SOLOPOS.COM - Lukmono Suryo Nagoro (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Menjelang  tahun politik 2024 cerita politik di Indonesia makin diramaikan dengan subjek Presiden Joko Widodo dan yang orang-orang di dekatnya. Presiden Jokowi dianggap cawe-cawe dalam Pemilu 2024, khususnya dalam pemilihan presiden.

Presiden Jokowi ingin presiden periode 2024-2029 adalah presiden yang melanjutkan kerja-kerjanya selama 10 tahun. Bukan memulai dari awal lagi. Anak-anak Presiden Jokowi juga menjadi komoditas politik yang menarik.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang sedang menjabat Wali Kota Solo, dielus-elus untuk menjadi kandidat wakil presiden yang akan mendampingi calon presiden Prabowo Subianto.

Gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang pengubahan batas usia minimum menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun berasosiasi pada Gibran. Prabowo juga sering bertandang ke Kota Solo untuk ”mbribik” Gibran agar mau menjadi calon wakil presiden.

Relawan pendukung Gibran kini ngeksis dengan mendukung Prabowo sebagai calon presiden. Anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, mengikuti jejak kakaknya di jalan politik.

Ia tampak ingin menjadi wali kota atau bupati lebih dahulu, namun belum ada kendaraan politiknya. Mau lewat PDIP sepertinya belum ada tempat. Harus menunggu giliran. Tiba-tiba Kaesang melompat pagar menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Selamat untuk Kaesang.

Kaesang masuk PSI dan menjadi ketua umum partai politik ini tidak perlu dibingkai macam-macam, apalagi dikaitkan dengan pernyataan fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP), Said Abdullah, bahwa di internal PDIP berlaku satu keluarga harus satu partai politik.

Pernyataan ini memunculkan pembingkaian ada permusuhan antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri atau pembangkangan Jokowi kepada Megawati. Sang matriarch PDIP tentu tidak sepicik ini.

Sebagai anak kandung Soekarno, Megawati pasti sadar bahwa saudaranya yang juga mengaku anak ideologis Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, rikala sugengipun berbeda partai politik dengan dirinya.

Meskipun alasan terkuat Kaesang (bisa) menjadi Ketua Umum PSI adalah anaknya Presiden Jokowi, marilah kita sedikit mempergunakan akal sehat menelaah mengapa Kaesang memilih PSI sebagai pelabuhan politik pertama.

Pertama, masih bersambungan dengan paragraf di atas, kita tidak mengetahui bergabungnya Kaesang ke PSI atas perintah Presiden Jokowi yang kebetulan ayahnya atau tidak. Kita perlu berpikir dewasa bahwa dalam politik perbedaan sikap, pendapat, dan langkah itu hal yang lumrah.

Keputusan Kaesang perlu diapresiasi sebagai keputusan individu merdeka, apalagi Kaesang juga sudah berkeluarga sendiri. Kartu keluarganya sudah tidak ikut Presiden Jokowi lagi. Kita tidak perlu menghakimi keputusan Kaesang itu sebagai ”dosa” (politik).

Kedua, kalkulasi politik Kaesang sendiri. Perhitungannya, kira-kira, jika Kaesang bergabung dengan PDIP dia hanya petugas partai biasa, sedangkan bergabung dengan PSI langsung menjadi bintang dan menjabat ketua umum.

Selain itu, bisa juga Kaesang menganggap PSI ini partai potensial membesar pada masa depan. Kaesang pasti paham benar bahwa politik itu seperti bermain saham. Dengan mengekor Jokowi, PSI memang sedang bullish. Itu yang tampaknya dilihat Kaesang.

Soal benar-benar bullish atau bearish, biarlah pasar politik pemilu yang menentukan. Kaesang yang mak bedunduk menjadi Ketua Umum PSI memperlihatkan kepada publik betapa telanjangnya realitas siapa yang punya uang dia akan berkuasa.

PSI adalah partai politik dengan para kader seharusnya mengikuti pembinaan secara rutin sampai dia benar-benar cukup syarat dipilih menjadi ketua umum, bukan perusahaan keluarga yang apabila orang tua meninggal posisi pemimpin diwariskan kepada anaknya.

Desain

Mungkin ini by design dari elite PSI yang tiap hari mengekor Presiden Jokowi, tetapi tingkat elektabilitas belum mencapai batas minimal parlementary threshold, yaitu 4%. Pada Pemilu 2019, saat PSI kali pertama ikut pemilu, partai politik ini hanya berhasil meraup 1,8% suara nasional.

Untuk masuk klasemen parlementary threshold, kader-kader PSI harus bekerja keras sedikitnya dua kali lipat. Adapun saat ini, dalam survei-survei, elektabilitas PSI masih berada di bawah angka 1%.

Berdasarkan data tersebut, elite PSI mengambil pilihan pragmatis mengatrol suara partai agar masuk klasemen parlementary threshold, yaitu menarik Kaesang  menjadi Ketua Umum PSI dengan tujuan mengabarkan kepada publik bahwa PSI kini mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi.

PSI benar-benar berharap tuah efek ekor jas sebagai output mendukung Presiden Jokowi yang sampai sekarang tingkat approval-nya masih 80%. PSI juga berharap kejatuhan angka itu setidaknya 2,5% saja untuk menambah 1, 8% suara pada tahun 2019.

Jika benar kejatuhan approval Presiden Jokowi, PSI bisa masuk parlemen. Apakah elite-elite dan kader-kader PSI lupa bahwa wajah Presiden Jokowi tidak ada di surat suara Pemilu 2024? Apakah efek itu bisa digantikan oleh Kesang? Hanya Pemilu 2024 yang akan menentukan.

Hal yang saya sukai dari Kaesang maupun kakaknya, Gibran, adalah keduanya suka bercanda. Sebagai penutup, saya ingin membercandai mereka berdua sekaligus keluarganya sebagai salah satu potret besar politik Indonesia modern.

Saya bayangkan di Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Boston, Amerika Serikat, Daron Acemoglu, sang dosen, memberi pertanyaan kepada para mahasiswanya mengenai perkembangan bisnis dan politik di Indonesia akhir-akhir ini.

Pertanyaan pertama, jika Anda berawal dari pengusaha mebel, kemudian menjadi wali kota, bagaimana prospek politiknya? Para mahasiswa menjawab jika didukung oligarki, bisa menjadi gubernur kemudian presiden.



Pertanyaan kedua, jika Anda berawal dari pengusaha martabak dan katering, bagaimana prospek politiknya? Para mahasiswa menjawab jika punya bapak presiden, akan menjadi wali kota.

Pertanyaan ketiga, jika Anda berawal dari pengusaha real estate kecil-kecilan, bagaimana prospek politiknya? Para mahasiswa menjawab jika menikahi putri presiden, bisa menjadi wali kota.

Pertanyaan keempat, jika Anda berawal dari pengusaha pisang dan berjualan kopi, bagaimana prospek politiknya? Pada mahasiswa menjawab jika punya bapak presiden, akan menjadi ketua umum partai politik.

Daron Acemoglu kagum atas jawaban-jawaban mahasiswanya itu dan menutup kuliah dengan kesimpulan Indonesia sedang memasuki masa politik bahwa kader partai politik tidak punya jaminan bisa menjadi ketua umum partai politik dan mahasiswa-mahasiswa setelah lulus meskipun bekerja keras tidak punya jaminan menjadi kaya, kecuali Anda anak orang kaya dan berkuasa.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 Oktober 2023. Penulis adalah editor buku dan tinggal di Kota Solo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya