SOLOPOS.COM - Astrid Prihatini W.D. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Di Tiktok sering muncul video yang memperlihatkan suasana supermarket di Jepang dengan petugas kasir atau karyawan lainnya tak lagi muda usia, bahkan mereka masuk kategori lanjut usia atau lansia. Komentar warganet nyaris serupa yaitu,”Kasihan banget sudah tua masih bekerja.”

Melihat video tersebut mengingatkan saya pada pemandangan kurang lebih serupa saat berada di Jepang. Saya melihat simbah-simbah membersihkan taman. Pekerjaan mereka ringan, misalnya hanya mencabuti rumput atau tanaman liar.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Awalnya saya pikir Jepang krisis tenaga kerja usia produktif sehingga pemerintah mengaryakan penduduk lansia. Ternyata anggapan saya salah. Para warga lansia tersebut memang sengaja diberdayakan oleh pemerintah Jepang.

Tentu saja bukan untuk mengambil keuntungan dari para warga lansia tersebut, bukan, melainkan itu merupakan program pemerintah Jepang menjaga kesehatan mental dan fisik para warga lansia. Tidak mengherankan kaum lansia di Jepang mandiri dan masih sehat secara fisik.

Di Jepang kebijakan mencegah dan mengurangi kelemahan pada warga lansia telah menjadi isu penting dalam beberapa tahun terakhir. Jepang telah menetapkan garis besar tindakan untuk masyarakat menua berdasarkan undang-undang tentang tindakan untuk masyarakat menua dan untuk mendorong langkah-langkah dalam hal lapangan kerja dan pendapatan, kesehatan dan kesejahteraan, pembelajaran dan partisipasi sosial, serta kondisi kehidupan.

Prinsip dasar rencana tersebut adalah menciptakan masyarakat awet muda. Orang-orang segala usia dapat berperan aktif yang akan dicapai dengan meninjau klasifikasi orang berdasarkan usia dan dengan mengoptimalkan motivasi dan kemampuan mereka sesuai dengan kebutuhan mereka.

Rencana tersebut juga mencakup memperbaiki infrastruktur masyarakat dan menciptakan komunitas lokal tempat masyarakat pada setiap tahap kehidupan dapat secara konkret membayangkan kehidupan mereka pada hari tua.

Dana Moneter Internasional (IMF) pernah mengingatkan negara-negara di Asia agar belajar dari pengalaman Jepang dan bertindak lebih awal untuk mengatasi populasi yang menua dengan cepat. IMF memperingatkan bagian-bagian kawasan berisiko, termasuk Indonesia, akan menghadapi tantangan khusus karena proses penuaan yang cepat.

Indonesia harus mampu mengantisipasi dan menempatkan proses penuaan sebagai tantangan khusus karena terjadi pada situasi tingkat pendapatan yang relatif rendah. Artinya Indonesia bisa dikatakan menjadi tua sebelum menjadi kaya.

Saat ini Indonesia memang sedang menikmati bonus  demografi yang substansial sejak 2015 dan berakhir pada 2038. Berdasarkan proyeksi penduduk Badan Pusat Statistik (BPS), dalam kurun waktu 2020-2024 diperkirakan terjadi jendela peluang (window of opportunity) yang semestinya dapat dimanfaatkan dividen demografisnya seoptimal mungkin dan mengurangi segala hal yang merugikan akibat pengaruh penuaan.

Bersamaan dengan itu, implikasi yang perlu diantisipasi adalah peningkatan jumlah warga lansia yang akan menciptakan beban demografi atas pertumbuhan ekonomi. Data(BPS memprediksi penduduk lansia 18 juta jiwa (9,77%) dari total penduduk Indonesia pada 2010 dan menjadi sekitar 26 juta (11,34%) pada 2020 serta diprediksi akan terus meningkat hingga 48,2 juta jiwa (15,8%) pada 2035.

Dari seluruh warga lansia di Indonesia, lansia muda (60 tahun hingga 69 tahun) mendominasi, mencapai 63,82%, selanjutnya diikuti lansia madya (70 tahun hingga 79 tahun) sebesar 27,68%,   dan lansia tua (80 tahun ke atas) sebesar 8,50%.

Diperkirakan terdapat warga lansia yang mandiri sebanyak 74,3% dan lansia yang tergantung ringan 22%. Beberapa penyakit lansia tertinggi (di atas 45%) adalah sendi, hipertensi, masalah mulut, dan diabetes (Riskesdas, 2018).

Seiring proses penuaan yang tergolong cepat, ternyata prevalensi demensia juga meningkat sangat cepat yang harus disikapi dengan baik agar tidak memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 1,2 juta orang dengan demensia (2016) yang akan meningkat menjadi dua juta orang (2030) dan menjadi dua kali lipat (empat juta) orang pada 2050.

BPS mencatat angka kesakitan penduduk lansia di Indonesia mencapai 26,20% pada 2019. Artinya terdapat 26 orang hingga 27 orang dari 100 warga lansia yang sakit di dalam negeri. Angka ini tentu bukan hanya menjadi beban bagi negara, melainkan juga menjadi beban anggota keluarga.

Memasuki tahun 2035 diperkirakan dari 100 orang penduduk produktif di Indonesia setidaknya akan menanggung 50 orang penduduk tidak produktif. Tentunya hal itu akan menyulitkan terbentuknya keluarga yang sejahtera.

Menurut  Indonesian Family Life Survey  2014, dalam urusan keinginan dirawat oleh siapa pada masa depan untuk perawatan jangka panjang, persentase lansia yang belum memerlukan bantuan orang lain sekarang dan siapa yang akan membantu kelak kalau dibutuhkan menunjukkan anak menjadi  persentase tertinggi, yaitu 72,80%.

Pada persentase warga lansia Indonesia dengan ketergantungan total dan siapa yang merawat, anak menjadi persentase tertinggi, yaitu 62,9%. Pemerintah sebenarnya telah memiliki sejumlah program pemberdayaan warga lansia.

Pemerintah memiliki posyandu lansia di setiap rukun tetangga, sayangnya belum semua orang memiliki kesadaran memanfaatkan fasilitas tersebut. Langkah yang paling ideal, menurut saya,  adalah setiap orang harus mau mengubah pola pikir mereka.

Impian menikmati hari tua dengan bermalas-malasan di rumah harus diubah menjadi menikmati hari tua tetap aktif dan tidak jadi beban bagi orang lain. Gaya hidup bermalas-malasan atau sedentary lifestyle justru menurunkan fungsi otak dan fisik.

Menjadi tua itu pasti. Semua orang pasti menua, termasuk saya. Masa depan kita justru ada di sana. Nah, itulah sebabnya menjadi tua tetap sehat fisik dan finansial harus menjadi target  hidup kita saat ini selagi belum menua.

Selagi raga belum menua, mari lakukan perencanaan finansial sebaik mungkin, jaga pola makan, aktif berolahraga, hingga aktif melatih otak. Dengan aksi nyata, semoga kita semua bisa menikmati hari tua secara berkualitas, tidak menjadi beban keluarga, dan negara. Selamat menua.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 November 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya