SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pertandingan  olahraga antarkampung (tarkam) sebenarnya bukan fenomena baru di masyarakat kita. Biasanya diselenggarakan sebagai kegiatan rutin tahunan. Tarkam memiliki rekam jejak perjalanan panjang sebagai perilaku kolektif sosial dalam kehidupan masyarakat luas, di perdesaan maupun di perkotaan.

Di luar stigma negatif yang masih sering muncul, tarkam menjelaskan ekspresi masyarakat yang memiliki potensi besar sebagai modal sosial (social capital) bagi proses pembangunan bangsa melalui olahraga.

Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak

Tarkam kini ”naik kelas” karena menjadi bagian tak terpisahkan dari formula penting kebijakan membangun olahraga, khususnya membangun budaya olahraga masyarakat. Pemerintah sejak 19 Agustus 2023 telah melakukan kick off tarkam berskala nasional episode pertama.

Pada episode awal terdapat lima cabang olahraga yang dipertandingkan, yakni bola basket, bulu tangkis, bola voli, lari, dan tenis meja. Diawali penyelenggaraan di 32 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, tarkam akan berkembang pada episode-episode berikutnya.

Ditargetkan hingga dapat dilaksanakan di seluruh kabupaten/ kota, targetnya adalah sekitar 300 kabupaten/kota. Artinya, tarkam akan menjadi bagian inti proses pengolahan energi potensial kebangkitan olahraga secara multilingkup berbasis ”kejeniusan lokal”.

Pola pikir umum (mindset) publik tentang tarkam memang tak sepenuhnya mengarah pada hal-hal yang positif. Sebagian masyarakat memadang tarkam sebagai kompetisi olahraga yang dekat dengan aneka kasus keributan dan perkelahian antarkampung.

Sebagian masyarakat ada yang sinis memandang tarkam sebagai pertandingan hiruk pikuk ”antarsikap kampungan”. Berantem, bahkan adu jotos, menjadi pernik-pernik negatif yang masih muncul di tengah-tengah kompetisi olahraga yang awalnya digembar-gemborkan untuk menjunjung fairplay, solidaritas, dan sportivitas.

Di balik masih adanya stigma buruk tarkam di masyarakarat sebenarnya terdapat aneka energi potensial yang sangat dahsyat jika dikaitkan dengan tantangan kekinian keolahragaan.

Pertama, menghasilkan tujuan-tujuan utama yang telah diformulasikan dalam kebijakan nasional keolahragaan, yakni pada Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), mutlak diperlukan kekuatan akar rumput (grassroots) olahraga masyarakat.

Tarkam adalah ”habituasi kolektif” pada tataran olahraga grassroots yang jika dikelola dengan tepat akan menjadi kekuatan yang sangat dahsyat untuk mengakselerasi. Tujuan utama DBON adalah meningkatkan budaya olahraga; meningkatkan kapasitas, sinergitas, dan produktivitas olahraga prestasi; dan meningkatkan ekonomi nasional berbasis olahraga.

Tarkam merupakan ”infrastruktur sosial” yang menghubungkan peran masyarakat untuk mewujudkan secara cepat tujuan-tujuan tersebut. Kedua, tarkam merupakan bentuk nyata ”kearifan lokal” dari industri olahraga yang berbasis pada keunikan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Tarkam sesuatu yang unik karena tidak terdapat di negara lain. Kegiatan mirip tarkam mungkin bisa ditemukan di beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, atau Brunei Darussalam, tetapi tarkam di Indonesia memiliki kekhususan.

Masyarakat Indonesia memiliki kekuatan besar dari aspek man power, keaneraragaman budaya dan lingkungan hayati, serta terhubung dengan aneka destinasi wisata alam dan budaya yang berada di daerah, mulai Sabang hingga Merauke.

Artinya tarkam memiliki energi potensial sangat besar untuk dikaitkan dan diikatkan dengan sport industry, terutama sport tourism. Ketiga, tarkam sebagai ”instrumen sosial” berbasis masyarakat aktif dalam membangun kepeloporan cabang-cabang olahraga prioritas.

Variabel penting dalam menyusun skala prioritas cabang olahraga adalah berdasarkan tingkat keberterimaan secara sosial oleh masyarakat. Keberterimaan tersebut akan mudah dideteksi berdasarkan cabang-cabang olahraga yang bertumbuh menjadi olahraga populer.

Tarkam berarti pula sebagai instrumen pengujian tentang olahraga populer dan cabang olahraga yang layak diprioritaskan ke depan, antara lain, sepak bola, bola voli, bulu tangkis, bola basket, tenis meja, sebagai contoh olahraga popular yang berkembang pesat di masyarakat.

Popularitas tersebut tentu menjadi kekuatan tersendiri jika dikelola secara tepat dan serius oleh setiap pemerintah kabupaten/kota guna memenuhi kewajiban membina prestasi minimal dua cabang olahraga.

Keempat, tarkam sebagai ”panggung hiburan rakyat” memberikan keleluasaan akses untuk setiap warga kampung menikmati suguhan tontonan dan tuntunan melalui olahraga. Tarkam memiliki energi potensial dari sisi pengembangan misi entertainment dan edukasi yang langsung menyentuh sesuai cakrawala ekspektasi masyarakat awam.

Daya Saing Kebangsaan

Kampanye membangun kesejahteraan (sehat, damai, makmur) melalui olahraga semestinya menjadi kekuatan besar manakala masyarakat terhibur sekaligus teredukasi. Tarkam identik dengan olahraga yang 5M (menarik, murah, meriah, mudah, dan massal) untuk mendorong terbentuknya angka partisipasi masyarakat yang tinggi dalam berolahraga, membumikan literasi fisik, serta menggeliatkan mesin pengolah pembibitan olahraga.

Masyarakat terliterasikan dari banyak hal, termasuk menyadarkan secara kolektif akan nilai-nilai olympism. Energi tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan, demikian pula dengan energi potensial tarkam yang telah diuraikan di depan.

Perlu proses pengolahan energi agar energi potensial tersebut berubah menjadi energi kinetik dan energi mekanik. Diperlukan secara mutlak energi bentuk lain untuk mengolah dan mewujudkan produk sebuah performa serta daya saing kebangsaan.

Performa yang akan menjayakan bangsa melalui olahraga sekaligus menyejahterakan segenap rakyat melalui olahraga. Tarkam perlu digosok-gosok agar keharumannya muncul menebar serta merebak bukan sekadar dalam lingkup lokal.

Dari tarkam bisa berkembang aneka kedahsyatan yang bernilai nasional, bahkan global  Dari mana dan bagaimana pengolahan energi tersebut sebaiknya diciptakan?

Pertama, tarkam terus didorong untuk bertransformasi dari sekadar sebuah event kecil yang bersifat sesaat dan sporadis menuju event yang memiliki keberlangsungan yang berdampak multiplier effect.



Fenomena atlet nasional yang sering ”turun gunung” ke tarkam sebaiknya jangan langsung dihakimi sebagai sesuatu yang negatif. Kehadiran atlet Rivan Nurmulki di arena tarkam bola voli, misalnya, sebaiknya dipahami secaca komprehensif.

Tarkam yang awalnya merupakan kompetisi antarkampung secara an sich telah bertransformasi menjadi kompetisi yang berperspekitif luas. Kehadiran atlet nasional di tarkam berfungsi membuka sekat kaku habitat atlet berprestasi.

Mereka hadir sebagai duta yang turun ke kampung untuk memromosikan banyak hal tentang arti prestasi, standar kualitas, daya juang, serta hal-hal yang memantik industri olahraga, minimal level usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM.

Kedua, meskipun tarkam berorientasi secara multilingkup dan multiplier effect, klasterisasi tarkam perlu dilakukan untuk fokus dalam membuat jembatan emas yang kukuh dalam memunculkan kemungkinan prestasi untuk cabang olahraga prioritas.

Dasar klasterisai dapat dilakukan sejalan dengan strategi pemerintah mengimplementasikan DBON. Sesuai dengan DBON, setidaknya ada beberapa cabang olahraga yang diprioritaskan. Terdapat 14 cabang olahraga olimpiade, tuga cabang olahraga leading sector industri olahraga (sepak bola, bola voli, dan bola basket), serta lima cabang olahraga paralimpiade.

Klasterisasi diperlukan agar ke depan tarkam tidak sekadar berkembang secara meriah, melainkan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari tahap pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi.

Ketiga, lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, selanjutnya disebut sebagai UU Desa,  memiliki harapan besar baru dalam berpengharapan bagi seluruh desa di seantero wilayah Indonesia untuk berperan secara sinergis, sistemik, dan sistematis membangun, termasuk membangun olahraga melalui tarkam.

“Membangun desa olahraga” harus dimaknai desa dalam konsep ini adalah desa yang merupakan domain pemerintah yang mempunyai hak untuk dibangun. Pemerintah mengembangkan berbagai fasilitas publik perdesaan yang berhubungan dengan olahraga.

”Desa membangun olahraga” menghadapi tantangan dan kendala bahwa selama ini sektor olahraga bukan menjadi prioritas bagi hampir semua masyarakat perdesaan di Indonesia. Olahraga bahkan dikonotasikan sebagai gaya hidup (life style) yang cocok dilakukan oleh orang perkotaan, bukan orang perdesaaan.

Setiap komponen bangsa sudah saatnya berlomba-lomba turut serta berkontribusi dan mengakselerasi proses ”tarkam naik kelas”. Tarkam bukan urusan masyarakat kampung semata, juga bukan kegiatan kecil yang cukup ditangani kelompok karang taruna secara terbatas.

Tarkam bertransformasi menjadi urusan masyarakat luas, bahkan lingkup bangsa. Sebagai lini strtategis olahraga masyarakat, tarkam tentu memiliki daya ungkit yang kuat untuk membangun prestasi olahraga dari grassroot yang akan membanggakan semua.

Tarkam juga menjadi ”kelas ekstrakurikuler tambahan” dari segala lapisan masyarakat untuk mewujudkan gaya hidup sehat, kualitas hidup, produktivitas, memperkuat relasi sosial, kohesivitas sosial, serta pelestarian aneka warisan budaya.

Tarkam bermetamorfosis dan terus ”naik kelas”, bukan cuma pertandingan kecil-kecilan antarkampung yang diberi stigma kampungan dan tempat keonaran. Tarkam, selamat bermetamorfosis…

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 23 Oktober 2023. Penulis adalah guru besarb bidang Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dan Pendidikan di Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya