SOLOPOS.COM - Arif Yudistira (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kurikulum Merdeka telah diresmikan menjadi kurikulum nasional beberapa hari lalu. Saat ini sudah 80% sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka dengan berbagai tingkat kesiapan.

Kurikulum ini semula merupakan kurikulum prototipe yang disiapkan untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 di dunia pendidikan. Kurikulum ini kemudian diterapkan pada 2022 dan diujicobakan di hampir seluruh sekolah di Indonesia.

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Proses penerapan Kurikulum Merdeka memang berbeda dengan penerapan kurikulum sebelumnya yang langsung dilakukan serempak di seluruh Indonesia.

Kurikulum Merdeka memilih jalan natural untuk memberikan kebebasan secara luas kepada sekolah memilih menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum Merdeka secara bertahap.

Cara ini ternyata mendapatkan respons positif dari hampir semua sekolah yang menggunakan Kurikulum Merdeka. Menurut pemerintah, Kurikulum Merdeka disusun untuk menguatkan dan merespons perkembangan peserta didik yang lekat dengan dunia digital.

Adaptasi teknologi dan penguatan karakter dianggap sebagai dua hal penting dalam Kurikulum Merdeka. Selain itu, Kurikulum Merdeka juga menekankan tentang pentingnya pencapaian profil pelajar Pancasila.

Dampak Positif

Ada beragam dampak positif dari Kurikulum Merdeka yang selama ini digagas oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di kalangan bawah.

Dalam penerapan Kurikulum Merdeka, tidak bisa dimungkiri, kurikulum ini merupakan kurikulum yang mengajak guru belajar kembali prinsip, basis filosofi pendidikan, dan memutakhirkan pengetahuan tentang pedagogi dan kompetensi pengajaran.

Semua itu tersimpan rapi dalam platform Merdeka Mengajar. Bagi guru yang menyimak dan menyediakan waktu sungguh-sungguh belajar bersama platform Merdeka Mengajar (PMM), guru merasakan dampak positif ketika pengetahuan mereka diuji kembali dan dikuatkan dengan materi yang ada di platform Merdeka Mengajar.

Para guru diajak mendalami filosofi pendidikan ala Ki Hajar Dewantara. Dampak positif Kurikulum Merdeka yang lain adalah tentang kompetensi pengajaran.

Kurikulum Merdeka memberikan ruang yang cukup luas untuk menyusun, merencanakan, bahkan mengaplikasikan ide pembelajaran secara mandiri dan terbuka.

Siapa yang menguji kemampuan guru ini? Sekolah. Pemangku kepentingan sekolah seperti kepala sekolah dan pengawas maupun publik yang bisa mengakses praktik mengajar guru-guru kreatif melalui link atau pranala Youtube.

Pada era terbuka seperti sekarang, Menteri Nadiem Anwar Makarim mengajak guru untuk terhubung dengan siswa, masyarakat, maupun peminat pendidikan.

Mereka yang menguji apakah sumber belajar dan praktik mengajar mereka memang layak untuk diapresiasi.

Di sinilah pentingnya komunitas belajar guru. Di Kurikulum Merdeka sebenarnya komunitas belajar guru adalah hal fundamental yang selalu dipacu dan didorong. Apakah komunitas belajar guru ini sudah dimanfaatkan, disebarluaskan, dan menjadi ruang positif sebenarnya tergantung  pada masing-masing guru.

Disiplin kuat adalah kunci komunitas belajar guru ini bisa berjalan maksimal. Menjadi guru di Indonesia adalah menjadi manusia super sibuk dengan ragam aktivitas di sekolah maupun di rumah.

Kurikulum Merdeka adalah ajakan untuk membangun sistem penguatan pendidikan berbasis pada guru sebagai aktor utama. Program guru penggerak disusun untuk mendukung dan menopang komunitas belajar di Kurikulum Merdeka ini bergerak dan melaju cepat. Meminjam ucapan Nadiem Anwar Makarim: bertransformasi lebih cepat.

Pemerintah memang memfasilitasi aneka pelatihan, perkumpulan, dan realisasi ide-ide transformasi kepada ribuan guru penggerak yang dianggap sebagai penopang dan “hardware” Kurikulum Merdeka. Banyak guru penggerak yang merasakan manfaat positif Kurikulum Merdeka.

Mereka bisa merasakan atmosfer guru yang difasilitasi, diberi ruang berkarya, dan kesempatan berinovasi di dunia pendidikan yang sebelumnya memang belum pernah sekuat di program Merdeka Belajar.

Catatan Kritis

Di tengah dampak positif Kurikulum Merdeka tentu saja kurikulum ini tidak terlepas dari kritik. Darmaningtyas (2022) menulis Kurikulum Merdeka bisa tetap diterapkan, tapi hanya khusus untuk sekolah penggerak yang sumber daya dan dana mencukupi.

Problem pemerataan akses fasilitas memang perlu dijawab dan terus diusahakan pemerintah bila kurikulum ini dijadikan kurikulum nasional.

Kurikulum Merdeka dikritik menjadikan guru terlalu sibuk sehingga seolah-olah guru menjadi “budak aplikasi” dan kurang memperhatikan anak.

Persepsi ini bisa ditilik dari realitas guru dalam kerja-kerjafaktual. Kalau guru bisa membagi waktu dan tidak terganggu dengan kesibukan mereka di sekolah dan di rumah, saya rasa anggapan guru sebagai “budak aplikasi” bisa ditepis.

Pendidikan di Indonesia sering dikritik dari aspek beban muatan mata pelajaran yang terlampau banyak. Melalui Kurikulum Merdeka, pemerintah harus memperhatikan aspek muatan dan mata pelajaran pokok yang menjadi mata pelajaran muatan lokal dan pendidikan agama serta penguatan pendidikan karakter.



Proses penerapan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional harus diikuti dengan perbaikan dan penguatan sarana dan prasarana dari hulu ke hilir.

Kita tidak ingin kurikulum pada masa transisi politik nanti akan berubah 180 derajat begitu ganti presiden dan ganti menteri. Jangan sampai kebijakan pendidikan justru kalah dengan kepentingan politik.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 April 2024. Penulis adalah pendidik, peminat dunia anak dan pendidikan, serta Direktur School Management)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya