SOLOPOS.COM - Mariyana Ricky P.D. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Beberapa  waktu lalu mengemuka kasus pembunuhan anak oleh orang tuanya sendiri, seperti yang terjadi di Pati dan Gresik. Para orang tua yang membunuh anak mereka sendiri punya beragam alasan membenarkan perilaku tersebut.

Pembunuhan anak oleh orang tuanya sendiri disebut sebagai filicide atau filisida. Mengutip laman The American Journal of Psychiatry, filisida, pembunuhan seorang anak kecil oleh orang tua, bukanlah kejadian biasa.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Sebuah studi yang didukung National Institute of Health menemukan bahwa sekitar 15% kasus pembunuhan di sejumlah negara selama periode 32 tahun bersifat filisidal.

Hasil penelitian yang dilakukan psikiater Susan Hatters Friedman dan Phillip J. Resnick yang dipublikasikan dalam artikel berjudul Pembunuhan Anak oleh Ibu: Pola dan Pencegahan menjelaskan lima motivasi orang dewasa membunuh anak-anak.

Mereka juga menemukan dakta ibu yang melakukan filisida sering mengalami depresi, psikosis, pernah mendapatkan perawatan kesehatan mental sebelumnya, dan memiliki pikiran untuk bunuh diri atau pernah mencoba bunuh diri.

Lima motivasi tersebut, pertama, pembunuhan yang bersifat altruistik, yakni seorang ibu membunuh anaknya karena cinta. Dia percaya kematian menjadi jalan terbaik anak.

Sebagai contoh, seorang ibu yang ingin bunuh diri mungkin tidak ingin meninggalkan anak tanpa ibu untuk menghadapi dunia yang tidak dapat ditoleransi. Seorang ibu yang psikotik mungkin percaya bahwa dia menyelamatkan anaknya dari nasib yang lebih buruk daripada kematian.

Kedua, motivasi membunuh anak berasal dari psikotik akut. Seorang ibu yang psikotik berhalusinasi membunuh anaknya tanpa motif yang dapat dipahami. Misalnya, seorang ibu dapat mengikuti halusinasi [di pikirannya], yakni perintah untuk membunuh.

Ketiga, pembunuhan filisida yang tidak disengaja, misalnya diakibatkan oleh penganiayaan yang fatal. Kematian biasanya bukan hasil yang diharapkan, namun hasil kumulatif dari pelecehan anak, penelantaran, atau sindrom Munchausen by proxy.

Itu adalah situasi mental ketika seseorang membuat seseorang, biasanya anak-anak atau warga lanjut usia, terlihat sakit demi mendapatkan perhatian. Keempat, pembunuhan anak yang tidak diinginkan, yakni seorang ibu menganggap anaknya sebagai penghalang.

Kelima, pembunuhan balas dendam kepada pasangan. Ini yang paling jarang terjadi. Pembunuhan demikian terjadi ketika seorang ibu membunuh anaknya secara khusus untuk menyakiti ayah anak itu secara emosional.

Filisida oleh ibu didefinisikan sebagai pembunuhan anak oleh ibu. Infantisida adalah pembunuhan anak pada tahun pertama kehidupan. Istilah neonatisida dikenalkan oleh Resnick untuk menggambarkan pembunuhan bayi dalam 24 jam pertama kehidupan.

Hampir semua kasus pembunuhan bayi baru lahir dilakukan oleh ibu. Studi populasi umum tentang ibu yang melakukan filisida jamaknya karena kemiskinan. Mereka terisolasi secara sosial, menjadi pengasuh penuh waktu, yang lantas menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau memiliki masalah hubungan lainnya.

Latar belakang sosial ekonomi yang kurang beruntung dan memiliki tanggung jawab utama merawat anak-anak adalah motif umum yang ditemukan dalam filisida oleh ibu. Anak menangis terus-menerus atau anak yang kadang-kadang menjadi pemicu pembunuhan itu.

Beberapa ibu sebelumnya pernah melakukan kekerasan terhadap anak, sementara yang lain mengidap masalah kejiwaan, namun tetap menyayangi anak mereka. Ibu yang lalai atau bertindak kasar sering kali menjadi penyalahguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Banyak pelaku filisida mengalami psikosis, depresi, atau keinginan/pernah mencoba bunuh diri. Studi tersebut mengungkapkan ibu filisidal sering tidak menikah. Mereka adalah korban pelecehan, tidak bekerja, serta memiliki pendidikan dan dukungan sosial yang terbatas.

Ada yang mengalami penurunan kecerdasan dan ada pula yang menganggap anak mereka itu tidak normal. Beberapa studi pemasyarakatan mencatat sering kali para ibu yang membunuh anaknya mengalami depresi, psikosis, menyalahgunakan zat narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, memiliki keinginan bunuh diri atau pernah mencoba bunuh diri, dan pernah menjalani perawatan kesehatan mental sebelumnya.

Mereka diterpa berbagai stressor dari segi ekonomi, sosial, riwayat pelecehan, masalah hubungan dengan pasangan, status sebagai pengasuh utama, dan kesulitan merawat anak. Usia rata-rata pelaku filisida adalah akhir usia 20-an tahun.

Beberapa didiagnosis dengan gangguan kepribadian dan beberapa memiliki kecerdasan rendah. Tekanan hidup yang signifikan sering dicatat sebagai latar kasus filisida. Beragam faktor tersebut menguatkan fakta bahwa kondisi mental orang tua berdampak besar pada anak.

Masyarakat awam tak paham ketika kesehatan mental dihantam, seharusnya mereka segera mencari penawar. Stigma bahwa orang yang mengalami gangguan mental karena kurang iman turut menafikan bahwa sakit tersebut harus disembuhkan melalui bantuan profesional.

Gangguan kejiwaan akibat stressor yang terus datang tak bisa disembuhkan hanya dengan sekadar berdoa atau mendekatkan diri kepada Tuhan. Mari, mulai menengok sekitar kita.

Filisida bisa dicegah. Filisida bisa ditekan. Mulailah menengok saudara dan tetangga, apakah mereka membutuhkan bantuan profesional? Apakah mereka butuh diarahkan? Apakah mereka bisa dirangkul? Kita bisa menyediakan support system untuk mereka sampai bantuan profesional datang.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Mei 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya