SOLOPOS.COM - Wahyu Seto Aji (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Sebuah  laporan yang diterbitkan BBC Indonesia pada awal Agustus 2023 menjawab rasa penasaran saya tentang bagaimana perkembangan bahasa Jawa di Suriname. Suriname adalah negara bekas jajahan Belanda yang dihuni diaspora Jawa akibat kolonialisme pada masa lalu.

Bahasa Jawa di negara kawasan Amerika Selatan itu sedang menghadapi tantangan berat. Generasi muda keturunan Jawa di sana lebih menguasai bahasa Belanda dan Sranan Tongo daripada bahasa warisan leluhur mereka.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Hal itu menyebabkan generasi tua keturunan Jawa di Suriname khawatir karena bahasa yang diwariskan nenek moyang mereka akan lenyap suatu saat nanti. Fenomena kebahasaan di Suriname sebenarnya juga sudah lama terjadi di Indonesia.

Suriname dan Indonesia adalah dua negara yang memiliki kesamaan, yaitu masyarakat yang berasal dari latar budaya majemuk dan bahasa yang beragam. Tidak dimungkiri kemajemukan juga menyebabkan dinamika kehidupan sosial budaya yang lebih kompleks.

Salah satunya berupa pergeseran penggunaan bahasa oleh suatu masyarakat atau komunitas dalam sebuah negara. Dalam konteks Indonesia, bahasa Jawa beserta bahasa-bahasa etnik lainnya digolongkan sebagai bahasa daerah atau bahasa regional yang dituturkan secara turun-temurun di suatu wilayah negara berdaulat.

Secara hukum, bahasa daerah bukan berkedudukan sebagai bahasa resmi dan bahasa negara, tetapi lebih menjadi sumber kekayaan kebudayaan nasional. Akibatnya, bahasa daerah digunakan sebatas bahasa pergaulan yang ruang lingkupnya terbatas dan bersifat domestik.

Kondisi bahasa Jawa di Indonesia maupun Suriname tidak boleh dianggap remeh. Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (2023) memaparkan data hasil survei terbaru dari Badan Pusat Statistik yang menjelaskan penutur bahasa Jawa tercatat 80 juta orang.

Bahasa Jawa telah mengalami kemunduran dengan angka turun sekitar 0,8%. Hanya 73% orang Jawa yang menggunakan bahasa Jawa di lingkungan keluarga. Sisanya, 27% lagi, tidak lagi menggunakan bahasa Jawa di lingkungan keluarga.

Meskipun dalam kondisi stabil, penurunan jumlah penutur bahasa Jawa di Indonesia patut diwaspadai agar keberadaannya tidak tersisih oleh bahasa lain, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing.

Apabila tidak segera diantisipasi, bukan tidak mungkin bahasa Jawa bernasib sama dengan bahasa daerah yang telah dinyatakan punah karena hilangnya penutur, seperti bahasa Tandia dan bahasa Mawes dari Papua serta bahasa Ternateno dari Maluku.

Sikap Bahasa

Dewasa ini globalisasi sebagai bagian dinamika zaman telah mengubah tatanan perilaku, norma sosial, dan kebiasaan manusia. Masyarakat Jawa sebagai bagian warga dunia menghadapi globalisasi berwujud pragmatisme sempit, yaitu tindakan yang mengedepankan pemikiran instan dan praktis.

Jika tidak disikapi dengan bijak, globalisasi dapat berujung pergeseran nilai-nilai budaya dan krisis bahasa. Salah satu akibatnya, dorongan masyarakat multilingual ke arah monolingual yang dilatarbelakangi sikap bahasa suatu masyarakat atau penutur bahasa.

Salah satu bahasa berpotensi kalah karena dominasi bahasa lain yang superior. Anderson (1970) memaparkan sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang—sebagian mengenai bahasa dan objek bahasa—yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenangi.

Sikap bahasa yang berwujud motivasi tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti kebijakan politik, etnis dan ras, serta gengsi. Pada umumnya, sikap bahasa dapat berwujud positif dan negatif.

Dalam konteks gengsi, sikap bahasa cenderung berdampak negatif karena menganggap suatu bahasa terlalu rumit untuk dituturkan atau dipelajari sehingga memilih bahasa lain yang praktis, mudah, dan meningkatkan prestise.

Indikasi sikap bahasa yang negatif tercermin dari perilaku generasi muda yang tidak lagi menganggap penting ragam tutur bahasa Jawa, yaitu ngoko, madya, dan krama. Ragam tutur tidak lagi dipandang sebagai kebutuhan dan sarana strategis untuk menjalin komunikasi antarsesama karena alasan kepraktisan dan anggapan bahasa Jawa kurang egaliter dan tidak demokratis.

Institusi keluarga, khususnya pasangan muda, cenderung meninggalkan bahasa Jawa sebagai sarana komunikasi karena faktor lingkungan, kebutuhan, dan motivasi. Peran bahasa Jawa di lingkungan masyarakat Jawa sebatas kebutuhan seremonial pada aktivitas sosial budaya yang biasa dijumpai saat pawiwahan (pernikahan), slametan (doa memohon keselamatan), dan pertunjukan wayang kulit.

Dari Rumah

Kunci bahasa Jawa tetap hidup ialah keberadaan penutur yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jawa sebagai penutur bahasa Jawa harus berperan aktif menggunakan dan mewariskan bahasa Jawa kepada generasi berikutnya.

Hal itu penting karena pelestarian bahasa Jawa tidak cukup melalui preservasi bahasa yang berwujud kodikologi kosakata dalam bentuk kamus atau hanya bersandar pada seperangkat regulasi yang mengatur tentang bahasa.

Pemerintah telah mengklasifikasikan bahasa Jawa sebagai salah satu dari 38 bahasa daerah yang menjadi objek revitalisasi pada 2022 dengan konsep model tipe A. Pada tataran implementasi, model tipe A ini dikemas dalam Program Merdeka Belajar Seri 17 yang menitikberatkan lembaga pendidikan formal dengan pendekatan pembelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler di sekolah.

Upaya pelindungan bahasa daerah tidak cukup efektif jika hanya bersandar pada sekolah, pendidik, dan pelajar karena cenderung eksklusif. Bahasa sebagai produk masyarakat harus ditumbuhkembangkan dan dikembalikan kepada masyarakat sebagai pemilik bahasa.

Artinya, lapisan masyarakat dan komunitas harus dilibatkan dan ambil bagian dalam pembinaan kebahasaan secara inklusif. Rumah menjadi garda terdepan sarana optimalisasi pelestarian bahasa Jawa di tataran lapisan masyarakat paling dasar.

Di dalam rumah inilah pemahaman dibangun untuk kemudian ditanamkan kepada anggota keluarga. Bahasa Jawa sebagai produk budaya yang mengajarkan tata krama, sopan santun, dan budi pekerti sangat signifikan diajarkan di lingkungan keluarga.

Langkah konkret dapat diwujudkan melalui diseminasi urgensi pengajaran bahasa Jawa, secara luring dan daring. Pertama, disenminasi dapat dilakukan melalui praktik baik dalam parenting yang dewasa ini menjadi tren dan diminati pasangan muda dalam mengasuh, membimbing, serta mendidik anak yang baik dan benar.



Dengan harapan pasangan muda menyadari bahasa Jawa masih relevan dengan realitas zaman dan memberikan manfaat sebagai sarana internalisasi nilai untuk membentuk kepribadian dan jati diri anak di tengah dinamika sosial yang kompleks.

Keterampilan berbahasa Jawa menjadi bekal anak untuk bersosialisasi dan menempatkan diri dengan lingkungannya di kemudian hari. Kedua, penguatan bahasa Jawa sebagai sarana keakraban sosial dibangun dengan pendekatan teknologi.

Artinya, produk-produk bahasa Jawa disebarluaskan kepada masyarakat melalui platform atau media yang mudah diakses. Momentum ledakan lagu-lagu Jawa milenial patut diapresiasi untuk dijadikan peluang memasyarakatkan bahasa Jawa kepada generasi muda.

Dengan demikian, mereka merasa lebih dekat dan handarbeni budaya Jawa. Pemangku kebijakan perlu melakukan inventarisasi, digitalisasi, pengemasan dan distribusi agar informasi dapat diterima masyarakat dan keluarga sebagai media pembelajaran bahasa Jawa.

Semangat berbahasa Jawa perlu dipupuk sejak dini karena kita tidak ingin bahasa Jawa bernasib sama dengan bahasa pendahulunya, yaitu bahasa Sanskerta dan Jawa kuno, yang hanya bisa dikenali secara pasif melalui aksara dan tulisan.

(Versi lebih singkat esai ini terbit di Harian Solopos edisi 15 September 2023. Penulis adalah Pamong Budaya Ahli Pertama Semarang dan Duta Bahasa Nasional 2015)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya