SOLOPOS.COM - Imam Yuda Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2023 tahap I. Dalam data yang dirilis BPS itu, jumlah usaha pertanian, terutama yang dikelola perorangan, menurun cukup signifikan. Berdasar data tersebut juga diketahui jumlah petani milenial di Indonesi masih minim.

Dari data yang dirilis BPS pada awal Desember 2024 itu diketahui jumlah petani milenial atau yang berusia 19 tahun hingga 39 tahun mencapai 6.183.009 orang atau 21,93% dari total petani di Indonesia. Di Jawa Tengah, jumlah petani milenial hanya 625.807 orang atau 14,86% dari total petani di provinsi tersebut.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Realitas generasi milenial yang tertarik bekerja di sektor pertanian sangat sedikit membuat pemerintah waswas. Pemerintah khawatir regenerasi pekerja di sektor pertanian mandek ketika mayoritas petani di Indonesia sudah melewati masa usia produktif.

Saat ini pemerintah tengah menggalakkan ketahanan pangan. Hal itu sulit terwujud jika sektor pertanian, sebagai penopang utama kebutuhan pangan, tidak tergarap secara optimal karena sumber daya manusia kurang. Berbagai upaya sebenarnya sudah dilakukan pemerintah untuk membujuk generasi milenial agar menggeluti sektor pertanian.

Presiden Joko Widodo turut andil dengan menggagas program petani milenial. Berbagai kisah inspiratif kesuksesan petani muda atau milenial dari berbagai daerah sering disajikan media massa, baik cetak, elektronik, maupun daring, untuk menarik minat generasi muda bertani.

Upaya-upaya ini rasanya belum cukup menarik minat generasi milenial. Generasi muda sepertinya masih enggan bergelut dengan sektor pertanian. Mereka lebih tertarik dengan sektor industri dan perdagangangan.

Banyak anak muda di wilayah perdesaan memilih bekerja di kota, menjadi penjaga toko atau pekerja pabrik, alih-alih membantu orang tua menggarap sawah di kampung halaman. Kondisi ini membuat jumlah petani kian menyusut dan berdampak pada sektor pertanian di Indonesia.

Kemajuan pertanian salah satunya ditopang jumlah petani. Artinya, semakin banyak petani maka sektor pertanian akan semakin menggeliat. Salah satu solusi yang tepat tak lain adalah meregenerasi petani di Indonesia. Artinya menumbuhkan minat kalangan muda untuk berkecimpung di sektor pertanian.

Meski demikian, menumbuhkan minat generasi muda untuk bertani tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Citra petani yang bekerja dengan lumpur persawahan membuat generasi muda memilih pekerjaan lain yang lebih mudah.

Banyak generasi milenial yang menganggap untuk mendapatkan keuntungan besar dari sektor pertanian harus siap dengaan modal besar dan risiko tinggi. Menurut mereka, banyak persoalan yang dihadapi petani, antara lain, anomali cuaca, penyusutan lahan, serangan hama, dan gagal panen. Selain itu, proses penentuan harga produksi pertanian kerap tidak berpihak kepada petani.

Alih-alin mendapatkan keuntungan, banyak petani yang tidak balik modal dan justru tekor karena biaya operasional yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat. Oleh karena itu, pemerintah perlu andil. Pemerintah perlu mulai memperbaiki citra petani di mata generasi milenial.

Cerita-cerita sukses petani muda perlu lebih masif dipublikasikan, namun bukan hanya cerita kesuksesan. Bagaimana melewati sederet tantangan yang kerap dialami petani, baik dari keterbatasan lahan hingga faktor-faktor lain seperti modal yang minim, perlu diceritakan pula.

Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan kemudahan dalam mendapatkan lahan pertanian. Banyak lahan pertanian yang berubah fungsi harus disikapi serius. Pemerintah perlu membuat kebijakan dan perencanaan tentang pengalokasian lahan pertanian, salah satunya dengan perlindungan lahan pertanian dari masifnya pembangunan permukiman hingga tempat-tempat wisata.

Tak kalah penting, pemerintah juga harus bisa membantu petani dalam hal teknologi pertanian. Pada era teknologi seperti saat ini, kalangan pemuda ingin sesuatu yang mudah dan cepat. Teknologi hadir untuk kebutuhan petani. Pemanfaatan teknologi akan memberikan dampak positif bagi pertanian.

Salah satu contoh adalah Amerika Serikat yang sektor pertaniannya semakin maju sejak abad ke-19. Perkembangan teknologi tidak membuat pertanian ditinggalkan, tapi justru kian dikembangkan seiring muncul banyak peralatan atau mesin yang menunjang pekerjaan pertanian.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 21 Desember 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya