SOLOPOS.COM - Abdul Muid Badrun, Dosen STIE Surakarta dan Konsultan Bisnis

Abdul Muid Badrun, Dosen STIE Surakarta dan Konsultan Bisnis

Pernahkah Anda melihat ada mobil berhenti di jalan padahal ada tanda dilarang berhenti, pernahkah Anda melihat ada kendaraan parkir seenaknya padahal di area itu ada plang dilarang parkir, bahkan pernahkah Anda melihat ada laki-laki nekat duduk di gerbong kereta khusus wanita padahal ia tahu itu larangan? Penyimpangan demi penyimpangan tiap hari kita lihat di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung maupun kota-kota kecil semacam Solo, Jogja dan Semarang.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Penyimpangan demi penyimpangan itu sudah dianggap biasa alias lumrah karena tak ada hukuman yang pantas bagi yang melakukannya. Peringatan berupa tanda larangan maupun imbauan tertulis seakan tak ada artinya. Apakah ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita sehingga sudah membentuk sebuah karakter? Ataukah masyarakat kita memang bermental “EGP” alias emang gue pikirin? Padahal Indonesia adalah negara hukum dan berbudaya. Mengapa semua itu terjadi? Tulisan pendek ini mencoba mengupasnya.

Persoalan karakter bangsa sudah banyak yang menulis, mendiskusikan, bahkan sampai melakukan penelitian. Tulisan, diskusi sampai hasil riset dipaparkan untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh karakter manusia Indonesia terhadap pembangunan bangsa? Bahkan ada yang menyimpulkan, majunya suatu bangsa sangat tergantung pada karakter manusianya. Maka dibutuhkan manusia (SDM) Indonesia yang berkarakter luhur, unggul dan kuat demi kemajuan negeri ini.

Jika kita bertanya, apa sebenarnya karakter itu? Mengapa demikian pentingnya untuk modal pembangunan suatu bangsa. Saya mendefinisikannya secara sederhana dengan “proses pembiasaan dan pemaksaan”. Contoh konkretnya, kita biasakan dan paksa anak-anak untuk bangun pagi dan sholat shubuh berjamaah bersama, itulah contoh pola pembentukan karakter secara sederhana. Jika Anda tak mau berbohong kepada orang lain padahal ada kesempatan berbohong itu juga contoh karakter. Jika Anda mematuhi larangan karena tahu itu akan merugikan orang lain karena Anda dianggap manusia tak taat aturan itu juga contoh karakter. Jadi, karakter adalah masalah pembiasaan dan pemaksaan.

Karena itu untuk membentuk karakter manusia dibutuhkan proses pembiasaan terus menerus diiringi dengan pemaksaan. Pembiasaan tanpa pemaksaan akan sia-sia dan pemaksaan tanpa pembiasaan berujung penindasan. Ini harus dipahami terlebih dahulu sebelum bertanya mengapa ragam penyimpangan itu terjadi. Sehingga memunculkan kesimpulan di awal, telah menjadi karakter manusia Indonesia.

Dalam literatur psikologi, karakter dimaknai sebagai tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu (NK Singh dan AR Agwan, 2000).  Karena itu, karakter sangat erat kaitannya dengan sistem keyakinan. Dari sini saya menyadari butuh contoh konkret (role model) dari pemimpin pembuat kebijakan. Aturan, imbauan, larangan hanya akan ditertawakan jika pembuat aturan itu juga melakukan penyimpangan tanpa hukuman yang setimpal.

Korupsi sistemik dan membudaya di kalangan pemimpin kita menjadi bahan bakar penyulut tindakan manusia Indonesia tak taat aturan. Untuk apa menaati aturan kalau pemimpin pembuat aturan saja melanggar dan tak dapat hukuman setimpal. Bahkan leluasa memainkan aturan dan hukum itu sendiri. Sehingga, aturan dibuat bukan untuk ditaati tapi untuk dilanggar.

Jadi, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa karakter manusia Indonesia bisa seperti sekarang ini karena langkanya pemimpin yang bisa dicontoh. Akibatnya, saat ini karakter manusia Indonesia itu berubah menjadi semakin mengerikan. Munculnya kekerasan dan kericuhan di beberapa daerah yang menyebabkan kematian sia-sia adalah imbas dari kenyataan ini. Bahkan di ruang parlemen pun para pemimpin kita mempertontonkan sikap tak dewasa dan ricuh tiap kali bersidang untuk membahas masalah bangsa.

Lalu, apa solusinya? Saya kira solusi sudah banyak yang disampaikan para ahli psikologi, para pengamat, juga para ilmuan negeri ini. Yang perlu dilakukan saat ini hanya satu: Menjalankan solusi itu dan menaatinya. Buat para pemimpin yang terhormat, saya berpesan: “sebenarnya rakyat Indonesia sangat patuh kepada pemimpin yang menghargai aturan dan hukum yang berlaku bukan yang mempermainkan hukum untuk tujuan tertentu. Untuk itu, penegakan hukum harus dilakukan bukan hanya dibicarakan apa lagi dipermainkan”.

Rakyat Indonesia sudah makin cerdas dan bisa melihat mana pemimpin gadungan dan mana pemimpin beneran (teladan). Jika pelanggaran dan penyimpangan terjadi terus-menerus di sekitar kehidupan kita, itu karena kami (sebagai rakyat) diberi contoh yang sama oleh para pemimpin kami. Yang jelas-jelas korupsi masih bisa berkeliaran kesana-kemari, yang jelas-jelas bandar narkoba malah dapat remisi. Apakah itu contoh yang baik bagi kami sebagai rakyat? Jika tidak, maka hentikan pelanggaran-pelanggaran itu secepatnya.

Yang salah dihukum sesuai kadar kesalahannya. Jangan lagi dipermainkan demi tujuan politik dan kepentingan kelompok semata. Yang benar kita dukung untuk tegaknya peradaban luhur bangsa. Karena, jika itu tidak dilakukan maka negeri ini akan semakin kehilangan karakter luhurnya sebagai bangsa. Dan hal itu akan memukul mundur bangsa ini ke dalam peradaban (meminjam bahasanya Noam Chomsky) maling teriak maling.

Dari sinilah kita berharap pemimpin kita mampu mengubah perilakunya dengan memberi contoh yang baik pada rakyat dan bukan sebaliknya. Karena saya menyakini perubahan karakter rakyat hanya bisa dilakukan pertama-tama lewat perubahan karakter para pemimpin kita. Tanpa itu, mustahil Indonesia bisa maju peradaban dan budayanya. Hal ini juga akan mempersulit majunya pembangunan bangsa. Begaimana menurut Anda?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya