SOLOPOS.COM - Adib Muttaqin Asfar (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kemarahan  publik yang tersulut dugaan penyelewengan dan pencucian uang oleh para pejabat Kementerian Keuangan tak membuat warga memboikot membayar pajak.

Kematian ratusan orang dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, tak cukup membuat suporter berhenti datang ke stadion, bahkan tetap bermimpi menonton Piala Dunia U-20 di dalam negeri.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Hampir 25 tahun lalu, warga negeri ini marah yang berujung demonstrasi besar-besaran di banyak kota. Muaranya adalah pidato pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden yang menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru yang militeris represif selama lebih dari 30 tahun.

Banyak korban nyawa pada pergolakan politik kala itu. Setiap Kamis sore di seberang Istana Kepresidenan, Jakarta, sampai kini puluhan aktivis dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia berat berdiri menanti keadilan yang entah kapan datang.

Aksi kamisan itu bukan hanya mencari keadilan. Mereka merawat ingatan publik tentang momen-momen kelam yang perlahan menghilang atau dihilangkan. Ruang publik kita dihuni orang-orang yang mudah lupa.

Keluarga Soeharto masih bisa melenggang di dunia politik. Begitu pula partai politik dan kekuatan politik pendukung Orde Baru selalu masuk tiga besar peraih suara terbanyak pemilu.

Aktivis dan ekonom senior Faisal Basri mengatakan meski demokrasi prosedural Indonesia mengalami perbaikan, sesungguhnya reformasi 25 tahun lalu tidak mengubah rezim.

Ingatan pada peristiwa kelam masa lalu yang terawat dengan baik hanya peristiwa berdarah 1965, tetapi yang dipelihara hanya ingatan tentang pembunuhan para perwira militer. Fakta ratusan ribu hingga jutaan nyawa manusia yang dibantai karena dituduh sebagai “komunis” nyaris hilang dari ingatan.

Hilangnya ingatan kolektif tentang peristiwa besar pada masa lalu dan pemberian kepercayaan terlalu besar kepada aktor negara adalah kunci berulangnya masalah dari orde ke orde, dari rezim ke rezim.

Salah satu praktik Orde Baru yang dikritik adalah sentralisasi kekuasaan. Belakangan hidup lagi lewat omnibus law. Negara semakin berkuasa. Pada 1870, Mikhail Bakunin merasakan kekhawatiran yang sama saat melihat kian dekatnya revolusi Rusia saat itu. Ia khawatir revolusi di Rusia hanya melahirkan kekuasaan baru yang lebih totaliter daripada kekuasaan Tsar.

”Ambil revolusioner paling radikal dan tempatkan dia pada singgasana seluruh Rusia atau berikan dia kekuatan diktatorial, dan tidak sampai setahun dia akan lebih buruk daripada Tsar itu sendiri,” kata Bakunin yang dikutip Daniel Guerin dalam Anarchism: From Theory to Practice.

Ucapan itu terbukti. Pada Februari 1917, kekuasaan monarki absolut Rusia berakhir yang ditandai jatuhnya Tsar Nikolai II. Pemerintahan sementara yang dipegang kelompok-kelompok reformis gagal berfungsi.

Pada November tahun yang sama, pergolakan kembali terjadi dan Rusia memasuki era pemerintahan komunis sekaligus rezim otokrasi baru hingga akhir 1991. Dalam perspektif anarkisme, kekuasaan negara adalah sesuatu yang ditolak.

Pierre-Joseph Proudhon, filsuf Prancis dan orang pertama yang menyebut diri sebagai pemikir anarkis, mengatakan ketidakpercayaan kepada negara dan demokrasi.

”Democracy is nothing but a constitutional tyrant [demokrasi tidak lain adalah tirani konstitusional],” kata dia. Masyarakat Indonesia tidak seekstrem itu memandang negara, tetapi ada buah pikiran Proudhon dan Bakunin yang bisa menjadi pelajaran.

Jangan terlalu percaya dan memberikan kekuasaan terlalu besar kepada negara maupun aktor-aktornya. Beberapa pekan terakhir fenomena itu mengemuka. Ramai-ramai protes publik di media sosial sejak pertengahan Februari 2023 hingga Maret 2023 atas penyelewengan dan pencucian uang para pejabat Kementerian Keuangan tak berbuah apa-apa.

Tak ada aksi boikot membayar pajak atau boikot melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut realisasi penerimaan pajak sampai Februari 2023 mencapai Rp279,98 triliun atau 16,3% dari target APBN 2023.

Rakyat tidak mengeluh, tetap membayar pajak. Ini bisa disebabkan dua kemungkinan. Pertama, masyarakat memaafkan perilaku para pejabat itu, bahkan mungkin melupakannya. Kedua, masyarakat tidak punya pilihan selain menjalankan kewajiban. Negara punya sederet instrumen untuk memaksa warga membayar pajak.

Sikap memaafkan dan melupakan perilaku buruk aktor negara juga muncul dalam konteks sepak bola nasional. Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022, sempat memantik empati dan protes publik terhadap industri sepak bola nasional.

Itu hanya sementara dan perlahan-lahan tragedi itu terlupakan seiring bergulirnya kembali liga. Saat pengadilan menjatuhkan vonis ringan terhadap para terdakwa tragedi Stadion Kanjuruhan, hanya sekelompok suporter yang konsisten menyuarakan tuntutan keadilan. Selebihnya kembali datang menonton pertandingan.

Terlepas dari sikap sejumlah politikus menolak kedatangan tim nasional Israel di Piala Dunia U-20, Indonesia memang layak dicoret sebagai tuan rumah. Ketika 135 nyawa dianggap tak berarti apa-apa, berarti kita bisa tak bisa menghargai kemanusiaan. Seperti dalam kasus-kasus lainnya, termasuk pelanggaran HAM berat pada masa lalu, kita mudah lupa dan tidak pernah belajar.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 April 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya