SOLOPOS.COM - Ginanjar Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Musik  sekarang enggak ada yang bagus! Lebih bagus musik zaman aku muda dulu! Lagu-lagu sekarang kualitasnya menurun! Lagu sekarang liriknya jelek, enggak kayak zaman dulu!

Mungkin kalimat-kalimat seperti itu pernah muncul di benak penikmat musik yang sudah tidak muda lagi. Apakah benar musik zaman sekarang tidak ada yang bagus dan tidak ada yang layak didengarkan? Jangan-jangan ada yang salah dengan selera kita?

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Musik adalah seni menyusun nada yang dikombinasikan dari berbagai instrumen sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan. Musik berfungsi sebagai pemuas indra pendengaran, untuk memperdalam kesedihan, meluapkan kesenangan, atau untuk yang lainnya.

Apa yang terjadi pada musik zaman sekarang? Ternyata so far so good. Masih banyak musikus berkualitas bermunculan di Indonesia. Lagu-lagu mereka digemari dan musikusnya dicintai.

Yang jadi persoalan adalah ketika ada manusia yang sudah tidak lagi muda berkata bahwa musik zaman sekarang jelek, enggak kayak zaman ketika dia masih muda dulu. Ternyata yang jelek bukan musik zaman sekarang.

Selera musik manusia dipengaruhi lingkungan sosial dan ada batas zamannya. Selera musik seseorang tergantung pada tempat mereka tumbuh dan berkembang, apakah tumbuh di lingkungan yang gemar menyetel lagu keroncong, karawitan, lagu metal, lagu pop, atau lainnya.

Tak mengherankan ketika ada remaja yang selera musiknya seperti tidak sesuai dengan usianya. Bisa saja remaja itu tumbuh di lingkungan yang kerap kali memperdengarkan lagu-lagu kuno yang kemudian membentuk selera musiknya.

Selera musik manusia akan mandek pada usia tertentu. Banyak hasil penelitian dan artikel di jurnal yang menjelaskan selera musik akan berhenti pada usia tertentu dan membuat seseorang enggan mendengarkan musik-musik baru.

Salah satu asumsi mengenai mandeknya selera musik seseorang diungkapkan seorang musikus, audio engineer, sekaligus produser musik da Los Angeles, Amerika Serikat, yaitu Bobby Owsinski.

Ia menyebut selera musik seseorang terbentuk saat musik diperdengarkan pada rentang usia 11 tahun hingga 14 tahun. Seiring bertambahnya usia, waktu untuk mendengarkan musik baru semakin berkurang.

Bobby menyebut selera musik seseorang mandek pada rentang usia 24 tahun hingga 31 tahun. Pada rentang usia itu seseorang mulai malas mendengarkan musik baru dan cenderung mendengarkan musik-musik lama, musik yang didengar kala usia mereka masih remaja.

Berhentinya asupan musik baru inilah yang membuat selera musik mandek pada usia tertentu. Mereka hanya mau menelan musik-musik pada era mereka tumbuh dan berkembang.

Asumsi ini tentu tidak berlaku bagi semua orang. Banyak orang yang selera musiknya terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Itu terjadi karena faktor tuntutan pekerjaan atau yang lainnya sehingga mengharuskan mereka mendengarkan musik baru.

Asumsi yang menyebut selera musik bisa mandek pada usia tertentu memperjelas bahwa semua musik pada zaman sekarang belum tentu jelek. Bukan berarti pula semua musik pada zaman dulu jauh lebih bagus dibandingkan yang diproduksi zaman sekarang.

Terbukti masih banyak musikus berkualitas pada zaman sekarang, di Indonesia maupun di mancanegara. Jenis musik tidak harus seperti zaman dulu, misalnya saat berkembangnya musik rock di Indonesia pada 1990-an sehingga melahirkan banyak grup band. Genre musik ada zamannya.

Orang-orang yang menggandrungi musik modern pada zaman sekarang juga bukan berarti bisa merendahkan kualitas musik pada zaman dulu. Banyak musikus era modern yang dipengaruhi—sisi musikalitas atau pembuatan lirik—karya musikus zaman dulu.

Bukan berarti boyband atau girlband jelek, penyanyi solo lebih bagus, grup band lebih sangar. Semua bergantung pada selera pasar serta jenis manusia dan teknologi pada masing-masing zaman. Semua musik indah dari sudut pandang masing-masing penikmatnya.

Jangan merendahkan selera musik orang lain. Cek dulu umur dan lingkungan kita bertumbuh. Jangan-jangan kita yang sudah terlalu tua untuk mendengarkan musik baru atau bahkan terlalu muda untuk mendengarkan musik kawak. Jangan-jangan kita berbeda lingkungan sehingga selera musiknya beda.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 Juli 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya