SOLOPOS.COM - Mutimmatun Nadhifah, Mahasiswa Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta Bergiat di Bilik Literasi Solo

Mutimmatun Nadhifah, Mahasiswa Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta Bergiat di Bilik Literasi Solo

Pemaknaan Hari Kartini sering—bahkan selalu–disimbolkan lewat penampilan perempuan dengan  kebaya ala adat Jawa. Para perempuan mengemas Hari Kartini atas nama perjuangan yang dilakukan untuk membela perempuan, lebih tepatnya emansipasi wanita. Wanita ulung yang dilahirkan dari Jepara ini ternyata dalam masyarakat modern hanya dikenal dengan kegigihannya dalam memperjuangkan perempuan pingitan pada zaman dulu, yang terbelenggu ketidakadilan untuk bebas menentukan hidup bahagia.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Pemaknaan dan peringatan Hari Kartini apakah hanya sebatas pada penampilannya lewat balutan kebaya adat Jawa? Pemaknaan sempit akan Kartini menguak kesamaran sejarah, mengantar kita pada perspektif-perspektif berbeda dan berseberangan. Tradisi literer yang dilakukan Kartini ternyata belum mampu memasuki relung-relung kehidupan manusia saat ini.  Kebebasan manusia saat ini dari belenggu buta aksara ternyata belum mampu  memaknai Kartini dari sisi literer dan perjuangannya untuk mengenyam pendidikan. Sejarahnya dikenal tak lebih dari pemberontakannya dalam hal memperjuangkan hak perempuan dari budaya patriarki.

Sarah K Bolton dalam buku Beberapa Wanita yang Terkemuka (1914) bercerita tentang cita-cita Kartini yang ingin menjadi pengarang. Dan, menceritakan apa yang dibaca Kartini, yaitu “madjallah2 dari kotak batjaan jang diganti isinja setiap minggu, selandjutnja karangan-karangan Multatuli, Frederik van Eeden, Henri Barel Augusta de Wit  dan lain2 pengarang lagi.”

Pengisahan Sarah K Bolton membuka tabir-tabir penghalang yang menutupi mata perempuan Indonesia saat ini bahwa Kartini juga mempunyai mimpi literer. Kekritisannya tak hanya ia habiskan untuk membela perempuan dalam hal perjodohan yang telah digariskan orangtua. Kartini diakui sebagai tokoh perempuan paling terkemuka.

Kenangan atas Kartini berujung pemaknaan bahwa Kartini adalah perempuan ampuh dengan bukti diakui sebagai perempuan yang menyemai tradisi-tradisi tak biasa pada zamannya. Argumentasi-argumentasinya yang dikemukakan lewat surat-suratnya menjadi titik terang bahwa pelukisannya dalam kehidupan juga ditempuh dengan jalur literer.

Ketika pemaknaan Kartini hanya diketahui lewat pejuang perempuan dari budaya patriarki dan menjadi sebuah kewajiban bagi warga perempuan Indonesia untuk mengenangnya setiap tanggal 21 April, lalu bagaimana dengan perempuan-perempuan yang  perjuangannya tak kalah romantiknya dengan perjuangan Kartini?

Buku Rohana Kuddus, Wartawan Pertama Indonesia (2005) menceritakan bahwa Kotogadang, kota kecil di Sumatra Barat, juga mempunyai kisah unik tentang keberhasilan seorang perempuan yang menjadi jurnalis pertama dari kalangan perempuan Indonesia. Kecakapannya dalam membela kaum perempuan dicurahkannya dalam beberapa tulisannya,  baik esai ataupun puisi yang tampil di surat kabar perempuan Soenting Melajoe pada saat itu.

Begitu juga dengan Dewi Sartika dari Sunda dengan caranya memaknai kemerdekaan perempuan hanya bisa ditempuh lewat kecakapan membaca dan menulis yang harus dimiliki perempuan. Hasrat untuk membebaskan perempuan dari budaya patriarki dan dilema atas adat-istiadat kejam juga dilakukan Maria Ullfa, putri Bupati Kuningan. Maria Ullfa menjadi perempuan pencetus pertama atas sejarah kesarjanaan dari kalangan  perempuan Indonesia yang lulus dari Universitas Leiden yang telah mampu menembus dinding tradisionalitas melekat.

Tak hanya itu, Maria Ullfa dalam sejarahnya yang tertulis dalam buku Maria Ullfa Subadio, Pembela Kaumnya (1985) menerangkan bahwa pada saat di Belanda ia masuk dalam lapangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Di sanalah ia berkenalan dengan Bung Hatta dan Bung Sjahrir. Setelah kembali ke Indonesia, keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia luar biasa hebatnya, utamanya dalam lapangan pergerakan perempuan. Ia tercatat sebagai perempuan pertama yang menjadi menteri.

Siti Soendari, adik bungsu dari Soetomo, juga mencatat sejarah atas kesarjanaan perempuan kedua setelah Maria Ullfa yang juga menempuh kuliahnya di Universitas Leiden. Bagi Soetomo dan adik-adiknya, membela kaum perempuan adalah hasil dari ajaran ayah mereka, R Soewadji, yang berpandangan bahwa kaum perempuan juga harus diberi kesempatan mengikuti pendidikan seperti laki-laki agar dapat berdiri sendiri. Visinya sangat modern dan sangat sulit dipahami masyarakat pada masa itu.

Elite

Maria Ullfa dan Siti Soendari adalah perempuan-perempuan dari kalangan elite Jawa yang mampu melepaskan diri dari kekangan adat memasuki dunia bebas guna mewujudkan masa depan mereka dan juga sebagai bentuk pengakuan bahwa perempuan juga punya kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki. Pengisahan pembelaan kaum perempuan oleh sarjana hukum lulusan Jakarta juga dilakonkan oleh Laili Roesad.

Waktu Indonesia sudah merdeka, Laili masuk dinas luar negeri dan pernah menjabat sebagai duta besar di Belgia dan Austria. Nani Soerasno juga menjadi pembela kedudukan kaum perempuan. Banyak perhatian tentang studi perempuan di Indonesia. Bahkan, dia dapat menghasilkan buku berjudul Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat.

Pengetahuan publik atas laku perjuangan perempuan dan tokoh-tokoh masih terbatas pada Kartini saja. Pergaulan terhadap buku sejarah-sejarah perempuan Indonesia diabaikan. Padahal, sesudah Kartini masih banyak perempuan yang kisahnya lebih romantik dan inspiratif.

Semoga pemaknaan hari Kartini yang diperingati setiap 21 April dapat memberikan titik terang atas kesejarahan para pejuang kaum perempuan yang sering diabaikan oleh publik dan semoga pemaknaan Kartini akan makin berisik dengan lakonnya yang juga dekat dengan dunia literer. Buku-buku sejarah bergerak menjadi saksi bisu atas ukiran-ukiran berharga dalam kehidupan manusia. Hidup tak akan dibuat hilang dan lenyap begitu saja. (mutimmah_annadhifah@yahoo.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya