SOLOPOS.COM - Bramastia (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO – Pemberitaan tentang hasil pemilihan rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) periode 2023-2028 menghangat di berbagai media.

Penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023 tentang Penataan Peraturan Internal dan Organ di Lingkungan Universitas Sebelas Maret tanggal 31 Maret 2023 membekukan Majelis Wali Amanah (MWA) UNS dan membatalkan hasil pemilihan rektor UNS masa jabatan 2023-2028.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Banyak pohon rindang di lingkungan UNS kini ternyata masih kurang sejuk. Masih ada panas yang menyengat akibat gejolak yang timbul setelah pemilihan rektor UNS masa jabatan 2023-2028.

Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2020 tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) Universitas Sebelas Maret yang ditetapkan dan ditandatangani Presiden Joko Widodo di Jakarta pada 6 Oktober 2020 mengakibatkan perubahan penataan organ internal UNS.

Setidaknya ada empat organ penting yang lahir tatkala UNS menjadi PTN-BH, yakni rektorat, senat akademik, dewan profesor, dan majelis wali amanat yang semestinya saling bersinergi menuju pewujudan UNS sebagai perguruan tinggi bertaraf internasional.

Saya mengajak berpikir jernih dan bertindak secara kalkulatif dengan menjaga sisi kondusivitas UNS yang kini sedang naik daun. Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023 menimbulkan guncangan dan persepsi liar yang berkembang dari berbagai sudut pandang.

Rasanya perlu ada pencerahan supaya tidak larut dalam kemarahan dan kesedihan setelah pemilihan rektor UNS masa jabatan 2023-2028 yang membelah kohesivitas warga UNS dan menciptakan kegelisahan akademis yang tidak produktif.

Pertama, penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2020 tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Sebelas Maret menunjukkan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi adalah kepanjangan tangan Presiden Republik Indonesia dalam urusan pendidikan tinggi, termasuk pemberian status PTN-BH kepada UNS.

Otonomi PTN-BH secara kelembagaan tidak berarti segala kewenangan UNS lepas dari pemerintah pusat, tetapi harus dimaknai sebuah ruang yang lebih leluasa untuk mengembangkan pendidikan dan pengajaran secara maksimal.

Kedua, penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023 tentu memiliki dasar atau ada sebab musababnya. Turunnya tim investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menjadi dasar yang tidak perlu dibuka di ruang publik, mengingat pertimbangan demi nama baik lembaga.

Artinya kebijakan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi lahir sebagai kepanjangan tangan Presiden Republik Indonesia (baca: pemerintah) demi kebaikan dan masa depan perguruan tinggi (termasuk PTN-BH), khususnya UNS.

Penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023 menegaskan bahwa Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang mencakup sisi pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan, evaluasi, serta pembinaan dan koordinasi.

Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi mencermati bahwa Peraturan MWA UNS Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pendelegasian Wewenang Ketua kepada Wakil Ketua untuk Menandatangani Naskah Dinas dan Peraturan MWA UNS Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberhentian Rektor, Pengangkatan Wakil Rektor Menjadi Rektor, dan Penugasan Wakil Rektor Menjadi Pelaksana Tugas Rektor dianggap bertentangan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Begitu pula dengan Peraturan MWA UNS Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan MWA UNS Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberhentian Rektor, Pengangkatan Wakil Rektor Menjadi Rektor, dan Penugasan Wakil Rektor menjadi Pelaksana Tugas Rektor dianggap bertentangan.

Peraturan MWA UNS Nomor 8 Tahun 2022 tentang Tata Tertib Pemilihan Rektor UNS Masa Bakti 2023-2028 juga dianggap bertentangan perundang-undangan sehingga perlu dicabut. Ketiga, tentang keberadaan sumber daya manusia UNS sebagai PTN-BH.

Demokrasi

Perlu dicermati bahwa sumber daya manusia aparatur sipil negara (ASN) di UNS terdiri atas pegawai negeri sipil (PNS) dan non-PNS ujungnya ada di bawah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, walaupun UNS kini telah berstatus PTN-BH.

UNS secara kelembagaan tetap di bawah pemerintah yang dalam hal ini di bawah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Konsekuensinya semua ASN di UNS harus taat dan patuh pada kebijakan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Keempat, realitas mundurnya Ketua MWA Hadi Tjahjanto, mantan Panglima TNI yang kini Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, sebelum terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023  menjadi sinyal bahwa lembaga MWA UNS tidak kondusif.

Disusul beberapa anggota MWA UNS mundur menunjukkan bahwa MWA UNS memang perlu penataan ulang. Pembekuan (bukan pembubaran) MWA UNS adalah untuk menata kembali organ internal UNS.

Pada era demokrasi ini kebijakan kadang-kadang menimbulkan kontroversi dan kontradiksi. Dilihat dari kacamata hukum, sah bila rektor terpilih tidak terima dan mengajukan gugatan hukum atas penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023.

Kebijakan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi berupa peraturan menteri. Apabila hendak menggugat kebijakan itu  tentu di Mahkamah Agung dan memakan waktu cukup lama. Berbeda bila yang diterbitkan berupa surat keputusan menteri yang bisa digugat lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan proses yang lebih cepat. Ruang ini menjadi alternatif apabila rektor terpilih tidak terima dan ingin menggugat, meski saya tidak mengharapkan muncul gugatan itu.

Demokrasi sering kali mengharuskan menelan pil pahit. Rindangnya pohon yang bertebaran di UNS bisa menjadi prahara bila angin besar bertiup kencang. Transisi UNS menjadi PTN-BH butuh waktu demi mencetak sosok intelektual yang arif dan lebih bijak menyikapi demokrasi.

Membaca dan mencermati regulasi menjadikan akademisi UNS lebih matang berdemokrasi. Warga UNS kini sedang diuji dengan badai demokrasi agar lebih tangguh dan matang meneguhkan diri sebagai kampus benteng Pancasila.

Kontradiksi dan perbedaan harus diselesaikan dengan duduk bersama. Musyawarah mufakat harus terus diupayakan agar aib tidak keluar menjadi konsumsi publik yang berujung mendegradasi citra UNS.



Biarlah kehebatan dan prestasi UNS menjadi konsumsi publik. Transisi UNS menjadi PTN-BH butuh kompromi dan tidak bisa hanya dengan egoisme.Semua organ di UNS seyogianya bersatu dan bermusyawarah demi masa depan UNS.

Badai di UNS kali ini harus dimaknai sebagai ujian untuk meneguhkan kualitas kearifan dan kebijaksanaan warganya. Menciptakan dan menjaga UNS yang sejuk tidak cukup dengan pohon rindang, tapi harus dibangun suasana hati dan pikiran menenteramkan warga UNS, mulai dari para pejabat, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 10 April 2023. Penulis adalah dosen Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya