SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Agung Pambudi
Mahasiswa Fakultas Hukum UNS. (FOTO/Istimewa)

Rabu (2/1) lalu, ratusan pegawai Luwes Group anggota SBSI 1992 mogok kerja menuntut perusahaan mempekerjakan kembali kedua karyawan ter-PHK. Aksi mogok melibatkan karyawan anggota SBSI di Luwes Nusukan, Ratu Luwes Pasar Legi dan Luwes Gading. Pemkot Solo turun tangan menengahi konflik yang melibatkan Luwes Group dan pegawai Luwes anggota Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992. Hal itu menyusul pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dilakukan Luwes Group atas dua pegawai anggota SBSI 1992, Endang Retno Asih dan Yuliana. Keduanya di-PHK lantaran menjadi motor penggerak demo menentang kebijakan Luwes Group. (Solopos.com).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Permasalahan mengenai buruh sudah seperti gunung es. Siap kapan pun untuk runtuh dan membuat di sekitarnya menjadi chaos. Peristiwa ratusan pegawai Luwes Group anggota SBSI 1992 mogok kerja tersebut hanyalah klimaks kecil dari permasalahan buruh di antara banyaknya permasalahan buruh yang lain.

Bagaimana pun juga, aksi mogok kerja dan berujung pada turun tangannya Pemkot Solo memiliki sisi nilai yang berbeda. Di satu sisi, turun tangannya Pemkot Solo adalah wujud keberhasilan gerakan buruh dalam menyeimbangkan posisi tawar (bargaining position) antara buruh dan pengusaha. Selain itu, aksi mogok kerja tersebut sebagai aksi solidaritas antarsesama buruh. Akan tetapi di sisi lain, turun tangannya Pemkot Solo adalah wujud jalan buntu (dead lock) dari perundingan antara buruh dengan perusahaan dalam membicarakan suatu permasalahan.

Pengawasan

Ternyata sebelum aksi mogok pada Rabu (2/1) oleh SBSI 92 di Luwes Nusukan, Ratu Luwes Pasar Legi dan Luwes Gading, telah ada aksi demo sebelumnya. Diberitakan melalui Solopos.com, bahwa Senin (24/12) siang, puluhan karyawan Mal Luwes Nusukan, Banjarsari menggelar aksi di depan mal. Aksi tersebut didasari karena sekitar 13-an karyawan yang bertugas pada posisi kasir secara mendadak dipindah tugas menjadi penjaga stand. Tidak hanya itu, para buruh meminta manajemen mal membayar kekurangan upah atau gaji yang menunggak selama dua tahun.

Lepas dari validitas data di atas yang bersumber dari wawancara wartawan terhadap seorang peserta aksi mogok, jika hasil wawancara tersebut benar, penulis sangat mempertanyakan mengenai efektivitas peranan pengawasan ketenagakerjaan di Kota Solo.

Bahwa Pasal 1 angka 32 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan. Masih pada UU 13/2003, berdasar Pasal 178 ayat (1), pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Berdasarkan arti tersebut maka timbul pertanyaan, bagaimanakah pengawasan ketenagakerjaan di Kota Solo? Apakah sudah efektif dalam melakukan pengawasan? Itu lah pertanyaan yang harus dijawab oleh instansi yang berwenang tersebut.

Serikat Pekerja

Secara konstitusional, eksistensi buruh sebagai salah satu bagian dari warga negara juga mempunyai hak untuk berserikat, berkumpul dalam suatu organisasi, mendirikan, menjadi anggota maupun pengurus dalam suatu organisasi, termasuk dalam organisasi buruh dalam serikat pekerja/serikat buruh, dan bentuk, istilah serta jenis lainnya. Mereka juga berhak untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis, bahkan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak (Djumadi.2005:1).

Definisi serikat Pekerja/Buruh diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pengertian serikat buruh/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Dalam bingkai infrastruktur politik, serikat buruh/pekerja termasuk ke dalam kelompok kepentingan. “Kelompok” ini bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup memengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit dari pada partai politik, yang –karena mewakili berbagai golongan- lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum” (Miriam Budiarjo, 1977: 162).

Sebagai kelompok kepentingan, serikat buruh/pekerja membawa kepentingan pekerja/buruh tentunya. Diakui atau tidak, dalam hubungan kerja peranan serikat pekerja/buruh sangat di perlukan. Di dalam serikat pekerja/buruh terdapat gerakan-gerakan buruh untuk mengakomodasi kepentingan buruh/pekerja. Peran serikat buruh/pekerja sangat besar terutama dalam menyelesaikan permasalahan buruh/pekerja, lihat peran serikat buruh/pekerja dalam perselisihan Luwes Group dan pegawai Luwes.

Bahwa langkah yang diambil oleh Pemkot Solo dalam menengahi konflik yang melibatkan Luwes Group dan pegawai Luwes sudah tepat. Langkah tersebut dapat “meredam” ketidakharmonisan dalam hubungan kerja antara para pihak yang berselisih. Untuk ke depan, hemat penulis, perlunya kesadaran bagi pengusaha dan buruh/pekerja dalam menempatkan hak dan kewajibannya. Pengusaha tentunya mempunyai hak dan kewajiban, begitu pula para buruh/pekerja.

Sadar akan hak dan kewajiban itu lah yang harus dijadikan pedoman dalam hubungan kerja. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemberian hak dan kewajiban harus lah diawasi bersama. Secara institusional, pengawasan ketenagakerjaan diatur dalam UU 13/ 2003 berikut dalam peraturan turunan dibawahnya. Namun secara moril, pengawasan pelaksanaan hak dan kewajiban adalah tanggung jawab masyarakat secara bersama. Pemerintah, buruh, serikat buruh, akademisi dan pihak-pihak yang berkepentingan harus mengawal hak dan kewajiban tersebut secara bersama.

Semoga dari perselisihan ini dapat diambil pelajaran mengenai bagaimana menciptakan hubungan kerja yang sehat dan pelaksanaan mengenai hak dan kewajiban bagi buruh/pekerja serta pengusaha baik dapat terlaksana.Amin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya