Pemerintahan desa membutuhkan tata kelola desa yang baik yang mencakup penguatan perencanaan, penguatan penganggaran agar transparan dan akuntabel, dan pelaksanaan serta evaluasi pembangunan desa.

Peran Badan Permusyawaratan Desa harus dikuatkan, dioptimalkan, untuk mengawasi kinerja kepala desa. Pada saat bersamaan, partisipasi warga desa, elemen-elemen masyarakat desa, mengawasi pemerintahan desa harus dikuatkan pula.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya