SOLOPOS.COM - Suwarmin, Wartawan SOLOPOS

 

Suwarmin, Wartawan SOLOPOS

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Walikota Solo, Joko Widodo atau Jokowi, yang belakangan makin termasyhur, dulu sering berujar begini,”Setelah selesai menjabat sebagai Walikota, saya ingin menjadi tukang kayu saja.” Lalu mengapa kini orang ribut menempatkan nama dia sebagai kandidat gubernur DKI Jakarta atau Jawa Tengah? Bahkan ada pula yang mulai mengipasi namanya sebagai calon presiden!

Ataukah Jokowi kini sudah mulai berahi kekuasaan? Atau jangan-jangan ini hanya buah gosokan kolega kanan-kirinya. Atau kemungkinan lain, sejatinya Jokowi sudah menghitung bahwa dirinya akan sampai ke level yang lebih tinggi, bukan sekadar menjadi pamong Solo namun juga pamong masyarakat yang lebih luas. Entahlah. Mungkin hanya dia dan Tuhan yang tahu.

Kata orang bijak dalam buku-buku lama wahyu kedhaton akan mencari pemiliknya yang sejati, tak perlu diburu, tak perlu diluru. Diakui atau tidak, suka atau tidak suka, Jokowi adalah fenomena. Suatu kali pada September tahun lalu, dia mendatangi konser Linkin Park di Jakarta, mengenakan kaus hitam bertuliskan ”Napalm Death”. Beberapa hari sebelumnya, fotonya terpajang di koran-koran, bergaya rock, lengkap dengan salam tiga jari dan kaus bertuliskan ”Lamb of God”. Dia berada di antara kawanan remaja dan pemuda di arena Rock In Solo.

Dia adalah laki-laki yang sama, yang memakai kostum Sri Kresna, Narendra Dwarawati dalam cerita pewayangan, yang tampil dalam kirab pembukaan Konferensi Parlemen Asia di Solo, akhir September 2011. Itu hanya beberapa hari setelah Solo dan Indonesia dikejutkan bom bunuh diri di Gereja Baptis Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton.

Tokoh Sri Kresna yang diperankannya adalah tokoh cerdik tiada duanya dalam cerita Mahabarata. Jokowi kini sedang memainkan senjata cakranya. Arahnya mungkin ke Jakarta, tetapi senjata jenis ini bisa berbelok ke arah lain. Sekali lagi, mungkin hanya Jokowi dan Tuhan yang tahu. Bisa jadi, kelak Jokowi hanya duduk santai di rumah, menjadi Ketua RT seperti guyonannya, sembari jualan kayu alias juragan mebel.

Jokowi muncul karena dunia politik kita menghendakinya. Orang-orang seperti dia, atau mungkin juga seperti Dahlan Iskan, adalah tipikal orang yang tidak mudah dicurigai mencari jeneng atau nama. Mereka tidak berangkat dari latar belakang politik, meski keberadaan mereka dalam kekuasaan sekarang tidak bisa lepas dari kendaraan politik. Mereka juga sudah punya jenang alias kekayaan. Jadi mungkin tak mudah disangka orang mengejar kekuasaan demi harta, dan seterusnya.

 

Politik Sudah Jenuh

Jokowi dan Dahlan Iskan muncul karena pasar politik sudah jenuh oleh janji-janji mulia para politisi, jargon-jargon sok merakyat partai politik, atau ungkapan-ungkapan pro kemiskinan para elite kekuasaan.

Keduanya tidak melakukan kampanye yang sengaja menjual diri. Mereka melakukannya dengan smooth dan manis. Beda dengan Aburizal Bakrie atau Surya Paloh. Semua orang tahu keduanya adalah bos Partai Golkar dan Partai Nasional Demokrat. Kita mudah membaca apa yang sedang dilakukan Ical dengan iklan peduli usaha kecil atau Surya Paloh dengan iklan Nasdem nan tak habis-habis di Metro TV.

Dahlan dengan gayanya sebagai mantan wartawan, yang easy going, menelusuk ke mana-mana tanpa kawalan, yang mengejutkan penumpang kereta Jakarta-Bogor yang sesak, yang naik ojek menuju Istana, yang mengenakan sepatu kets saat pelantikan menteri dan sebagainya, lebih mudah menarik perhatian publik.

Jokowi dengan gayanya yang menempatkan diri sebagai tokoh inferior di hadapan rival-rivalnya, yang pandai membuat program-program iconic, membuatnya mudah menjadi lakon. Apalagi dia cerdik mengemas strategi menjual diri, pintar mengolah isu, jago memilih timing yang tepat dan punya atasan seperti Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang grusa-grusu kalau berbicara. Semuanya membuat Jokowi cepat moncer.

Tentu, semua tidak akan lancar dan mulus jika Jokowi tidak sukses memimpin Solo. Dia dicintai rakyat Solo, terbukti meraih 90% dukungan suara pada Pilkada Solo 2010. Diakui atau tidak, dia sukses menjadikan kota ini lebih sering dibicarakan orang. Misalnya dengan Solo Batik Carnival, Solo International Ethnic Music, Solo International Performance Art, dan lain-lain. Meski harus pula diberi catatan, Jokowi belum memperbaiki ”kedalaman” Solo, seperti kemiskinan dan pengangguran.

Jokowi tidak risau dengan penghargaan reguler yang terkesan biasa seperti Adipura. Dia punya caranya sendiri untuk menjadikan dirinya dibicarakan orang. Misalnya dengan menggelar kirab boyongan PKL dari Banjarsari ke Pasar Notoharjo. Atau menjadikan mobil rakitan SMKN 2 Solo sebagai mobil dinasnya, meskipun belum benar-benar menjadi mobil dinas.

Gaya seperti Jokowi dan Dahlan Iskan ini sepertinya sangat sesuai dengan era sekarang. Kini era di mana komunikasi menjadi sangat personal, transfer informasi, sharing kesenangan dan kebencian hanya selesai dengan sekali pencet melalui gadget di tangan kita. Kini era di mana narasi tidak perlu muluk-muluk, tetapi harus disajikan dengan cepat, ekonomis, tidak berbelit dan harus tetap menarik.

Sebagai contoh, foto Jokowi dengan pakaian dinas Pemkot, mejeng dengan mobil Kiat Esemka bernomor polisi AD 1 A ramai menjadi buah bibir di grup BBM alumni SMA pada Rabu (3/1/2012) pagi, hanya beberapa jam setelah peristiwa itu terjadi. Pengunggahnya kawan SMA yang bekerja di Jakarta. Maka meledaklah isu mobil Esemka ini dari gadget ke gadget, dari mulut ke mulut, dari Facebook atau Twitter, lalu menjadi berita TV dan booming.

Jadi, kita tunggu saja arah cakra Sri Kresna. Menjadi gubernur, menteri, presiden atau madeg pandhita sambil berjualan kayu…

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya