SOLOPOS.COM - Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag., Rektor UIN Salatiga. (Istimewa)

Isu lingkungan telah lama menjadi perbincangan serius di kalangan umat beragama. Lingkungan berada pada koridor perantara dan lokus ritual manusia dalam melaksanakan peran pengabdian kepada Tuhan. Isu ini juga telah menjadi perhatian sebagian ulama Islam.

Sebagian ahli fikih memberikan pertimbangan tentang lingkungan, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari beberapa tujuan Hukum Islam. Kesadaran terhadap lingkungan ini juga diarahkan pada situasi kontemporer yang sedang dihadapi oleh umat manusia. Berbagai krisis lingkungan telah menyebabkan para pemimpin agama mulai memeriksa kembali sumber otoritatif untuk mendapatkan semangat baru tentang keanekaragaman hayati yang perlu dijaga dengan perilaku ramah lingkungan.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Ajaran Islam menggarisbawahi postulat hubungan triadik antara Allah Yang Maha Pencipta alam semesta, manusia sebagai khalifah di muka bumi, dan seluruh makhluk yang ada di alam semesta. Hubungan triadik menjadi landasan fundamental maqasid pemeliharaan lingkungan.

Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. menyebut dirinya sebagai Rabb al-`Alamin. Kata “Rabb” memiliki tiga unsur makna yaitu: Yang Menciptakan (penciptaan), Yang Memiliki (kepemilikan), dan Yang Mengatur (pemeliharaan/pengaturan). Yang pertama berbicara tentang kemahakuasaan Allah untuk menciptakan alam semesta dan seluruh isinya; yang kedua menyatakan bahwa Allah adalah Pemilik mutlak alam semesta beserta seluruh isinya; yang terakhir adalah Allah SWT.

Tuhan yang memelihara seluruh alam semesta dan isinya. Adapun kata Rabb yang dikaitkan dengan Al-`alamin terdapat 42 kali pengulangan. Al-`alamin bisa meliputi alam manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, dunia, dan akhirat.

Sementara itu, masih ada alam-alam lain yang tidak atau belum terjangkau oleh manusia.

Islam menyebarkan gagasan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi dan ini merupakan amanah. Pemilik mutlak alam semesta adalah Allah SWT.

Alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT sebagai karunia, dan menjadi tanda-tanda kebesaranNya. Amanah itu harus dijalankan dengan bijaksana dan sewajarnya sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah SWT, jika gagal melaksanakan amanah ini maka akibatnya ada pada kita.

Dua sumber utama Islam, Al-Qur’an dan al-Sunnah memberitahu kita bahwa alam semesta diciptakan dalam proporsi dan ukuran yang tepat dan bahwa sumber daya yang telah diciptakan Allah itu sesungguhnya mencukupi untuk semua makhluk di bumi, asalkan semua itu dikelola dengan bijak.

Islam juga menjelaskan bahwa manusia adalah bagian dari alam tetapi lebih unggul dari ciptaan lainnya karena mereka dikaruniai kemampuan akal dan mental.

Islam menyatakan bahwa penciptaan langit dan bumi itu lebih besar daripada penciptaan manusia. Alam semesta dan semua makhluk yang ada di dalamnya adalah umat juga di hadapan Allah Swt., seperti halnya umat manusia (umam amthalukum). Artinya kedudukan semua ciptaan atau makhluk Allah adalah sama, manusia diberi kelebihan pada akalnya. Karena itu, alam semesta ini juga merupakan tempat hidup semua makhluk (koeksistensi). Manusia dilarang berbuat semena-mena atau kerusakan di muka bumi, karena semua makhluk punya hak yang sama atasnya.

Pandangan dunia Islam mengenai lingkungan merupakan pandangan dunia yang holistik: ia mengasumsikan hubungan mendasar dan saling ketergantungan antarsemua unsur di dalam alam semesta ini. Islam mendasarkan ajarannya pada premis bahwa jika manusia menyalahgunakan atau menghabiskan satu unsur, dunia alam secara keseluruhan akan menderita.

Konsep khalifah dan amanah muncul dari prinsip tauhid. Al-Qur’an menjelaskan bahwa umat manusia memegang posisi istimewa di antara ciptaan Tuhan di bumi: dia dipilih sebagai khalifah, (wakil) dan memikul tanggung jawab untuk merawat ciptaan Tuhan di bumi. Setiap individu diberikan tugas dan hak istimewa ini dalam bentuk amanah. Krisis lingkungan sebenarnya merupakan kegagalan perwalian, sehingga alam menjadi indeks seberapa baik suatu masyarakat tertentu telah melaksanakan tanggung jawabnya terhadap Tuhan.

Namun, manusia adalah satu-satunya makhluk yang dipersiapkan untuk melakukan tugas amanah ini dengan sukarela. Al-Qur’an menunjukkan korelasi antara perilaku manusia dan kondisi lingkungan. Perilaku yang benar dan bermoral menghasilkan sesuatu yang positif. Sebaliknya, tidak amanah dan menyimpang dari jalan yang benar akan berdampak negatif terhadap lingkungan.

Karena manusia adalah makhluk terbaik maka dia merupakan jembatan terbaik kepada Allah Swt. dan sekaligus dengan alam semesta dan seluruh makhluk. Hubungan antara ketiganya –Allah, manusia, alam—mencerminkan konsep tauhid yang holistik, yakni menyatukan manusia dengan Allah (Khaliq), dan menyatukan manusia dengan alam semesta. Ini juga menggambarkan betapa manusialah yang dapat menjadi wakil Rabb, yang memelihara kelestarian dan keberlangsungan alam ini. Dengan demikian, Islam dan hal-hal terkait dengan kelestarian dan keberlanjutan adalah sesuatu yang tidak terpisahkan.

Solusi Mujarab

Ini merupakan bukti bahwa peran agama [Islam] menjadi salah satu solusi mujarab untuk mengatasi krisis lingkungan, karena solusi teknis belum tentu menghasilkan jawaban yang memuaskan dalam mengatasi krisis lingkungan. Agama semakin diakui dapat mendefinisikan etika lingkungan yang tepat. Odeh Al-Jayyousi menegaskan bahwa berbicara tentang pembangunan tanpa mempertimbangkan sisi spiritual manusia tidak ada artinya.

Pembangunan harus melestarikan esensi kemanusiaan kita. Sebagian sarjana Muslim mengklaim bahwa karakteristik dunia industri modern adalah menempatkan pemisahan total antara sains dan agama, dan ini asing dalam tradisi Islam.

Sebagian lain percaya bahwa Islam menawarkan agenda moral yang luas untuk pembangunan berkelanjutan dan masalah ini layak untuk dieksplorasi secara ekstensif dalam mengurangi krisis pembangunan dan degradasi lingkungan saat ini.

Lingkungan adalah suatu kompleks faktor fisik, kimia dan biotik yang bekerja pada organisme atau komunitas ekologi dan akhirnya menentukan bentuk dan kelangsungan hidupnya. Ini mencakup sumber daya alam seperti tanah, flora, fauna, air, udara dan cahaya yang mempengaruhi organisme hidup. Islam menegaskan bahwa sumber daya alam ini diciptakan dengan tujuan, terutama untuk memberikan rezeki bagi kehidupan manusia, lebih jauh lagi sebagai ujian moralitas manusia dalam menjalankan peran amanahnya.

Sayangnya, biosfer sekarang memberi kita banyak sinyal bahwa lingkungan alam sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Biosfer sedang berjuang untuk mengatasi penipisan sumber daya alam, penipisan ozon, hujan asam, hilangnya ekosistem, polusi udara, tanah, sungai dan laut. Dalam Islam, sangat jelas ketika Allah Swt. mengingatkan manusia untuk tidak berbuat munkar dan kerusakan di muka bumi karena akibatnya akan menjadi bumerang bagi manusia itu sendiri. Allah berfirman bahwa, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali”.

Umat Islam secara religius terikat untuk mengelola lingkungan dengan bijak sebagai wujud ketaqwaan. Etika lingkungan dan moralitas dalam Islam membentuk sikap manusia terhadap lingkungan. Memahami daya dukung lingkungan dan bertindak sesuai dengannya sangat penting karena manusia dilengkapi dengan kemampuan mental untuk melakukannya dibandingkan dengan ciptaan lain. Interaksi manusia dengan lingkungan dapat terjadi dalam bentuk kegiatan sosial dan ekonomi di mana lingkungan binaan dibangun.

Artikel ini ditulis oleh Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag., Rektor UIN Salatiga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya