SOLOPOS.COM - Tri Wiharto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Tahapan  pesta demokrasi Indonesia yang diwujudkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah berjalan. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 telah diberlakukan.

Sesuai jadwal dan tahapan Pemilu 2024 tersebut saat ini sudah memasuki fase keenam dan ketujuh, yaitu pencalonan anggota DPD dan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota yang berlangsung hingga 25 November 2023.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Pencalonan presiden dan wakil presiden akan dilaksanakan mulai 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023. Pemungutan suara Pemilu 2024 akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Artinya fase pemilihan siapa yang akan menjadi nakhoda bagi bangsa ini tinggal kurang dari lima bulan lagi.

Mendekati prosesi pemungutan suara, kian ramai pula suasana politik di negeri kita. Sebagaian besar partai politik pengusung calon presiden dan calon wakil presiden mulai memanasi “mesin” mereka. Pergerakan arah politik masih mengalir deras dan belum banyak yang mencapai satu titik pasti.

Pesta demokrasi pada era kemajuan zaman yang sangat kencang seperti saat ini harus diakui telah mengubah perilaku politik masyarakat. Bagi kita yang telah melakoni kehidupan pada dua atau bahkan tiga zaman politik tentu bisa merasakan betapa besarnya perubahan perilaku masyarakat Indonesia saat merayakan pesta demokrasi.

Bagitu masifnya perubahan tersebut sehingga membutuhkan energi ekstra untuk sekadar menciptakan pesta demokrasi di Indonesia menjadi ”pesta rakyat” yang gembira. Kita tentu tahu dan melihat sendiri betapa dahsyatnya pengaruh era digital saat ini terhadap perilaku masyarakat dalam berdemokrasi.

Berbagai media sosial dijadikan alat tak hanya untuk menyebarkan kabar gembira pesta demokrasi, tapi banyak juga yang menyajikan pertentangan, perselisihan, bahkan menaburkan kebencian di antara anak bangsa.

Kita tentu tahu juga betapa mudahnya bangsa ini saling menyalahkan, saling menghakimi, mencaci, memaki, maupun menghina di media sosial hanya karena berbeda pendapat dan pandangan.

Ketidaksamaan pandangan sering dianggap berseberangan dan tidak bisa diterima. Tak ada lagi sekat di antara kita dan kian hilang etika yang membuat siapa pun dengan mudah menghakimi orang lain di berbagai platform media sosial.

Dengan kondisi seperti itu, penyelenggaraan pesta demokrasi Indonesia mendatang bukanlah pekerjaan yang mudah. Pesta demokrasi mendatang semestinya disambut dengan gembira.

Diumpamakan permainan sepak bola, pesta demokrasi diisi oleh partai politik sebagai tim sedangkan calon presiden dan calon wakil presiden adalah pemain. Partai politik pengusung calon persiden dan calon wakil presiden yang meracik strategi untuk mencapai tujuan (goal) yaitu kemenangan.

Sedangkan si calon presiden dan calon wakil presiden—tentu juga termasuk para calon wakil rakyat—adalah pemain yang menjalankan strategi di lapangan. Mereka bebas untuk saling serang, saling ”jegal”, untuk bisa mengalahkan lawan.

Namun demikian, seperti halnya dalam permainan sepak bola, pertarungan para calon presiden dan calon wakil presiden tersebut maupun partai politik pengusung dibatasi oleh rule (aturan main).

Pelanggaran atas aturan main tentu bisa berdampak dikeluarkannya ”kartu kuning”, bahkan ”kartu merah”. Kerugian tak hanya akan diterima oleh partai politik sebagai ”tim”, tetapi juga oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sebagai “pemain”.

Sedangkan bagi masyarakat, terlalu mahal konsekuensi yang harus dibayarkan dari pertentangan akibat pesta demokrasi. Kenapa kita harus saling membenci, kenapa kita harus saling memaki, bahkan sakit hati hanya karena pesta demokrasi?

Bukankah seharusnya seusai pesta demokrasi nanti kita kembali menjalani hidup seperti dulu lagi, berteman, bertetangga, serta hidup bersama di negeri ini? Alangkah indahnya apabila pesta demokrasi negeri ini bisa berjalan bagaikan pertandingan sepak bola.

Pertandingan dan persaingan hanya terbatas saat pertandingan (dua  kali 45 menit), setelahnya mereka bisa saling bersalaman, bertukar jersey atau seragam, dan berbincang-bincang seperti biasa.

Kepada para calon presiden dan calon wakil presiden serta partai politik pengusung, berikanlah contoh persaingan yang sehat kepada rakyat negeri ini. Sudah seharusnya pesta demokrasi Indonesia pada 2024 disambut dan dijalani dengan gembira.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 29 September 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya