SOLOPOS.COM - Kasubag TU Pascasarjana UIN Salatiga yang juga Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIN Salatiga, Edi Kuswanto, S.Pd.I, M.Pd.I. (Istimewa)

Sejarah pendidikan Indonesia membentang sepanjang zaman kolonial hingga saat ini, merefleksikan transformasi mendasar dari satu paradigma ke paradigma lainnya.

Awalnya, pendidikan cenderung mengadopsi pendekatan behaviorisme, sebuah aliran psikologi yang menekankan pada observasi perilaku luar sebagai dasar pembelajaran. Model ini, meski memberikan kerangka yang terukur, terkadang dianggap terlalu mekanis dan kurang memperhatikan dimensi psikologis dan emosional siswa.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Perubahan besar terjadi dengan berkembangnya aliran humanisme yang menempatkan kebutuhan individual dan potensi kreatif siswa di garis depan pendidikan. Inisiasi kurikulum merdeka yang sedang gencar-gencarnya digencarakan oleh pemerintah saat ini memperlihatkan pergeseran signifikan ini. Kurikulum ini mengakui keberagaman minat dan potensi siswa yang memberikan kebebasan lebih besar untuk eksplorasi serta mendorong pengembangan pribadi yang holistik.

Meski perubahan paradigma menuju humanisme dianggap sebagai langkah maju, analisis mendalam mengungkapkan adanya celah yang perlu diatasi. Terdapat kritik terhadap kecenderungan humanisme untuk berfokus pada aspek psikologis tanpa cukup menekankan pada aspek kognitif. Lingkungan pembelajaran yang mendukung perkembangan otak secara holistik, dengan mempertimbangkan elemen-elemen neurokognitif, menjadi kunci untuk menciptakan pendidikan yang sesuai dengan dinamika zaman.

Penting untuk menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak pernah berhenti, dan pendidikan harus bersifat dinamis dan responsif terhadap perubahan zaman. Di sinilah pentingnya pendekatan neurosains dalam konteks pendidikan. Melalui pemahaman tentang fungsi otak dan sistem saraf, neurosains memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang proses belajar, penyimpanan informasi, dan respon terhadap lingkungan pembelajaran.

Integrasi pendekatan neurosains dapat memberikan manfaat nyata dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran. Ini mencakup pengembangan strategi pembelajaran yang lebih personal, penyesuaian metode pengajaran berdasarkan proses kognitif otak, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung perkembangan holistik siswa. Keunggulan ini menciptakan landasan yang lebih kokoh dan responsif terhadap perbedaan individual di antara peserta didik.

Pendekatan Komprehensif

Implementasi pendidikan berbasis neurosains di Indonesia memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, perubahan di tingkat kebijakan, dan pengembangan sumber daya manusia. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk menerapkan pendidikan berbasis neurosains di Indonesia.

Pertama, memberikan pelatihan kepada guru tentang konsep neurosains, strategi pembelajaran berbasis neurosains, dan cara menerapkan penemuan neurosains dalam pengajaran mereka. Kedua, mengintegrasikan konsep neurosains ke dalam kurikulum nasional dan kurikulum sekolah, sehingga aspek neurokognitif menjadi bagian integral dari proses pembelajaran.

Ketiga, menggunakan teknologi pendidikan, seperti aplikasi atau perangkat lunak edukasi yang dibangun berdasarkan prinsip neurosains, untuk memfasilitasi pembelajaran yang lebih interaktif dan adaptif. Keempat, memberikan dukungan dan insentif untuk penelitian dalam bidang neurosains pendidikan, untuk terus meningkatkan pemahaman dan praktik pendidikan berbasis neurosains.

Kelima, meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka dengan memberikan pemahaman tentang pentingnya pendidikan berbasis neurosains. Keenam, merancang dan menerapkan kebijakan pendidikan nasional yang mendukung dan mendorong penerapan konsep neurosains dalam proses pembelajaran.

Menerapkan pendidikan berbasis neurosains memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orang tua, dan masyarakat. Kolaborasi lintas sektor dan pemahaman mendalam tentang implikasi neurosains dalam pembelajaran dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan siswa. Tentu saja, integrasi neurosains dalam pendidikan tidak datang tanpa tantangan. Perubahan dalam sistem pendidikan selalu melibatkan resistensi terhadap perubahan yang signifikan.

Tantangan lainnya mungkin mencakup keterbatasan sumber daya, baik dari segi keuangan maupun keahlian. Untuk mengatasi ini, diperlukan kampanye penyuluhan dan dukungan yang kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat umum.

Sebagai penutup, pendidikan Indonesia berada di persimpangan jalan yang menarik. Transisi dari behaviorisme ke humanisme mencerminkan kesadaran akan kebutuhan akan pendekatan yang lebih holistik dalam pembelajaran. Meski begitu, integrasi neurosains menjadi penting untuk mengisi celah dan memberikan landasan yang lebih kokoh. Dengan menyatukan disiplin ilmu, nilai-nilai humanisme, dan perspektif neurosains, pendidikan Indonesia dapat menjadi motor penggerak keunggulan dan inovasi di masa depan.

Artikel ini ditulis oleh Kasubag TU Pascasarjana UIN Salatiga yang juga Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIN Salatiga, Edi Kuswanto, S.Pd.I, M.Pd.I.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya