SOLOPOS.COM - Irawan Januari Putra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Percepatan penurunan stunting (tengkes) adalah salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi tengkes di Indonesia turun dari 24,4% pada 2021 menjadi 21,6% pada 2022.

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, terutama Pasal 5 ayat (1), menyatakan pemerintah menargetkan persentase tengkes di Indonesia turun menjadi 14% pada 2024. Tengkes adalah masalah sosial yang tidak dapat disederhanakan sebagai masalah kesehatan semata.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Tengkes disebabkan, salah satunya, ketidakmampuan orang tua menjalankan status dan peran sosial, khususnya dalam penerapan pola asuh terhadap anak. Keberhasilan penerapan pola asuh dipengaruhi karakter dan keterampilan orang tua yang terbentuk sejak remaja melalui pendidikan, salah satunya pendidikan formal.

Kini, lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan formal, dituntut menghasilkan tenaga kerja yang memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja secara kualitas maupun kuantitas. Kuatnya tekanan pasar bebas terhadap lembaga pendidikan formal berpotensi mereduksi tujuan lembaga pendidikan, yaitu hanya sebagai penghasil tenaga kerja.

Fungsi pelestarian kebudayaan, khususnya kebudayaan nasional dan kebudayaan lokal, menjadi kurang optimal. Gejala tersebut tampak dari lemahnya karakter dan kemampuan remaja melaksanakan status dan peran sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat yang ditandai dengan banyak masalah sosial remaja.

Kelak ketika individu remaja menjadi dewasa dan dihadapkan pada tanggung jawab melaksanakan status dan peran sosial sebagai orang tua, khususnya dalam mengasuh anak, jamak akan mengalami kesulitan, bahkan kegagalan.

Diperlukan upaya pembentukan serta penguatan karakter dan keterampilan remaja melalui lembaga pendidikan formal, khususnya sekolah dasar dan sekolah menengah. Lembaga pendidikan formal dapat berperan efektif mencegah tengkes sebab lembaga pendidikan formal dmemiliki sistem yang terorganisasi, memiliki sumber daya manusia yang terstandardisasi, serta didukung sarana dan prasarana yang lebih memadai dibandingkan lembaga pendidikan lainnya.

Pencegahan tengkes sejak remaja perlu dilakukan mengingat remaja merupakan calon orang tua penentu masa depan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Pada era modern kini, keberadaan dan peran lembaga pendidikan semakin memengaruhi dan menentukan kualitas sumber daya manusia.

Dalam konteks pencegahan masalah sosial, salah satunya tengkes, kualitas sumber daya manusia menjadi faktor penentu, terlebih di negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia. Besarnya jumlah penduduk Indonesia memengaruhi prevalensi tengkes pada masa depan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada 2023 adalah  278,69 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 44,19 juta siswa sekolah sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah kejujuran (SMK) tahun ajaran 2022/2023.

Besarnya jumlah penduduk dan siswa sekolah di Indonesia merupakan tantangan yang perlu dikelola menjadi peluang guna mendorong percepatan pembangunan. Diperlukan lembaga dan sistem pendidikan formal yang mampu mengelolanya sehingga dihasilkan sumber daya manusia yang unggul.

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama Pasal 4 ayat (1) dan (3), pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan sesuai nilai kultural dan kemajemukan bangsa sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan.

Pencegahan tengkes melalui lembaga pendidikan formal sekaligus menjadi sarana pelestarian kebudayaan, khususnya sistem kemasyarakatan yang diwujudkan melalui pelaksanaan status dan peran sosial sesuai peran ideal masing-masing individu anggota keluarga dan masyarakat.

Dengan terpeliharanya sistem kemasyarakatan maka keseimbangan dan keberlangsungan struktur sosial dapat dipertahankankan sehingga mengurangi potensi terjadinya masalah sosial, salah satunya tengkes.

Mengingat urgensi pencegahan tengkes dan kerugian yang ditimbulkan pada masa depan, diperlukan sistem pendidikan formal yang selain mencetak sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi di tingkat regional dan global, juga mampu membentuk generasi penerus yang memiliki karakter dan kearifan lokal dan nasional.

Pencegahan tengkes di sekolah akan mendorong masalah-masalah sosial lain yang dialami remaja, seperti pergaulan bebas, pernikahan usia dini, putus sekolah, dan berbagai bentuk masalah sosial remaja lainnya dapat dicegah.

Magang

Pencegahan tengkes melalui pendidikan formal dilaksanakan dengan melibatkan sekolah sebagai salah satu pemangku kepentingan. Pelibatan sekolah dimulai dari tingkat desa dan kelurahan. Pertimbangannya bahwa desa dan kelurahan adalah  lembaga yang setiap hari melayani warga sehingga mengetahui kondisi kehidupan sehari-hari warga.

Pencegahan tengkes dengan melibatkan sekolah dilakukan melalui kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga desa dan kelurahan, misalnya pos pelayanan terpadu (posyandu), khususnya posyandu remaja, pemberdayaan kesejahtaraan keluarga (PKK), karang taruna, kader pemberdayaan masyarakat desa (KPMD), kader pembangunan manusia (KPM), dan lembaga pemberdayaan masyarakat desa (LPMD).

Sebagai lembaga yang memiliki fungsi nyata (fungsi manifes) membentuk tenaga kerja terampil dan siap kerja, sekolah berupaya membekali siswa pengalaman kerja. Pembekalan tersebut umumnya dilakukan dalam bentuk magang kerja atau praktik kerja lapangan dengan mengirimkan siswa ke lembaga atau instansi lain, misalnya perusahaan, kantor pemerintah, dan sebagainya.

Sistem magang kerja dan praktik kerja lapangan dapat diterapkan dalam pencegahan tengkes dengan mengirimkan siswa ke lembaga-lembaga desa dan kelurahan atau dengan mendatangkan kader atau anggota lembaga-lembaga desa dan kelurahan ke sekolah.

Dalam kegiatan tersebut, kader atau anggota lembaga-lembaga desa dan kelurahan memberikan materi ajar tentang kesejahteraan dan kesehatan keluarga kepada remaja sesuai status dan peran sosial dalam keluarga.

Materi-materi ajar yang dapat diberikan, antara lain, pola hidup bersih, pola gizi seimbang, kesehatan reproduksi remaja, perencanaan keluarga, dan pola asuh (parenting). Pencegahan tengkes melalui kerja sama antara sekolah dengan lembaga desa dan kelurahan dapat dilaksanakan sebagai kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.

Dari kegiatan tersebut, diharapkan terbentuk remaja sehat secara fisik, mental, dan sosial serta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup sebagai bekal membentuk keluarga sehat dan generasi penerus bebas dari tengkes pada masa depan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 Agustus 2023. Penulis adalah perangkat Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya