SOLOPOS.COM - Rini Yustiningsih (Istimewa/Dokumen pribadi)

Tangis Widodo Suhartoyo tertahan. Bibirnya bergetar saat mengisahkan kebaikan ibundanya yang telah berpulang. Pria yang sehari-hari menjabat Senior Technical & Liaison Advisor ECED Tanoto Foundation ini bercerita daya juang ibundanya membesarkan 12 anak. Padahal ibundanya hanya seorang ibu rumah tangga. Di detik-detik tarikan nafas sang ibu, Widodo tak mendampingi.

Saat itu tahun 2015 dia sedang bertugas di luar kota. Pria yang biasa disapa Pak Wid itu tak mengantarkan ibu saat dimakamkan. Baginya, ibu sosok yang luar biasa dan menjadi role model.  “Ibu saya seorang ibu rumah tangga, kami semua bisa menjadi seperti sekarang ini karena ibu. Terima kasih ibu, semoga ibu tenang di Surga-Nya,” kata Pak Wid.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Dokter Mirojul Hari Riyyah, anggota Pokja IV Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Jawa Tengah juga memberi apresiasi tinggi untuk sang ibunda. Sejak kecil dokter Hari sudah lekat dengan posyandu.  Ibu dokter Hari merupakan kader postandu. “Saya sejak kecil sudah dikenalkan ibu terjun ke masyarakat, mengedukasi masyakat. Sampai sekarang ibu masih aktif di organisasi perempuan. Terima kasih ibu,” ucap Hari menahan isak tangisnya.

Ungkapan cinta kepada ibu yang disampaikan Pak Wid dan Bu Dokter Hari itu terungkap di pengujung webinar Hari Ibu, Peran Ibu dalam Mengatasi Stunting yang digelar Solopos Media Group, Rabu (21/12/2022). Pak Wid dan Bu dokter Hari menjadi dua di antara empat narasumber dalam gelaran virtual yang tayang di Youtube Espos Live. Sebelumnya ada Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo dan Bupati Klaten Sri Mulyani.

Ucapan “terima kasih Ibu” yang biasanya dilontarkan saat Hari Ibu tak cukup mewakili apa yang sudah dilakukan ibu untuk anak-anaknya. Ada getar hebat di dada ketika diminta menceritakan kebaikan-kebaikan yang sudah dilakukan ibu. Jumlahya tak terukur, bahkan bulir pasir di pantai tak cukup mewakili. Berapapun usia kita selalu membutuhkan sosok ibu.

Sangat bisa dipahami bagaimana tangis Pak Wid nyaris pecah. Dia mengagumi sosok ibundanya. Ibu rumah tangga yang membesarkan 12 anak. Butuh punggung kuat, butuh kesabaran luas, butuh dada lapang dan lengan kokoh untuk membimbing, mendidik ke-12 putra-putrinya sehingga menjadi orang berhasil. Ibu membantu anak-anaknya bertumbuh, makmur dan mencapai cita-cita tinggi. Tidak ada peran penting dalam hidup melebihi peran ibu.

Ibu mengambil peran dalam 1.000 hari kehidupan manusia. Ini adalah masa-masa menentukan “kehidupan” anak selanjutnya. 9 Bulan kehamilan, hingga anak berusia dua tahun.  Asupan gizi selama kehamilan, pemberian air susu ibu (ASI) selama dua tahun usia anak akan mempengaruhi kondisi anak apakah mengalami gagal tumbuh akibat kekurangan gizi (stunting) atau tidak.

Kondisi kekurangan gizi bisa terjadi sejak bayi dalam kandungan dan masa awal kehidupan anak setelah lahir, tetapi baru terlihat setelah anak berusa dua tahun. Ciri-ciri bayi yang lahir dalam kondisi stunting yakni berat badan kurang dari 2,5 kg dan tinggi kurang dari 48 cm. Kondisi ini bisa terjadi apabila selama masa kehamilan ibu kurang/tidak memperhatikan asupan gizi.

Ironi Keluarga Mapan

Temuan Tanoto Foundation yang selama ini fokus soal stunting cukup menarik. 17% Kasus stunting terjadi di kalangan keluarga kaya dan mapan. Ini bukan karena mereka tak mampu membeli makanan bergizi, namun lebih soal kepedulian orang tua maupun pemahaman orang tua tentang stunting.

Cukup banyak orang tua dari keluarga mapan yang tak terlalu peduli dengan kesehatan anak, tumbuh kembang anak sejak 1.000 kehidupan pertamanya. Banyak orang tua yang juga belum memahami secara utuh stunting.

Stunting bukan hanya soal kemiskinan, stunting bukan pula soal kesehatan. Persoalan stunting adalah ancaman Indonesia mendatang. Anak yang mengalami gagal tumbuh (kekurangan gizi), bersiko mengalami hambatan perkembangan kognitif dan motorik. Akibat dari ini tingkat pemahaman dan kecerdasan anak menjadi berkurang, dan ini akan terjadi hingga anak dewasa.

Anak yang mengalami kekurangan gizi juga berisiko terkena obesitas, penyakit hipertensi, diabetes, jantung. Dilihat dari demografi 10 tahun mendatang Indonesia berada di puncak bonus demografi dengan penduduk berusia produktif. Jika kondisi anak-anak Indonesia saat ini mengalami stunting, ancaman yang lebih berat yakni bukan lagi mendapat bonus demografi namun beban demografi.

Catatan menarik lain, pada 2018, Indeks Modal Manusia (Human Capital Index – HCI) Indonesia adalah  0.53 atau kategori rendah. Ini bisa dimaknai seorang anak yang lahir di Indonesia hanya setengah produktif dari yang seharusnya, jika dibandingkan dengan tolak ukur pendidikan dan kesehatan yang lengkap

Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menyebut kategori kemampuan membaca, sains, dan matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara.

Itulah mengapa stunting layak menjadi musuh bersama. Tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun juga bersama. Pemerintah dengan melibatkan sektor swasta dan masyarakat, mengambil peran penting untuk mengatasi stunting.

Indonesia tergolong sukses menurunkan prevalensi stunting. Ada tren penurunan, dari 37,2% di 2013 menjadi 27,7% di 2019 dan 24% di tahun 2021. Pemerintah menargetkan pada 2024 menjadi 14%.

Bagi mereka yang sudah telanjur “terjebak” stunting, dilakukan intervensi-intervensi peningkatan gizi. Sementara yang belum, sedini mungkin dilakukan pencegahan menyelamatkan 1.000 hari kehidupan manusia.

Harus ada revolusi pola makan, di samping revolusi mental pentingnya gaya hidup sehat. Sejak masih anak-anak sudah harus dibiasakan dengan asupan gizi. Ini penting ketika mereka beranjak remaja dan akan menikah, calon-calon ibu ini sudah siap secara fisik dan psikis, bukan cuma persiapan pesta pernikahan. Masih ada sekitar 37% remaja kita yang mengalami anemia, imbasnya ketika menikah dan hamil kondisi plasenta menipis yang berdampak pada kesehatan janin. Kemudian memasuki kehamilan dijaga betul konsumsi gizi, ketika bayi lahir pastikan pula mendapat ASI selama dua tahun usia anak.

Betapa pentingnya 1.000 hari awal kehidupan, dan lagi-lagi ada ibu pemegang peran kunci.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya