SOLOPOS.COM - Pembangunan jalan sebagai bagian program TMMD Reguler Ke-118 di Desa Rejosari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Selasa (26/9/2023). (Istimewa)

Para kepala desa yang bergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Kabupaten Wonogiri sepakat menolak bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun anggaran 2024.

Mereka merumuskan kesepakatan itu berdasar sejumlah masalah dalam pengelolaan bantuan keuangan tersebut pada tahun-tahun sebelumnya sehingga beberapa kepala desa diperiksa penyidik Polda Jawa Tengah pada 2023.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Ada kepala desa yang masih bimbang. Keputusan Papdesi Wonogiri itu dianggap dilematis. Utamanya bagi kepala desa yang memimpin desa yang lebih banyak mendapat bantuan keuangan provinsi dibanding dana desa.

Kesepakatan para kepala desa di Kabupaten Wonogiri ini menarik ditelaah secara kritis dari dua sisi, yaitu sisi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai ”pemilik” anggaran bantuan keuangan untuk pemerintah desa dan dari sisi pemerintah desa sebagai pengguna anggaran tersebut.

Apabila ditelaah dari sisi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, penolakan para kepala desa di Kabupaten Wonogiri itu harus menjadi bahan evaluasi atas realisasi program bantuan keuangan kepada pemerintah desa.

Apabila belakangan ditemukan banyak masalah administrasi keuangan dalam realisasi program itu, harus segera dievaluasi mekanismenya. Jangan-jangan mekanismenya memang tidak aman dari potensi penyalahgunaan anggaran.

Beberapa kepala desa mengakui pelaksanaan anggaran bantuan keuangan itu menggunakan mekanisme swakelola. Pada praktiknya ada pihak ketiga yang menggarap proyek-proyek bantuan keuangan provinsi itu. Perangkat desa mengakui belum cukup ilmu untuk swakelola dalam realisasi bantuan keuangan provinsi itu.

Ini menjadi celah pihak ketiga masuk dan berujung kerawanan pelanggaran hukum dari mala-administrasi. Dari sisi pemerintah desa, penolakan ini bisa jadi menunjukkan keberdayaan desa. Bahwa pemerintah desa sesungguhnya tak begitu membutuhkan dana bantuan keuangan itu karena tersedia sumber dana lain untuk mencukupi kebutuhan, terutama dana desa yang dianggarkan oleh pemerintah pusat.

Tinjauan lainnya adalah pemerintah desa sebenarnya tak perlu khawatir asalkan tata kelola bantuan keuangan itu sesuai dengan mekanisme dan ketentuan. Penolakan jangan karena terlalu banyak penyimpangan di desa. Penolakan jangan menjadi modus menghapus jejak.

Berbagai respons dari perangkat desa dan masyarakat menunjukkan keputusan menolak bantuan keuangan provinsi itu belum final. Penolakan tak bulat karena masih ada kepala desa yang bersikap lain dengan dalih alokasi bantuan keuangan untuk kepentingan warga desa, seperti pembangunan infrastruktur yang dinilai penting.

Relasi pemerintah desa dengan supra-desa pada masa kini memang harus memberi keleluasaan lebih pada pemerintah desa untuk berdaya dan berkembang. Inilah semangat yang harus diutamakan sesuai Undang-undang Desa. Dalam konteks ini tentu saja relasi pemerintah desa dan supra-desa jangan berbuah kepentingan politik sesaat, misalnya menyandera pemerintah desa lewat program supra-desa demi kepentingan politik sesaat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya