SOLOPOS.COM - Warga melintas di depan mural bertema keberagaman di Kampung Gandekan, Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Mural tersebut sebagai media edukasi kepada masyarakat agar selalu menjaga toleransi dan persatuan bangsa meskipun berbeda suku dan agama. (Antara/Mohammad Ayudha)

Setara Institute belum lama ini merilis peringkat Indeks Kota Toleran 2023. Kota Solo menduduki peringkat ke-10 sebagai kota toleran di Indonesia. Pada periode sebelumnya, Setara Institute menempatkan Kota Solo sebagai kota paling toleran ke-4 di Indonesia.

Mengemuka pertanyaan mengapa peringkat Kota Solo menurun? Apakah di Kota Solo pada periode penilaian tahun 2023 mengalami peristiwa sehingga berakibat kemerosotan toleransi? Penurunan peringkat tidak satu atau dua poin, tetapi sampai enam poin, dari peringkat ke-4 menjadi peringkat ke-10.

Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh

Tentu penilaian Indeks Kota Toleran yang dikeluarkan Setara Institute ini harus dimaknai sebagai kritik sekaligus sebagai penyemangat bagi segenap elemen masyarakat Kota Solo untuk terus-menerus menjaga praktik-praktik baik keberagaman di kota ini.

Penilaian yang merosot ini seharusnya menjadi bahan koreksi atas beragam peristiwa atau kebijakan yang dianggap tidak sesuai terhadap nilai-nilai toleransi. Setara Institute memberikan catatan penting dalam Indeks Kota Toleran 2023. Dalam melakukan penilaian ini, Setara Institute menggunakan alat ukuran aktual dan faktual.

Suatu kota yang mengalami penurunan peringkat indeks toleransi berarti ada penurunan kualitas kebijakan pemerintah dan regulasi dalam praktik baik keberagaman. Dalam konteks Kota Solo, Setara Institute menilai ada suatu peristiwa yang bertentangan dengan keberagaman di Kota Solo yang tidak diselesaikan hingga tuntas oleh pemegang otoritas dan kebijakan.

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengonfirmasi bahwa salah satu penyebab penurunan indeks toleransi Kota Solo karena Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka belum memberikan izin pendirian gereja di Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo.

Dalam ekosistem toleransi seharusnya pemimpin daerah berperan penting dalam mengatasi persoalan pembangunan Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Banyuanyar tersebut. Menjaga praktik baik keberagaman dan membangun ekosistem toleransi memang membutuhkan konsistensi, kontinuitas, dan keberlanjutan.

Aspek regulasi, kebijakan, dan penegakan regulasi menjadi bagian penting dalam membangun ekosistem ini. Tujuan utamanya adalah melindungi hak-hak minoritas dan memenuhi hak-hak mereka.

Pembangunan sistem yang menerima keberagaman sebagai bagian hidup sehari-hari didukung oleh karakter masyarakat Kota Solo yang terbuka dan toleran, namun perlu diingat bahwa karakter saja tidak cukup untuk membangun ekosistem toleran.

Hal yang tidak kalah penting adalah penguatan dengan regulasi serta kebijakan yang berlaku untuk semua, tidak diskriminatif, dan berorientasi melindungi kaum minoritas. Kemerosotan indeks kota toleran bagi Kota Solo ini harus disambut baik dengan semangat perubahan oleh seluruh pihak.

Perubahan untuk menguatkan karakter toleran yang didukung kebijakan dan regulasi yang mendukung dan menguatkan karakter itu sehingga Solo Kota yang toleran bukan hanya narasi kosong, tetapi sikap-sikap toleran ada pada setiap individu, kebijakan, regulasi, dan lembaga yang hidup di kota ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya